Invocatio
:
Dan jalan-jalan kota itu akan penuh dengan anak laki-laki dan anak perempuan
yang bermain-main di situ. (Zakaria 8:5)
Bacaan
I :
Hakim-hakim 11:1-8
Khotbah
:
Lukas 19:1-10
Tema
:
Tempat Mendapatkan Kehidupan Yang Layak dan Benar
Pengantar
Di zaman modern ini,
kita sering mendengar berita tentang lingkungan yang tidak ramah terhadap
anak-anak. Dari kasus perundungan (bullying) di sekolah, kekerasan dalam rumah
tangga, hingga eksploitasi anak di media sosial, fenomena ini menunjukkan
betapa anak-anak rentan terhadap dampak buruk dari lingkungan sekitar.
Anak-anak yang seharusnya mendapatkan perhatian, perlindungan, dan bimbingan
yang layak, sering kali menjadi korban dari sistem sosial yang lebih
memprioritaskan hal-hal materi dibandingkan kesejahteraan mereka.
Banyak keluarga dan
komunitas juga tidak menyadari bahwa pola asuh dan interaksi mereka bisa
memengaruhi perkembangan mental dan spiritual anak-anak. Hal ini menyebabkan
anak-anak tumbuh dalam ketakutan, tekanan, atau bahkan kekerasan yang
berkelanjutan. Lingkungan yang tidak ramah ini berpotensi merusak pertumbuhan
karakter dan iman mereka, padahal anak-anak adalah anugerah dari Tuhan yang
harus dijaga dengan penuh kasih.
Situasi ini menjadi
pengingat penting bagi kita, baik sebagai orangtua maupun gereja, bahwa kita
harus menciptakan lingkungan yang benar-benar mendukung anak-anak untuk
berkembang dengan sehat dan penuh kasih. Namun, apakah kita sudah berusaha
menciptakan lingkungan yang ramah terhadap anak-anak seperti yang diinginkan
Tuhan?
Nabi Zakaria memberikan
gambaran tentang harapan akan masa depan yang penuh dengan kedamaian dan
keadilan. Dalam Zakaria 8:5, dia menubuatkan bahwa "anak laki-laki dan
perempuan akan bermain di jalan-jalan kota Yerusalem." Ini adalah gambaran
tentang lingkungan yang penuh dengan keamanan dan kasih, di mana anak-anak bisa
bermain dengan bebas tanpa rasa takut. Namun, konteks saat itu berbeda.
Yerusalem, yang saat itu baru saja mulai dibangun kembali setelah pembuangan,
masih penuh dengan ketidakstabilan. Lingkungan tidak kondusif untuk anak-anak
karena adanya ancaman dari luar, ketidakpastian ekonomi, serta kurangnya
perhatian terhadap generasi muda.
Nubuatan ini memberikan
visi tentang dunia yang ideal, di mana anak-anak bisa tumbuh dan berkembang
dalam lingkungan yang penuh dengan kasih dan perhatian. Namun, untuk mencapai
lingkungan yang demikian, diperlukan upaya dan komitmen dari semua pihak—baik
dari keluarga, masyarakat, maupun institusi keagamaan. Jika kita tidak
menciptakan lingkungan yang ramah dan aman bagi anak-anak, kita mungkin
mengulangi kesalahan masa lalu, seperti yang terjadi di zaman Zakaria, ketika
anak-anak sering kali diabaikan dalam proses pembangunan masyarakat.
Dampak dari Lingkungan
yang Tidak Ramah Anak
Kisah Yefta dalam
Hakim-hakim 11:1-8 menggambarkan secara jelas bagaimana lingkungan yang tidak
ramah terhadap anak dapat berdampak negatif pada perkembangan seseorang. Yefta
adalah anak dari seorang perempuan sundal, dan karena asal-usulnya, ia diusir oleh
saudara-saudaranya dari rumahnya. Yefta tumbuh dalam lingkungan yang
menolaknya, yang membuatnya menjadi seorang pemimpin kelompok perampok.
Meskipun akhirnya ia dipanggil kembali untuk memimpin bangsa Israel dalam
perang, masa kecilnya yang penuh penolakan mempengaruhi karakter dan
tindakannya.
Dari sisi psikologis,
lingkungan yang tidak ramah dapat menciptakan luka batin yang mendalam bagi
anak-anak. Ketika anak-anak merasa ditolak, diabaikan, atau tidak diinginkan,
mereka bisa mengalami masalah kepercayaan diri, rasa tidak aman, dan bahkan gangguan
emosional yang berdampak pada kehidupan mereka di masa dewasa. Dalam kasus
Yefta, penolakan yang ia alami membuatnya tumbuh dengan kebencian dan rasa
dendam, yang pada akhirnya memengaruhi bagaimana ia memimpin dan membuat
keputusan.
Gereja dan orangtua
perlu memahami pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan
emosional dan spiritual anak-anak. Jika kita tidak memberikan perhatian yang
cukup, anak-anak bisa merasa ditolak dan akhirnya mencari pengakuan di tempat
yang salah, seperti Yefta yang bergabung dengan perampok.
