SAAT PELAYAN GEREJA MENGHADAPI KONFLIK, BAGAIMANA? Matius 12:15-21

 

Apa yang Anda bayangkan ketika satu konflik terjadi dalam kehidupan bergereja dan kala itu Anda memiliki pengikut? Kalaupun dalam posisi tersebut Anda berada pada kebenaran, kira-kira apa yang saudara akan lakukan? Belajar dari Matius 12:15-21, ada hal yang menarik dari sikap Yesus. Mari kita analisa lebih jauh!



Konflik dalam kehidupan bergereja bukanlah hal yang asing dan dapat terjadi dalam berbagai situasi, seperti perbedaan pandangan doktrinal, kepemimpinan, atau bahkan dalam aspek operasional gereja. Ketika berada dalam posisi pelayan Gereja dan dihadapkan pada konflik, sekalipun dalam posisi yang benar, sikap dan tindakan harus diambil dengan hati-hati. Belajar dari Matius 12:15-21, kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting dari cara Yesus menangani konflik.

1. Memahami Konteks Konflik dalam Pelayanan

Yesus memahami situasi yang dihadapi, yaitu ancaman dari otoritas agama saat itu. Sebagai pelayan Gereja, penting untuk memahami akar konflik dan menyelidiki masalah yang mendasarinya. Konflik di dalam Gereja seringkali melibatkan isu-isu yang lebih dalam, seperti perbedaan teologis, ego, atau masalah relasional di antara jemaat.

  • Analisis situasi dalam pelayanan: Sebagai pelayan, tugas pertama adalah memahami masalah dengan objektif. Apakah konflik itu menyangkut pandangan doktrinal? Adakah ketegangan antarpribadi di jemaat? Memahami konteks memungkinkan pelayan untuk bertindak secara bijaksana, demi kepentingan jemaat secara keseluruhan.

2. Menghindari Konfrontasi yang Tidak Perlu dalam Pelayanan

Yesus memilih untuk menyingkir daripada berhadapan langsung dengan orang Farisi, meskipun Ia dalam posisi benar. Dalam pelayanan, pelayan Gereja tidak selalu harus terlibat dalam konfrontasi langsung, terutama jika hal tersebut tidak mendukung tujuan yang lebih besar dari pelayanan itu sendiri. Menghindari pertengkaran atau perdebatan terbuka sering kali lebih bijak, untuk mencegah perpecahan yang lebih besar.

  • Belajar menyingkir demi kedamaian gereja: Seorang pelayan yang baik mengerti bahwa mempertahankan kedamaian di dalam jemaat lebih penting daripada memenangkan perdebatan atau membuktikan diri benar. Dalam situasi tertentu, menghindari konfrontasi bisa membantu jemaat tetap bersatu dan fokus pada tujuan pelayanan, yakni memuliakan Tuhan dan melayani satu sama lain.

3. Memprioritaskan Misi dan Kesejahteraan Jemaat

Yesus tetap fokus pada pelayanan-Nya, yaitu menyembuhkan orang yang mengikuti-Nya meskipun ada ancaman. Seorang pelayan gereja harus selalu mengutamakan kesejahteraan jemaat di atas segala sesuatu. Meskipun berada dalam konflik, misi utama seorang pelayan adalah melayani umat dan memastikan bahwa pelayanan spiritual tetap berjalan.

  • Kesejahteraan jemaat di atas segalanya: Sebagai pelayan Gereja, penting untuk selalu kembali kepada tujuan dasar pelayanan, yakni memperhatikan dan memenuhi kebutuhan spiritual dan rohani jemaat. Konflik yang terjadi tidak boleh menghalangi pelayanan, baik dalam pengajaran, ibadah, maupun pelayanan di masyarakat.

4. Kerendahan Hati dan Sikap Tidak Berkonfrontasi dalam Pelayanan

Yesus tidak berteriak di jalan-jalan atau mencari konfrontasi. Ia menunjukkan kerendahan hati dalam menghadapi orang-orang yang menentang-Nya. Sebagai pelayan Gereja, kerendahan hati adalah salah satu kualitas utama. Ketika konflik muncul, seorang pelayan tidak boleh merasa bahwa mereka harus selalu menunjukkan kekuasaan atau otoritas, tetapi justru menunjukkan belas kasih dan pengertian.

  • Kerendahan hati sebagai teladan dalam pelayanan: Pelayan Gereja yang rendah hati akan lebih mampu membawa jemaat kepada persatuan dan kedamaian. Ketika jemaat melihat bahwa pelayannya tidak mementingkan ego pribadi, mereka akan lebih mudah mengikuti teladan tersebut dan berusaha untuk berdamai dalam perbedaan.

5. Menjadi Alat Kasih Karunia dan Pemulihan

Yesus tidak hanya menyingkir, tetapi terus melayani dan menyembuhkan. Ini menunjukkan bahwa pelayanan adalah tentang pemulihan, bukan penghukuman. Dalam konflik gereja, pelayan harus menjadi alat kasih karunia, memfasilitasi rekonsiliasi dan pemulihan hubungan. Fokusnya adalah memimpin jemaat menuju perbaikan, bukan sekadar menentukan siapa yang benar atau salah.

  • Membangun pemulihan jemaat: Konflik dalam Gereja harus dihadapi dengan hati yang penuh kasih dan niat untuk memulihkan jemaat, bukan menghancurkan. Tindakan Yesus menunjukkan bahwa pelayanan tidak berhenti hanya karena ada konflik; justru di tengah konflik, pelayan harus lebih aktif dalam membawa jemaat kembali pada kasih karunia Allah.

6. Melibatkan Tuhan dalam Setiap Keputusan Pelayanan

Yesus selalu bertindak sesuai dengan kehendak Bapa, memenuhi nubuat dan misi yang telah ditentukan. Seorang pelayan Gereja harus selalu mencari kehendak Tuhan dalam setiap keputusan, terutama ketika menghadapi konflik. Doa dan refleksi atas firman Tuhan harus menjadi dasar dari setiap langkah pelayanan.

  • Berdoa untuk hikmat dalam pelayanan: Sebagai pelayan Gereja, sangat penting untuk melibatkan Tuhan dalam setiap keputusan yang diambil. Berdoa untuk hikmat dalam menangani konflik, dan meminta bimbingan-Nya dalam setiap langkah, memastikan bahwa pelayanan tetap selaras dengan kehendak Tuhan.

Kesimpulan

Belajar dari Matius 12:15-21, kita melihat bahwa Yesus memberikan teladan yang kuat bagi pelayan Gereja dalam menghadapi konflik. Menghindari konfrontasi yang tidak perlu, memprioritaskan kesejahteraan jemaat, berpegang pada kerendahan hati, serta fokus pada pemulihan dan kasih karunia adalah sikap-sikap yang harus diambil oleh seorang pelayan Gereja. Dalam setiap tindakan, pelayan harus selalu mengutamakan misi yang lebih besar, yakni memuliakan Tuhan dan melayani jemaat dengan kasih dan kesetiaan.

Pelayan Gereja yang efektif adalah mereka yang mampu mengelola konflik dengan hati yang penuh kasih, dengan tetap teguh pada kebenaran, namun bijaksana dalam menanggapi perbedaan dan tantangan.

Komentar