Meminta Belas Kasih dan Berbelas Kasih

 


Kita memasuki minggu sengsara II (Passion II) yang dinamai dengan Minggu Invocavit. Invocavit artinya “Berserulah kepadaKu” diambil dari Mazmur 91:15a “Bila ia berseru kepadaKu, Aku akan menjawab”. Tuhan setia mendengar seruan kita, Tuhan tidak pernah menutup telingaNya terhadap doa-doa kita. Ketika kita merenungkan derita dan sengsara Kristus, patutlah kita menyadari betapa berdosanya kita dan betapa besarnya kasih Tuhan bagi kita.

Bila kita memanggil Dia ketika kita mengalami kesesakan maka Dia akan menyertai kita, dan Dia akan meluputkan kita dari kesesakan itu. Dengan nama Invocavit diperlihatkan betapa Tuhan mengasihi umat yang percaya kepadaNya. Minggu Invocavit mengingatkan bahwa Tuhan pasti mendengar seruan orang yang meminta pertolonganNya. Sebab, Allah kita adalah Allah yang selalu gemar mendengar seruan umat-Nya, bahkan “TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan“ (Mzm. 145:18). Terhadap orang yang berseru kepada Tuhan, Tuhan berjanji untuk menjawab doa-doanya dan bahkan memberikan kelegaan, seperti yang tertulis dalam Mazmur 118:5, “Dalam kesesakan aku telah berseru kepada TUHAN. TUHAN telah menjawab aku dengan memberi kelegaan.”

Dalam perikop Matius 20: 29-34 kita melihat ada dua orang buta yang berseru kepada YESUS untuk memohon mukjizat penyembuhan agar mereka dapat melihat. Peristiwa ini sangat jelas menunjukkan, bahwa mukjizat penyembuhan itu terjadi karena adanya belas kasihan Tuhan Yesus kepada kedua orang buta tersebut. Dari perikop ini kita dapat belajar dari sikap kedua orang buta ini, yang akhirnya dapat menarik perhatian dan belas kasihan Tuhan Yesus. Apa yang dilakukan kedua orang buta itu, sehingga Yesus mencelikkan mata mereka? Setidaknya ada dua hal yang dilakukan oleh orang buta itu, yaitu:

Pertama, kedua orang buta itu berseru kepada Tuhan Yesus (ay. 30). Ketika kedua orang buta itu mengetahui bahwa Yesus lewat di jalan itu, maka yang mereka lakukan adalah mereka berseru “Tuhan Anak Daud, kasihanilah kami”. Lewat seruan kedua orang buta ini mereka berisi “pengakuan mereka akan Kristus.” Tuhan anak Daud menunjuk kepada Sang Mesias, sang Raja yang diurapi yang telah dinubuatkan dari sejak Perjanjian Lama. Selain itu seruan kedua orang buta ini mengandung permohonan yang ditandai dengan kata “kasihanilah kami” berilah kemurahan, berilah belas kasihan. Kedua orang buta ini menyadari bahwa mereka membutuhkan belas kasihan Tuhan dalam persoalan yang mereka sedang hadapi. Saat kita sedang menghadapi persoalan, pergumulan, bahkan saat membuat rencana dalam kehidupan kita, mari datang pada Tuhan, memohon belas kasihanNya.

Kedua, orang buta itu tidak menyerah meskipun ada tantangan (ay. 31). Ketika kedua orang buta itu berseru kepada Tuhan untuk mendapat pertolongan, orang yang disekitarnya bukan menolongnya tetapi orang yang ada disekitarnya malah menegor dan menyuruhnya diam. Kata menegur dalam terjemahan KJV menggunakan kata “rebuked” dapat diterjemahkan dengan secara tegas dilarang atau dimarahi, orang banyak memarahi mereka, menyuruh mereka untuk diam. Orang banyak menegur, melarang mereka untuk berseru. Tetapi yang kedua orang buta itu lakukan adalah semakin keras berseru. Dengan suara yang lebih keras mereka berseru kepada Yesus. Kedua orang buta itu tidak menyerah dengan situasi yang terjadi. Situasi yang terjadi tidak mampu membendung pengharapan dan kerinduan mereka untuk mendapat belas kasihan Tuhan Yesus. Saat mengahadapi situasi yang tidak baik, yang tidak kita harap, bahkan keadaan yang melemahkan iman pengharapan kita. Jangan pernah menyerah pada keadaan tersebut. Tetapi teruslah berseru, berharap pada Tuhan Yesus. Karena setiap kesulitan yang terjadi akan membuat kita lebih kuat berharap kepada-Nya.

Terakhir,

Anda sudah punya rencana kegiatan untuk sepanjang hari--mencuci, belanja, setumpuk daftar pesanan -- ketika tetangga Anda menelepon dan mengundang Anda minum kopi. Lalu Anda berpikir: ia bukanlah orang yang sudah percaya pada Kristus, dan Anda telah berdoa agar diberi kesempatan untuk berbicara denganya. Anda tahu bahwa ia sedang kesusahan. Apakah Anda akan pergi?

Atau, seorang sahabat meminta kesediaan Anda menjadi kakak bagi seorang anak remaja yang sangat membutuhkan figur ayah. Hal itu akan menghabiskan waktu yang berharga dari hari Anda. Apakah Anda menyetujuinya? Apakah itu cukup berarti bagi Anda?

Yesus sering mengubah jadual-Nya untuk melayani orang yang Dia temui di sepanjang jalan. Dalam Matius 20:29-34 kita membaca bahwa Dia berhenti dan menyembuhkan dua orang buta yang memohon pertolongan dan mengabaikan orang-orang yang berusaha menghalanginya. Pada kesempatan lain, Yesus menegur para murid karena menjauhkan anak-anak dari pada-Nya (Lukas 18:15-17).

Penulis Henri Nouwen merefleksikan pelayanan demikian. Selama sepuluh tahun terakhir, hidupnya digunakan untuk mengurus rumah bagi mereka yang benar-benar cacat, meluangkan dua jam setiap pagi untuk memandikan, mencukur, mengenakan pakaian, dan menyuapi orang yang sangat terbelakang.

Melayani orang yang tidak dapat merespon mungkin tampak tidak efisien bagi kita. Tetapi ketika kita melihat teladan Yesus, kita belajar bahwa kasih dan pelayanan tidak pernah menjadi waktu yang terbuang percuma.

PUTTING IT INTO PRACTICE

When someone needs your help, do you see it as an

interruption or an opportunity? Ask God to help you

today to love others with the gift of your time.

Komentar

Anonim mengatakan…
Terimakasih pendeta, tetaplah berkarya melalui tulisan tulisan untuk menguatkan oranglain, Tuhan memberkati
Anonim mengatakan…
Terimakasih renungannya. Rutinitas duniawi memang mematikan, berpotensi menjadikan Kita menjadi robot.
Anonim mengatakan…
Syukur pada Alah atas hikmat yang Tuhan beri