REFRENSI TAMBAHAN KHOTBAH MINGGU GBKP 15 DESEMBER 2024 – MINGGU ADVENT KETIGA "Mempersiapkan Diri Menanti Kedatangan-Nya"

 


Masa Adven adalah sebuah perjalanan batin yang mengajarkan kita arti sejati dari menanti dengan penuh kesetiaan. Minggu Adven ketiga, yang dikenal sebagai Gaudete Sunday, membawa sukacita di tengah penantian. Namun, sukacita sejati tidak hanya berasal dari perayaan semata, tetapi dari persiapan hati yang sungguh-sungguh. Seperti yang diajarkan oleh Yesus dalam perumpamaan sepuluh gadis di Matius 25:1-13, kedatangan mempelai adalah sebuah kepastian. Tetapi, bagaimana kita menyikapinya? Apakah hati kita telah penuh dengan minyak iman untuk menyambut Sang Raja?

Perumpamaan tentang sepuluh gadis adalah cermin dari kehidupan kita sebagai orang percaya. Lima gadis bijaksana membawa minyak cadangan, sementara lima lainnya tidak siap. Minyak itu melambangkan iman, pengharapan, dan kasih yang terus dipelihara. Penantian mereka bukanlah waktu yang terbuang, tetapi kesempatan untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik. Dalam Lukas 1:30, kita diingatkan akan kata-kata malaikat kepada Maria: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah." Maria, seorang gadis muda yang polos, memilih untuk mempersiapkan hatinya dengan ketaatan yang luar biasa. Ia tidak hanya menerima kabar sukacita itu, tetapi juga menjalani panggilan yang penuh risiko dengan penuh penyerahan.

Ketidaksiapan sering kali lahir dari kecemasan dan perhatian yang terpecah. Dunia modern yang penuh dengan hiruk-pikuk sering kali menjauhkan kita dari momen refleksi yang mendalam. Dalam psikologi, Viktor Frankl pernah berkata bahwa manusia yang memiliki makna hidup mampu bertahan dalam situasi paling sulit. Masa Adven adalah waktu untuk merenungkan: apa makna terdalam dari hidup kita? Apakah kita siap jika Tuhan datang hari ini? Sukacita dalam penantian tidak akan ditemukan di tengah kegelisahan, tetapi di dalam pengharapan yang tak tergoyahkan.

Yesaya 26:1-6 menggambarkan kota yang penuh damai, yang dihuni oleh mereka yang percaya kepada Allah. "Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya" (Yesaya 26:3). Damai ini adalah hadiah bagi mereka yang mengandalkan Tuhan, bukan pada kekuatan sendiri. Dari sudut pandang filsafat, Stoisisme menawarkan pelajaran penting: kita tidak dapat mengendalikan waktu kedatangan Sang Mempelai, tetapi kita dapat mengendalikan bagaimana kita mempersiapkan hati untuk menyambut-Nya. Filosof Epictetus pernah berkata, "Kita tidak dikendalikan oleh apa yang terjadi pada kita, tetapi oleh bagaimana kita menanggapi apa yang terjadi." Penantian bukanlah beban, melainkan sebuah undangan untuk bertumbuh.

Dalam pelayanan sehari-hari, sering kali kita menemukan orang-orang yang kehilangan sukacita di tengah penantian panjang mereka. Seorang jemaat pernah berbagi tentang pergumulannya menghadapi penyakit yang berat. Ia mengakui bahwa ada saat-saat di mana ia merasa putus asa, tetapi ia memilih untuk terus memuji Tuhan, berdoa, dan membaca firman. Ketika akhirnya kesembuhan datang, ia menyadari bahwa masa penantian itu menjadi alat Tuhan untuk memperkuat imannya. Hal ini mengingatkan kita bahwa penantian yang setia adalah bagian dari rencana Allah untuk membentuk kita menjadi lebih serupa dengan-Nya.

Adven mengundang kita untuk menyalakan lilin sukacita, bukan sebagai simbol semata, tetapi sebagai refleksi dari hati yang penuh pengharapan. Dalam dunia yang sering kali menuntut segalanya serba instan, kita diajak untuk menghargai proses dan makna penantian. Seperti Maria yang berkata, "Jadilah padaku menurut perkataanmu itu" (Lukas 1:38), kita dipanggil untuk merendahkan hati dan menyerahkan seluruh hidup kita kepada-Nya. Menanti Kristus bukan sekadar mengisi waktu, tetapi mempersiapkan diri untuk menjadi persembahan yang harum bagi Tuhan.

Ketika kita melihat kembali perjalanan penantian umat Israel akan Mesias, kita diingatkan bahwa penggenapan janji Allah selalu datang tepat waktu. Yesus tidak datang sebagai Raja yang gemerlap, tetapi sebagai bayi yang lahir dalam kesederhanaan. Namun, justru dalam kesederhanaan itu terdapat kekuatan yang mengubah dunia. Kita sering kali ingin melihat tanda-tanda besar dalam hidup kita, tetapi Tuhan sering kali bekerja melalui hal-hal kecil yang membutuhkan mata iman untuk mengenalinya.

Dalam keheningan malam Betlehem, kita belajar bahwa kedamaian sejati tidak datang dari keadaan luar, tetapi dari hubungan yang mendalam dengan Tuhan. Kedamaian ini melampaui segala pengertian dan membawa pengharapan di tengah kekacauan. Ketika kita mempersiapkan diri untuk menyambut Kristus, marilah kita juga membawa damai itu kepada orang-orang di sekitar kita. Menjadi pembawa damai bukanlah tugas yang mudah, tetapi itu adalah panggilan kita sebagai pengikut Kristus.

Masa Adven adalah sebuah perjalanan yang menantang sekaligus penuh sukacita. Saat lonceng kedatangan-Nya berbunyi, biarlah kita ditemukan siap, dengan pelita iman yang menyala terang, menyambut Dia dengan penuh sukacita dan hati yang berserah. Kiranya perjalanan ini bukan hanya menjadi ritual tahunan, tetapi momen transformasi yang mendalam, di mana kita belajar untuk menanti dengan iman, mempersiapkan diri dengan kasih, dan menyambut-Nya dengan sukacita yang melimpah.

Komentar