“Pergi, Memberitakan Kabar Baik - MARKUS 1:35-39” ( Refrensi Khotbah Minggu GBKP 20 Oktober 2024 )

 

Created by AGM

Dalam kehidupan yang serba sibuk, kita sering kali terjebak dalam rutinitas. Mungkin hari-hari kita dimulai dengan alarm yang membangunkan kita di pagi hari, lalu kita melakukan paksaan menjalani aktivitas, pekerjaan, dan tanggung jawab. Di tengah padatnya jadwal, mungkin kita sempat meluangkan waktu untuk berdoa, menghadiri ibadah, dan berkumpul bersama jemaat di Gereja. Namun, setelah itu, kita kembali ke kesibukan kita. Pertanyaannya, apakah kita masih mengingat bahwa panggilan kita sebagai orang percaya tidak hanya berhenti di dalam tembok Gereja?

Kisah dalam Markus 1:35-39 adalah sebuah pengingat kuat tentang apa yang Yesus lakukan saat di tengah kesibukan pelayanannya. Ketika semua orang mencarinya untuk mendengarkan lebih banyak, Yesus memilih untuk menarik diri sejenak, berdoa, dan kemudian bergerak pergi ke kota-kota lain untuk memberitakan kabar baik. “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang” (Markus 1:38). Kalimat ini sangat kuat karena menunjukkan misi utama Yesus—memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah. Ia tidak tinggal diam di satu tempat, melainkan terus berpindah ke kota-kota lain untuk menjangkau lebih banyak orang.

Gereja yang Kehilangan Identitasnya

Yesus memberi kita sebuah teladan penting, namun ironisnya, banyak Gereja hari ini sepertinya melupakan teladan ini. Gereja, yang seharusnya menjadi garam dan terang dunia, sering kali justru terlalu sibuk dengan urusan internal. Fokus mereka lebih pada mempercantik gedung, mengadakan acara besar, atau merancang program-program yang menyenangkan jemaat. Tentu, semua ini ada pada tempatnya, tetapi jika kita melupakan panggilan utama kita—yakni memberitakan kabar baik dan menjangkau orang-orang yang belum mengenal Kristus—maka kita telah kehilangan identitas kita sebagai tubuh Kristus.

Sebagai orang percaya, kita juga terjebak dalam rutinitas perabadahan yang nyaman. Kita hadir di Gereja setiap minggu, mungkin mendengar khotbah yang membangkitkan semangat, dan kemudian pulang dengan hati yang damai. Namun, apakah kita membawa perdamaian itu ke dunia? Apakah kita keluar dari Gereja dengan semangat untuk memberitakan kabar baik? Ataukah kita hanya menganggap Gereja sebagai tempat untuk memuaskan hasrat spiritual kita tanpa menghidupi Amanat Agung?

Amanat Agung dalam Matius 28:19-20 memanggil kita untuk "pergi dan menjadikan semua bangsa murid-Nya." Namun, jika kita hanya sibuk berkumpul dan tidak pernah keluar untuk memberitakan Injil, maka kita gagal memahami esensi dari misi Yesus. Gereja bukan sekedar tempat untuk berkumpul, tetapi juga tempat di mana kita diperlengkapi dan kemudian diutus ke dunia. Masmur 107:22 juga mengingatkan kita akan panggilan ini: “Biarlah mereka korban mempersembahkan syukur, dan menceritakan perbuatan-perbuatan-Nya dengan sorak-sorai!” Kita dipanggil untuk menjadi Saksi dari kasih setia Tuhan kepada dunia yang terikat oleh kuasa-kuasa gelap duniawi.

Persekutuan dan Penginjilan: Pandangan Calvinis dan Gereja Sebagai Rahim Ibu

Dalam tradisi Calvinisme, persekutuan adalah sarana untuk memperkuat iman, tetapi bukan tujuan akhir. Persekutuan yang sehat mendorong anggotanya untuk berpartisipasi dalam penginjilan. Calvin menekankan bahwa Gereja harus menjadi tempat di mana orang-orang percaya dibina, diperlengkapi, dan diutus. Gereja bukan hanya tempat untuk menikmati kehadiran Tuhan, tetapi juga tempat di mana orang-orang dipersiapkan untuk pergi dan melayani dunia. Calvin juga menggambarkan Gereja sebagai “rahim ibu” yang melahirkan orang-orang percaya. Seperti seorang ibu yang melahirkan, mengasuh, dan mendidik anak-anaknya untuk menjadi dewasa, Gereja juga memiliki peran untuk melahirkan murid-murid yang siap pergi dan memberitakan Injil.

