Created by AGM |
Dalam kehidupan yang
serba sibuk, kita sering kali terjebak dalam rutinitas. Mungkin hari-hari kita
dimulai dengan alarm yang membangunkan kita di pagi hari, lalu kita melakukan
paksaan menjalani aktivitas, pekerjaan, dan tanggung jawab. Di tengah padatnya
jadwal, mungkin kita sempat meluangkan waktu untuk berdoa, menghadiri ibadah,
dan berkumpul bersama jemaat di Gereja. Namun, setelah itu, kita kembali ke
kesibukan kita. Pertanyaannya, apakah kita masih mengingat bahwa panggilan kita
sebagai orang percaya tidak hanya berhenti di dalam tembok Gereja?
Kisah dalam Markus
1:35-39 adalah sebuah pengingat kuat tentang apa yang Yesus lakukan saat di
tengah kesibukan pelayanannya. Ketika semua orang mencarinya untuk mendengarkan
lebih banyak, Yesus memilih untuk menarik diri sejenak, berdoa, dan kemudian bergerak
pergi ke kota-kota lain untuk memberitakan kabar baik. “Marilah kita pergi ke
tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan
Injil, karena untuk itu Aku telah datang” (Markus 1:38). Kalimat ini sangat
kuat karena menunjukkan misi utama Yesus—memberitakan kabar baik tentang
Kerajaan Allah. Ia tidak tinggal diam di satu tempat, melainkan terus berpindah
ke kota-kota lain untuk menjangkau lebih banyak orang.
Gereja yang Kehilangan
Identitasnya
Yesus memberi kita
sebuah teladan penting, namun ironisnya, banyak Gereja hari ini sepertinya
melupakan teladan ini. Gereja, yang seharusnya menjadi garam dan terang dunia,
sering kali justru terlalu sibuk dengan urusan internal. Fokus mereka lebih
pada mempercantik gedung, mengadakan acara besar, atau merancang
program-program yang menyenangkan jemaat. Tentu, semua ini ada pada tempatnya,
tetapi jika kita melupakan panggilan utama kita—yakni memberitakan kabar baik
dan menjangkau orang-orang yang belum mengenal Kristus—maka kita telah
kehilangan identitas kita sebagai tubuh Kristus.
Sebagai orang percaya,
kita juga terjebak dalam rutinitas perabadahan yang nyaman. Kita hadir di
Gereja setiap minggu, mungkin mendengar khotbah yang membangkitkan semangat,
dan kemudian pulang dengan hati yang damai. Namun, apakah kita membawa
perdamaian itu ke dunia? Apakah kita keluar dari Gereja dengan semangat untuk
memberitakan kabar baik? Ataukah kita hanya menganggap Gereja sebagai tempat
untuk memuaskan hasrat spiritual kita tanpa menghidupi Amanat Agung?
Amanat Agung dalam
Matius 28:19-20 memanggil kita untuk "pergi dan menjadikan semua bangsa
murid-Nya." Namun, jika kita hanya sibuk berkumpul dan tidak pernah keluar
untuk memberitakan Injil, maka kita gagal memahami esensi dari misi Yesus. Gereja
bukan sekedar tempat untuk berkumpul, tetapi juga tempat di mana kita
diperlengkapi dan kemudian diutus ke dunia. Masmur 107:22 juga mengingatkan
kita akan panggilan ini: “Biarlah mereka korban mempersembahkan syukur, dan
menceritakan perbuatan-perbuatan-Nya dengan sorak-sorai!” Kita dipanggil untuk
menjadi Saksi dari kasih setia Tuhan kepada dunia yang terikat oleh kuasa-kuasa
gelap duniawi.
Persekutuan dan
Penginjilan: Pandangan Calvinis dan Gereja Sebagai Rahim Ibu
Dalam tradisi
Calvinisme, persekutuan adalah sarana untuk memperkuat iman, tetapi bukan
tujuan akhir. Persekutuan yang sehat mendorong anggotanya untuk berpartisipasi
dalam penginjilan. Calvin menekankan bahwa Gereja harus menjadi tempat di mana
orang-orang percaya dibina, diperlengkapi, dan diutus. Gereja bukan hanya
tempat untuk menikmati kehadiran Tuhan, tetapi juga tempat di mana orang-orang
dipersiapkan untuk pergi dan melayani dunia. Calvin juga menggambarkan Gereja
sebagai “rahim ibu” yang melahirkan orang-orang percaya. Seperti seorang ibu
yang melahirkan, mengasuh, dan mendidik anak-anaknya untuk menjadi dewasa,
Gereja juga memiliki peran untuk melahirkan murid-murid yang siap pergi dan
memberitakan Injil.
