KATEKISASI ITU PENTING KAH?

 


Berbagai macam metode pembelajaran dalam pendidikan formal telah berkembang sejalan dengan berkembangnya kritik terhadap metode pembelajaran itu. Lalu, bagaimana dengan metode katekisasi yang terjadi dalam Gereja kita? Apakah kegiatan ini sudah Ideal seperti yang kita harapkan dan bayangkan? Jelasnya, saya sendiri juga tidak berani secara terang-terangan memberikan kritikan apapun mengenai bentuk Katekisasi yang ada sekarang. Tetapi saya rasa kita perlu tetap membahas dan membicarakannya secara umum dan mendasar, sembari berkaca dengan konteks serta situasi saat ini.

Seperti kita ketahui, Katekisasi adalah proses pendidikan atau pengajaran iman Kristen, khususnya dalam konteks tradisi Katolik, Protestan, dan Ortodoks. Tujuan utama katekisasi adalah untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang doktrin, ajaran, dan praktik agama Kristen kepada calon anggota gereja atau umat yang ingin memperdalam iman mereka.

Singkatnya, katekisasi membantu umat Kristen untuk memahami iman mereka secara lebih mendalam dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama mereka. Tentu, dengan demikian kegiatan Katekisasi tidak boleh diabaikan begitu saja dan harus dianggap sebagai sesuatu yang esensial dalam perkembangan Gereja pula.

Nah menjadi pertanyaan adalah, bagaimana metode pembelajaran yang kita lakukan saat ini dengan konteks dan perkembangan yang ada?

Untuk menilai apakah metode pembelajaran dalam katekisasi sudah kontekstual atau belum, ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan dan diperhatikan:

·        Konteks Budaya dan Sosial

Apakah materi katekisasi disampaikan dengan mempertimbangkan konteks budaya dan sosial tempat para murid tinggal? Misalnya, apakah ajaran-ajaran agama dijelaskan dengan menggunakan contoh-contoh yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka?

·        Bahasa dan Gaya Pengajaran

Apakah bahasa yang digunakan dalam katekisasi dapat dipahami dengan baik oleh para murid? Apakah gaya pengajaran dan presentasi materi disesuaikan dengan cara yang menarik dan relevan bagi audiens target?

·        Relevansi dalam Pengalaman Hidup

Apakah materi katekisasi menghubungkan ajaran agama dengan pengalaman hidup para murid? Misalnya, apakah ada kesempatan untuk refleksi dan aplikasi praktis dari ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka?

·        Partisipasi dan Interaksi

Bagaimana cara para murid terlibat dalam proses pembelajaran? Apakah ada ruang untuk diskusi, pertanyaan, dan refleksi yang memungkinkan mereka untuk mengaitkan ajaran agama dengan konteks pribadi dan sosial mereka?

·        Konsistensi dengan Ajaran Gereja

Meskipun katekisasi kontekstual menyesuaikan ajaran agama dengan realitas kehidupan, apakah tetap mempertahankan kebenaran doktrin dan nilai-nilai fundamental yang diajarkan oleh gereja?

·        Evaluasi Dampak

Bagaimana dampak dari pendekatan kontekstual ini terlihat dalam kehidupan iman dan spiritualitas para murid? Apakah ada indikasi bahwa pendekatan ini membuat ajaran agama lebih relevan dan mudah dipahami oleh mereka?

Memahami dan mengevaluasi faktor-faktor ini akan membantu dalam menentukan sejauh mana metode pembelajaran dalam katekisasi sudah kontekstual atau masih perlu disesuaikan lebih lanjut. Pendekatan yang baik dalam katekisasi akan memadukan kebenaran doktrin dengan relevansi dalam konteks kehidupan para murid, sehingga mereka dapat memahami, menginternalisasi, dan mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan lebih baik.

Sebab, seperti yang kita ketahui pula saat ini para pengajar Katekisasi sedang berhadapan dengan Anak-anak dari generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka tumbuh dan mengalami dunia dengan realitas yang unik dan berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Para pengajar katekisasi perlu memahami beberapa aspek dari realitas mereka untuk dapat efektif mengajarkan dan mendukung pertumbuhan iman mereka. Berikut ini adalah beberapa bentuk realitas anak-anak Gen Z yang perlu diperhatikan:

1.      Teknologi dan Digitalisasi: Generasi Z tumbuh dalam era digital yang terhubung secara global. Mereka memiliki akses mudah ke internet, media sosial, dan informasi secara instan. Penggunaan teknologi ini memengaruhi cara mereka belajar, berinteraksi sosial, dan mengkonsumsi informasi, termasuk ajaran agama.

2.      Multikulturalisme dan Pluralisme: Anak-anak Gen Z hidup dalam masyarakat yang semakin multikultural dan pluralistik. Mereka sering kali terpapar pada berbagai keyakinan dan nilai-nilai yang beragam, yang dapat mempengaruhi cara mereka memahami dan mengartikan ajaran agama.

3.      Individualisme dan Kemandirian: Generasi Z cenderung menunjukkan tingkat individualisme yang lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. Mereka mengutamakan ekspresi diri, otonomi, dan kebebasan pribadi dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam hal spiritualitas dan kehidupan iman.

4.      Mental Health dan Well-being: Kesejahteraan mental menjadi isu yang signifikan bagi Gen Z. Mereka menghadapi tekanan sosial, kecemasan, dan depresi dalam skala yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini mempengaruhi cara mereka menanggapi dan mencari makna dalam agama dan spiritualitas.

5.      Pertanyaan dan Kritisisme: Anak-anak Gen Z cenderung lebih kritis dan skeptis terhadap otoritas dan tradisi dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka sering kali mengajukan pertanyaan yang mendalam dan mencari justifikasi rasional dalam memahami dan menerima ajaran agama.

6.      Pencarian Makna dan Autentisitas: Meskipun terhubung dengan dunia digital, banyak dari mereka juga mencari makna yang lebih dalam dalam hidup mereka. Mereka mencari pengalaman dan kepercayaan yang autentik yang dapat memberi mereka kedamaian dan kebahagiaan sejati.

Gereja perlu mempertimbangkan realitas ini  dan terus mengembangkan berbagai macam metode-metode, saat merancang pendekatan pengajaran dan mendekati anak-anak Gen Z. Termasuk metode-metode yang juga melihat kehadiran Disabilitas sebagai bagian dari Keselamatan yang Yesus berikan.

 

Komentar

Anonim mengatakan…
MANTAP Pdt....Aron G.M
Anonim mengatakan…
Katekisasi itu sangatlah penting
Aron Ginting Manik (AGM) mengatakan…
Terima kasih, mari kita perbaiki yang dapat kita perbaiki