TAK SEKEDAR BERPIKIR POSITIF (Teruntuk Para Calon Pertua, Diaken dan Para PelayanNya)

 


Putus asa menjadi topik yang seringkali saya bahas dalam setiap tulisan di www.kekasihyesus.com. Sampai akhirnya saya menyadari, ada juga perasaan yang sering kali menguasai dan mengendalikan pola pikir juga kehidupan kita yakni Ambisius.

Ambisius adalah sifat yang menunjukkan adanya keinginan kuat untuk mencapai sesuatu. Orang yang ambisius biasanya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Dia akan memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang ada dengan bekerja keras. Bahkan orang yang ambisius sering merasa tidak puas dengan hasil kerja kerasnya, meski sebenarnya hasilnya sudah lebih baik dari kebanyakan orang. Orang yang memiliki sifat ambisius biasanya juga pekerja keras.

Perasaan ini juga akhirnya melupakan hal yang utama dalam kehidupan kita masing-masing. Bahwa pada akhirnya kita tidak melakukan apapun. Kita tidak pernah menyelesaikan apapun. Sebaliknya, Tuhanlah yang menyelesaikan segala sesuatunya. Tuhan jugalah yang memproses kita dalam setiap lini kehidupan kita; apakah itu tentang keberhasilan ataupun kegagalan. Tuhanlah pemeran utamanya dan hikmatnya yang membawa kita sampai pada tahap ini.

Tidak percaya? Coba lihat kembali kehidupan kita masing-masing dan lihat bagaimana cara Tuhan menjadi pemeran utama dalam kehidupan kita.

Kembali ke topik utama, sadarkah kita bahwa setiap tempat memiliki cerita masing-masing. Saat melayani di satu desa, saya sering memberikan refleksi-refleksi untuk para pelayan Tuhan memikirkan panggilan dan tanggung jawabnya. Namun, jawaban serupa sering saya temukan; katanya “Sayapun sebenarnya tidak menerima dan dipaksa untuk menerima panggilan ini!” atau “Saya dijebak untuk menerima pelayanan ini dan semua itu bukan dasar keinginan saya”

Menarik, ya? Tetapi, hal sebaliknya juga pernah saya temui. Ketika para pelayan berambisi untuk mendapatkan jabatan pelayan di Gereja. Bahkan sampai melakukan kegiatan-kegiatan kampanye seperti para pejabat pemerintahan yang ingin mendapatkan kursi.

Atas semua pengalaman itu, saya jadi mengingat bagaimana pikiran positif yang disampaikan oleh Paulus (Filipi 1:16-19);

Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita, karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.

Saya tidak ingin menghakimi siapapun dalam tulisan ini. Karena saya yakin, semua kembali pada refleksi setiap orang atas kesimpulan serta tindakan yang dia lakukan. Misalnya seperti yang pernah terjadi pada orangtua saya, tepat ketika ia dicalonkan kembali sebagai pertua di Gereja. Beberapa orang beranggapan tentang dirinya tidak pantas untuk menjadi pelayan, dengan segala bentuk perilaku serta kekurangannya. Sampai pandangan tersebut, memberikan reaksi yang radikal dengan melakukan black campaign di dalam Gereja. Sekalipun orangtua saya terpilih, bahkan menyelesaikan pelayanannya sampai kurang lebih 26 tahun. Tapi bukan keterpilihan tersebut yang jadi poin utamanya. Tapi reaksi setelahnya, bahwa tidak semua orang mampu menerima dirinya terpilih dan tidak terpilih.

Ya, tidak semua orang mampu merespon keterpilihannya sebagai pertua, diaken atau pelayan Tuhan dengan berhikmat . Mereka beranggapan telah menang dan mengalahkan orang lain. Sebaliknya, mereka yang tidak terpilih beranggapan kalah dan gagal. Kesalahan-kesalahan itu sering membuat banyak Gereja menjadi kacau dan memberikan benturan-benturan kasar dalam persekutuan.

Itulah mengapa saya menyadari sekarang, bahwa dalam kehidupan ini, kita tidak hanya sekedar berpikir positif. Sebab, berpikir positif di waktu yang salah juga dapat menyakiti kita secara terus-menerus. Ibarat seorang anak dengan cita citanya sebagai Aparat yang terus menerus mengalami penolakan. Lalu ia berpikir positif, dengan beranggapan bahwa akan indah pada waktunya. Sampai dia melewatkan beberapa kesempatan yang Tuhan telah tunjukkan dalam hidupnya. Lalu, waktu dan kesempatan untuk melamar menjadi Aparat telah habis dan dia tidak mengalami perkembangan apapun dalam hidupnya. Malah menjadi depresi dan menyalahkan orang lain sampai pada institusi tempat dirinya melamar.

Fokus pada harapan dan tujuan memanglah baik. Namun, kita harus memberikan ruang untuk menerima segala hal yang terjadi. Bahwa hidup tidak selalu sesuai dengan yang kita inginkan dan Tuhan telah melakukan dengan semestinya.

Saya pernah menjalani kehidupan dengan berharap dan berjuang seperti anak tersebut. Walaupun saya akhirnya diterima atas izin Tuhan. Tapi selama proses itu, saya yakin sudah mengalami banyak perkembangan dan bahkan hal tersebutlah yang justru membuat saya semakin bersyukur atas proses yang Tuhan berikan. Sekalipun, bila hal sebaliknya terjadi. Tuhan telah memberikan kesempatan untuk belajar akan hal lain. Bahkan karena hal itu pula, saya sering jadikan batu loncatan untuk lari dari prosesNya. Tetapi, saya akhirnya mengimani bahwa saya dikembalikan lagi dalam prosesNya.

Apakah yang saya jalani saat ini sudah akhir dari seluruh proses tersebut? Tidak, bahkan sampai detik ini juga saya merefleksikannya, sebagai bagian dari proses untuk menjadi pelayanNya.

Hal serupa juga berlaku untuk kita semua, bahwa keterpilihan kita sebagai seorang Pertua, Diaken atau Pelayan Tuhan bukanlah sebuah akhir cerita perjuangan kesatria yang mendapatkan kemenangan. Bukan pula sebuah kegagalan dan kekalahan. Tapi ini tentang mengimani dan meletakkan seluruh pengharapan pada Tuhan yang telah menentukan juga memproses kehidupan kita.

Pertanyaannya, maukah kita masuk dalam proses tersebut dan mempersembahkan diri kita dalam proses tersebut?

Komentar

Anonim mengatakan…
Terpilih bukan akhir kemenangan; melainkan langkah awal supaya bersiap diri utk diproses lagi.
Tdk terpilih, juga bukanlah satu kekalahan. Apalagi tdk menjadi calon seperti saya ? Jalani sajalah...👍 😆
Anonim mengatakan…
Luar biasa, terimakasih untuk refleksinya
Aron Ginting Manik (AGM) mengatakan…
Syukur pada Allah, atas setiap hikmat yang dia berikan