Jika kita melihat
Gereja sebagai rahim, maka jelas bahwa Gereja tidak boleh berhenti hanya pada
persekutuan internal. Ibu yang baik tidak hanya menjaga anak-anaknya di rumah,
tetapi juga mempersiapkan mereka untuk pergi dan menghadapi dunia dengan kebenaran
yang telah mereka pelajari. Demikian juga dengan Gereja: tugas kita adalah
melahirkan dan mempersiapkan orang-orang yang siap membawa Kabar Baik kepada
dunia. Gereja adalah tempat di mana kita dibentuk, tetapi dunia adalah tempat
di mana kita diutus.
Ciri-Ciri Pembawa Kabar
Baik: Amsal 15:29-33
Amsal 15:29-33
memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya seorang pembawa kabar baik.
Dikatakan bahwa Tuhan dekat dengan orang-orang yang benar, tetapi jauh dari
orang fasik. Orang yang mendengarkan didikan dan nasihat Tuhan akan menemukan
hikmat, sementara orang yang mengabaikan ajaran akan tersesat. Orang yang
membawa kabar baik bukan hanya harus memiliki hati yang taat kepada Tuhan,
tetapi juga penuh dengan kebijaksanaan dan pengertian.
Namun, kenyataannya,
banyak Gereja saat ini kehilangan ciri-ciri ini. Gereja-gereja sibuk dengan
urusan-urusan internal, tanpa nasihat memperhatikan Firman Tuhan untuk pergi
dan memberitakan Injil. Para pemikir posmodern, seperti Jacques Derrida, Michel
Foucault, dan Jean Baudrillard, telah menilai struktur Gereja yang lebih
mementingkan institusi transformasi spiritual. Mereka menyoroti bagaimana
banyak Gereja lebih fokus pada pertumbuhan jumlah anggota, pendapatan, atau
pengaruh politik daripada fokus pada misi penginjilan dan pelayanan kepada
orang miskin, tertindas, dan yang terhilang. Dalam konteks ini, Gereja modern
sering kali melupakan esensi Amanat Agung dan peran transformatifnya di dunia.
Menghidupi Amanat
Agung: Kembali Pada Teladan Yesus
Yesus memberikan
teladan yang jelas dalam Markus 1:35-39. Meskipun Ia sibuk dengan pelayanan dan
banyak orang yang mencarinya, Yesus selalu menyempatkan diri untuk berdoa dan
memperkuat hubungan-Nya dengan Bapa. Ini menunjukkan bahwa sebelum kita melayani
dunia, kita harus memastikan bahwa kita terhubung dengan sumber kekuatan kita,
yaitu Tuhan sendiri. Setelah berdoa, Yesus tidak kembali untuk melanjutkan
pelayanan di tempat yang sama. Sebaliknya, Ia berkata, “Marilah kita pergi ke
tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan
Injil” (Markus 1:38).
Ini adalah panggilan
bagi kita semua. Gereja tidak seharusnya hanya menjadi tempat berkumpul dan
merayakan kebesaran Tuhan di antara orang-orang yang sudah percaya. Gereja juga
harus keluar, mencari mereka yang belum mendengar kabar baik. Teladan Yesus mengingatkan
kita bahwa Injil bukan hanya untuk segelintir orang, tetapi untuk semua orang.
Dan untuk itulah kita dicintai—untuk pergi, menjangkau, dan membawa kabar baik
ke tempat-tempat yang belum mengenal Kristus.
Created by AGM |
Penutup
Ada sebuah cerita
tentang seorang misionaris yang pergi ke sebuah desa terpencil untuk
memberitakan Injil. Ketika ia sampai di sana, ia menyadari bahwa banyak
penduduk desa yang hidup dalam kemiskinan dan kegelapan rohani. Namun, bukannya
segera memulai kebaktian, misionaris ini memilih untuk tinggal bersama mereka,
mendengarkan cerita-cerita mereka, dan membantu kebutuhan-kebutuhan dasar
mereka. Selama bertahun-tahun, perlahan-lahan ia mulai memperkenalkan Injil,
dan akhirnya seluruh desa menerima Kristus. Misionaris ini mengerti bahwa pergi
dan memberitakan kabar baik bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang
mendengarkan, melayani, dan menunjukkan kasih Kristus melalui tindakan.
Seperti misionaris itu,
kita juga dipanggil untuk pergi, bukan hanya dalam pengertian fisik, tetapi
juga dalam pengertian rohani. Pergi berarti keluar dari zona nyaman kita,
mendekati mereka yang belum mendengar, dan menyatakan kasih Tuhan melalui
kata-kata dan tindakan kita. seperti Yesus berkata, “Marilah kita pergi ke
tempat lain,” demikian juga kita dipanggil untuk bergerak, menjangkau, dan
memberitakan kabar baik. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, dan
tugas kita adalah membawanya ke dunia yang membutuhkan-Nya.
Komentar
Posting Komentar