SERIES KEPEMIMPINAN AGM #4 - Tidak Semua Hal Harus Dibicarakan

 


Di tengah kehidupan yang semakin dinamis, manusia memiliki kecenderungan untuk menafsirkan dan mencari penjelasan atas segala hal. Rasa ingin tahu tentang apa yang dipikirkan orang lain sering kali mendorong kita untuk berbicara lebih banyak dari yang diperlukan. Namun, kekuatan sejati sering kali terletak pada apa yang tidak kita ungkapkan. Menahan diri dalam berbicara dapat membuat kita tampak lebih kuat dan penuh misteri, menciptakan kesan bahwa kita tidak mudah ditebak. Prinsip ini sangat penting karena terlalu banyak bicara dapat menimbulkan dampak yang merugikan.

Yesus Kristus, sebagai teladan utama kita, mengajarkan bahwa tidak semua hal harus dibicarakan. Dia memilih untuk berbicara dengan bijaksana dan hanya ketika diperlukan. Yesus memahami bahwa kata-kata memiliki kekuatan besar, dan oleh karena itu, Dia menggunakan kata-kata dengan sangat hati-hati. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman." (Matius 12:36). Ayat ini mengingatkan kita akan tanggung jawab besar yang menyertai setiap kata yang kita ucapkan.

Salah satu contoh penting dari sikap bijaksana Yesus dalam berbicara adalah ketika Dia dihadapkan pada pengadilan sebelum penyaliban. Ketika para pemimpin agama dan orang banyak menuduh-Nya dengan berbagai tuduhan, Yesus memilih untuk tetap diam dalam banyak kesempatan. "Tetapi Yesus tetap diam. Maka kata Imam Besar itu kepada-Nya: 'Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.'" (Matius 26:63). Diamnya Yesus menunjukkan kekuatan dan ketenangan-Nya, serta memberikan pelajaran bahwa tidak semua tuduhan atau provokasi harus direspon dengan kata-kata.

Dalam banyak situasi, memilih untuk diam dan hanya berbicara seperlunya dapat menciptakan ruang bagi orang lain untuk menunjukkan siapa diri mereka sebenarnya. Banyak orang merasa canggung dengan keheningan dan berusaha mengisi kekosongan pembicaraan dengan kata-kata yang tidak terarah. Tanpa sadar, mereka mengungkapkan banyak hal tentang diri mereka, baik kelebihan maupun kekurangan. Ini adalah salah satu bahaya yang jarang disadari ketika kita terlalu banyak bicara atau berbicara secara berlebihan. "Orang bijak menyimpan pengetahuannya, tetapi mulut orang bodoh adalah kebinasaan yang mengancam." (Amsal 10:14).

Prinsip ini berlaku di hampir semua aspek kehidupan. Semakin sedikit kita berbicara, semakin aman dan tenang kehidupan kita. Orang lain tidak tahu persis siapa diri kita dan hanya bisa menebak-nebak berdasarkan penampilan luar. Dengan demikian, kita mengurangi risiko gosip atau omongan miring dari orang lain, sehingga hidup kita menjadi lebih tenang karena orang lain tidak memiliki banyak bahan untuk membicarakan kita. "Orang yang bijak tidak banyak bicara; orang yang pandai menahan dirinya." (Amsal 17:27).

Yesus juga mengajarkan pentingnya mendengarkan lebih banyak daripada berbicara. Dia sering kali mendengarkan dengan penuh perhatian sebelum memberikan tanggapan. Dalam pertemuan dengan wanita Samaria di sumur, Yesus pertama-tama mendengarkan kisahnya sebelum menawarkan air hidup yang sejati. "Jawab Yesus kepadanya: 'Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum!, niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.'" (Yohanes 4:10). Dengan mendengarkan lebih banyak, Yesus menunjukkan kasih dan perhatian-Nya yang tulus.

Meneladani Yesus dalam hal ini mengajarkan kita untuk lebih bijaksana dalam berbicara dan lebih banyak mendengarkan. Ini membantu kita membangun hubungan yang lebih kuat dan tulus dengan orang lain, serta menghindari banyak masalah yang bisa timbul dari kata-kata yang tidak dipikirkan dengan baik. "Janganlah kita menjadi sombong, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki." (Galatia 5:26).

Selain itu, dengan menjaga kata-kata kita, kita juga menunjukkan pengendalian diri dan kebijaksanaan yang besar. Mengendalikan diri dalam berbicara adalah tanda kedewasaan spiritual dan moral. "Siapa yang menjaga mulut dan lidahnya, menjaga diri dari kesulitan." (Amsal 21:23). Ini membantu kita menjalani kehidupan yang lebih damai dan harmonis, serta menjaga hubungan kita dengan orang lain tetap baik.

Di dunia yang penuh dengan kebisingan dan informasi yang berlebihan, memilih untuk diam dan berbicara seperlunya adalah kebijaksanaan yang langka. Kita perlu belajar untuk menghargai kekuatan dari keheningan dan menggunakan kata-kata dengan bijaksana. "Setiap orang hendaknya cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." (Yakobus 1:19).

Dengan demikian, tidak semua hal harus dibicarakan. Menjadi bijaksana dalam berbicara adalah salah satu cara terbaik untuk menunjukkan kekuatan dan integritas kita. Dengan mengikuti teladan Yesus, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih tenang, aman, dan penuh hikmat. "Orang bijak dipuji karena kata-katanya, tetapi orang bodoh binasa karena mulutnya sendiri." (Amsal 10:14).


Komentar