KARENA ENGKAU YANG MENYURUH-NYA - Lukas 5:1-11

 


Ada banyak sekali artikel yang saat ini bercerita tentang “Pendeta juga manusia”. Pertanyaanya, apakah pesan yang dimaksudkan dari perkataan ini? Apakah ini menyatakan ; pembelaan? Pembenaran? Permintaan agar kita dimaklumi oleh jemaat atas setiap kesalahan yang kita miliki?

Setiap dari kita tentu pernah membaca kisah tentang proses pemanggilan murid-murid di Galilea. Tentu, kita bisa membayangkan bagaimana setiap harinya Yesus melihat dan memperhatikan para nelayan di sana. Tapi dia lebih memilih Simon yang kemudian menjadi Petrus, Yohanes dan Yakobus anak-anak dari Zabedeus. Dengan kelebihan dan kekurangan yang selama ini Yesus perhatikan. Sesuatu yang memberikan kesadaran pula bagi kita, bahwa setiap kita dipilih dan dipanggil untuk melayani bukan tanpa alasan. Saya yakin, Tuhan juga memperhatikan dan mengenal orang-orang yang dipilihnya menjadi pelayan, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Termasuk pula para pelayan yang ada di Gereja kita saat ini.

Nah, yang menjadi menarik untuk dilihat adalah bagaimana cara setiap kita merespon setiap panggilan dari Tuhan untuk melayaniNya? Bila kita melihat respon para murid ketika mereka dipanggil untuk melayani. Mereka memiliki sedikit pertahanan dengan mengatakan bagaimana pengalaman mereka selama menjala ikan selama satu malam sebelumnya. Walaupun, pada akhirnya mereka mengikuti perintah tersebut dengan menyatakan, “.....tetapi karena Engkau menyuruhnya.....”

Saya yakin, bila ungkapan ini merupakan bentuk kesadaran tentang; siapa yang memberikan perintah dan sebagaimana kita mempercayai DIA yang memerintahkan kepada kita. Pertanyaannya apakah dalam proses pelayanan saudara, kita menyadari tentang hal ini? Atau kita berpikir atas dasar “tanggung jawab kita” bukan karena kesadaran bahwa “Tuhan telah memerintahkan kita?”

Kedua hal ini memberikan respon yang berbeda. Walaupun sama-sama melakukan pelayanan. Tetapi, bila kita berpikir pelayanan sebagai tanggung jawab kita, maka saat yang sama kita memiliki beban yang sangat besar untuk melakukan segala sesuatunya dengan sasaran, target, program dan hasil. Sesuatu yang sering kali menghilangkan IMAN dan fokus pada rasa “AMBISIUS”. Sehingga, saat semua sasaran, target, program, dan hasil tidak tercapai; respon kita terhadapnya menjadi gelisah, marah dan bahkan memunculkan perasaan bersalah.

Sikap-sikap yang seperti inilah, akhirnya memunculkan kalimat-kalimat bahwa “Pelayan juga manusia”, “Pelayan juga punya hati” dan sebagainya. Ke semua itu, ditujukan untuk menutupi perasaan bersalah yang muncul karena berbagai macam sasaran, target, program dan hasil yang tidak sesuai dengan harapan dan perencanaan awal kita.

Bukankah kita lebih baik, untuk melakukan segala bentuk pelayanan kita dengan berdasarkan kepercayaan bahwa Tuhan telah yang menyuruh kita ? Bukankah kita mempercayai bila Tuhan menyuruh, maka DIA memahami keterbatasan dan kelebihan kita? Bukankah dia mengenal kita? Termasuk tentang sasaran, program, hasil dari setiap target yang kita miliki. Saya meyakini, bahwa Tuhan tidak terfokus dengan hal tersebut. Sebaliknya, DIA fokus pada proses dan perjalanan kita yang tetap di dalamNya.

Lalu mengapa kita melelahkan pikiran kita dengan semua istilah-istilah pencapaian layaknya seorang buruh atau budak yang bekerja di dalam satu usaha? Apakah, para pelayan merupakan buruh atau budak dengan saling membandingkan diri satu dengan yang lain? Sebaliknya lagi, apakah para pelayan buruh atau budak bagi para jemaat? Atau jemaat juga memahami dan mengerti bahwa, setiap pelayan diutus oleh-Nya?

Komentar