Jika kita melihat Gereja sebagai rahim, maka jelas bahwa Gereja tidak boleh berhenti hanya pada persekutuan internal. Ibu yang baik tidak hanya menjaga anak-anaknya di rumah, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk pergi dan menghadapi dunia dengan kebenaran yang telah mereka pelajari. Demikian juga dengan Gereja: tugas kita adalah melahirkan dan mempersiapkan orang-orang yang siap membawa Kabar Baik kepada dunia. Gereja adalah tempat di mana kita dibentuk, tetapi dunia adalah tempat di mana kita diutus.

Ciri-Ciri Pembawa Kabar Baik: Amsal 15:29-33

Amsal 15:29-33 memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya seorang pembawa kabar baik. Dikatakan bahwa Tuhan dekat dengan orang-orang yang benar, tetapi jauh dari orang fasik. Orang yang mendengarkan didikan dan nasihat Tuhan akan menemukan hikmat, sementara orang yang mengabaikan ajaran akan tersesat. Orang yang membawa kabar baik bukan hanya harus memiliki hati yang taat kepada Tuhan, tetapi juga penuh dengan kebijaksanaan dan pengertian.

Namun, kenyataannya, banyak Gereja saat ini kehilangan ciri-ciri ini. Gereja-gereja sibuk dengan urusan-urusan internal, tanpa nasihat memperhatikan Firman Tuhan untuk pergi dan memberitakan Injil. Para pemikir posmodern, seperti Jacques Derrida, Michel Foucault, dan Jean Baudrillard, telah menilai struktur Gereja yang lebih mementingkan institusi transformasi spiritual. Mereka menyoroti bagaimana banyak Gereja lebih fokus pada pertumbuhan jumlah anggota, pendapatan, atau pengaruh politik daripada fokus pada misi penginjilan dan pelayanan kepada orang miskin, tertindas, dan yang terhilang. Dalam konteks ini, Gereja modern sering kali melupakan esensi Amanat Agung dan peran transformatifnya di dunia.

Menghidupi Amanat Agung: Kembali Pada Teladan Yesus

Yesus memberikan teladan yang jelas dalam Markus 1:35-39. Meskipun Ia sibuk dengan pelayanan dan banyak orang yang mencarinya, Yesus selalu menyempatkan diri untuk berdoa dan memperkuat hubungan-Nya dengan Bapa. Ini menunjukkan bahwa sebelum kita melayani dunia, kita harus memastikan bahwa kita terhubung dengan sumber kekuatan kita, yaitu Tuhan sendiri. Setelah berdoa, Yesus tidak kembali untuk melanjutkan pelayanan di tempat yang sama. Sebaliknya, Ia berkata, “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil” (Markus 1:38).

Ini adalah panggilan bagi kita semua. Gereja tidak seharusnya hanya menjadi tempat berkumpul dan merayakan kebesaran Tuhan di antara orang-orang yang sudah percaya. Gereja juga harus keluar, mencari mereka yang belum mendengar kabar baik. Teladan Yesus mengingatkan kita bahwa Injil bukan hanya untuk segelintir orang, tetapi untuk semua orang. Dan untuk itulah kita dicintai—untuk pergi, menjangkau, dan membawa kabar baik ke tempat-tempat yang belum mengenal Kristus.

Created by AGM


Penutup

Ada sebuah cerita tentang seorang misionaris yang pergi ke sebuah desa terpencil untuk memberitakan Injil. Ketika ia sampai di sana, ia menyadari bahwa banyak penduduk desa yang hidup dalam kemiskinan dan kegelapan rohani. Namun, bukannya segera memulai kebaktian, misionaris ini memilih untuk tinggal bersama mereka, mendengarkan cerita-cerita mereka, dan membantu kebutuhan-kebutuhan dasar mereka. Selama bertahun-tahun, perlahan-lahan ia mulai memperkenalkan Injil, dan akhirnya seluruh desa menerima Kristus. Misionaris ini mengerti bahwa pergi dan memberitakan kabar baik bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang mendengarkan, melayani, dan menunjukkan kasih Kristus melalui tindakan.

Seperti misionaris itu, kita juga dipanggil untuk pergi, bukan hanya dalam pengertian fisik, tetapi juga dalam pengertian rohani. Pergi berarti keluar dari zona nyaman kita, mendekati mereka yang belum mendengar, dan menyatakan kasih Tuhan melalui kata-kata dan tindakan kita. seperti Yesus berkata, “Marilah kita pergi ke tempat lain,” demikian juga kita dipanggil untuk bergerak, menjangkau, dan memberitakan kabar baik. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, dan tugas kita adalah membawanya ke dunia yang membutuhkan-Nya.

Komentar

Anonim mengatakan…
Semoga GARAM tidak menjadi tawsr. TERANG itu tsk pernah padam 👍🙏😊
Anonim mengatakan…
Terpujilah Tuhan