Kesalahan dan Tindakan
Aplikatif
Dalam Lukas 19:1-10,
kita melihat kisah Zakheus, seorang pemungut cukai yang kaya namun dijauhi oleh
masyarakat karena pekerjaannya. Zakheus digambarkan sebagai orang yang ingin
sekali melihat Yesus, tetapi karena tubuhnya yang kecil dan orang banyak yang
menghalanginya, ia harus memanjat pohon untuk bisa melihat Yesus. Kisah ini
menggambarkan bagaimana Zakheus, yang sering kali dianggap rendah oleh
masyarakat, justru mendapatkan perhatian langsung dari Yesus.
Seandainya Zakheus
diibaratkan sebagai anak-anak, maka kita bisa melihat bahwa banyak hal yang
sering dilakukan gereja, orangtua, dan lingkungan yang tidak ramah terhadap
anak-anak. Ada beberapa perilaku yang bisa kita refleksikan:
1.
Mengabaikan Suara Anak:
Seperti kerumunan orang yang tidak memberikan ruang bagi Zakheus, sering kali
kita, sebagai orang dewasa, mengabaikan keinginan dan kebutuhan anak-anak.
Anak-anak sering kali tidak didengar atau diabaikan pendapatnya karena dianggap
belum memiliki "pengalaman" atau "kematangan."
2.
Memandang Anak-anak dengan Label
Negatif: Sama seperti Zakheus yang dipandang rendah karena
pekerjaannya, anak-anak juga sering kali dilabeli dengan kata-kata negatif,
seperti "nakal," "bodoh," atau "tidak disiplin."
Sikap ini bisa merusak harga diri anak-anak dan membuat mereka merasa tidak
berharga.
3.
Menghambat Anak Mengalami Yesus:
Ketika kita terlalu sibuk dengan hal-hal dewasa dan tidak memberikan ruang bagi
anak-anak untuk berinteraksi dengan Yesus (misalnya, melalui aktivitas gereja
yang berfokus pada kebutuhan orang dewasa saja), kita sama saja seperti
kerumunan yang menghalangi Zakheus. Anak-anak perlu dibimbing secara spiritual
agar mereka bisa merasakan kasih Tuhan secara nyata.
Tindakan Aplikatif:
Membangun Lingkungan yang Ramah Anak
Untuk menciptakan
lingkungan yang ramah terhadap anak, baik di rumah maupun di gereja, berikut
adalah beberapa langkah aplikatif yang dapat diambil:
1.
Memberikan Ruang untuk Anak
Berkembang: Gereja dan orangtua harus memberikan anak-anak
ruang untuk berkembang secara fisik, mental, dan spiritual. Hal ini bisa
dilakukan dengan menyediakan program-program khusus bagi anak-anak di gereja,
seperti sekolah minggu yang interaktif, serta memberikan waktu dan perhatian di
rumah untuk berdialog dengan anak tentang kehidupan dan iman mereka.
2.
Mendengarkan Anak dengan Empati:
Sama seperti Yesus yang memperhatikan Zakheus, kita juga harus mendengarkan
anak-anak dengan empati dan tanpa prasangka. Ini berarti mendengar apa yang
mereka rasakan, berpikir, dan alami, serta memberikan dukungan yang mereka
butuhkan.
3.
Menciptakan Komunitas yang Aman dan
Menyambut: Gereja dan orangtua harus menciptakan lingkungan
di mana anak-anak merasa aman secara emosional dan fisik. Ini berarti tidak
hanya melindungi anak-anak dari kekerasan fisik, tetapi juga dari bullying,
kata-kata yang menyakitkan, atau sikap yang merendahkan.
4.
Membimbing Anak untuk Bertemu Yesus:
Sama seperti Yesus yang datang untuk "menyelamatkan yang terhilang"
(Lukas 19:10), kita harus membantu anak-anak untuk bertemu Yesus dalam
kehidupan mereka. Gereja harus memastikan bahwa pelayanan anak-anak tidak hanya
menjadi aktivitas sampingan, tetapi menjadi bagian integral dari misi gereja.
Di rumah, orangtua juga harus aktif terlibat dalam mendidik iman anak-anak
mereka, bukan hanya mengandalkan gereja.
Penutup
Anak-anak adalah harta
yang paling berharga yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Melalui kisah
Zakheus, kita diingatkan bahwa meskipun masyarakat sering kali mengabaikan
mereka yang dianggap "kecil," Yesus justru mengangkat mereka dan
memberikan mereka perhatian. Sebagai orangtua dan gereja, kita dipanggil untuk
menciptakan lingkungan yang ramah dan penuh kasih, di mana anak-anak dapat
tumbuh dengan baik, mengenal kasih Tuhan, dan mengalami kehidupan yang layak
dan benar. Marilah kita semua berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi
anak-anak kita, baik dalam hal pendidikan, pengasuhan, maupun dalam iman
mereka.
Komentar
Posting Komentar