RENUNGAN #11 "Melihat Sang Raja di Palungan" (RENUNGAN MENUJU 25 DESEMBER)

 


(Lukas 2:7: “Dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan kain lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.”)

Di tengah malam yang sunyi, di sebuah kandang sederhana, Maria melahirkan Yesus, Raja di atas segala raja. Bukan di istana megah, tetapi di palungan yang biasa digunakan untuk memberi makan ternak. Kontras ini mencerminkan kedalaman kasih dan kerendahan hati Allah yang memilih cara paling sederhana untuk menyatakan kemuliaan-Nya.

Para gembala, yang datang sebagai saksi pertama, tidak menemukan sosok raja dalam pakaian mewah, tetapi bayi kecil yang dibungkus kain lampin. Namun, di balik kesederhanaan itu, mereka melihat kemuliaan yang sejati—Raja yang membawa damai dan harapan bagi dunia.

Kesederhanaan adalah tema yang terus hadir sepanjang hidup Yesus. Dari kelahiran-Nya di palungan hingga pelayanan-Nya yang dilakukan di antara orang-orang miskin dan terpinggirkan, Yesus menunjukkan bahwa kemuliaan sejati tidak tergantung pada status atau kekayaan.

Psikolog Abraham Maslow, dalam hierarki kebutuhannya, menyebut self-actualization (aktualisasi diri) sebagai puncak kebutuhan manusia. Namun, hidup Yesus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam pencapaian ego, melainkan dalam memberi diri bagi orang lain.

Filsuf Denmark Søren Kierkegaard juga menekankan pentingnya kesederhanaan spiritual. Ia berkata bahwa "kebenaran sejati sering ditemukan dalam hal-hal yang sederhana." Yesus, Raja di palungan, adalah kebenaran itu—kebenaran yang mengundang kita untuk melepaskan kesombongan duniawi dan hidup dengan rendah hati.

Dalam dunia yang sering terobsesi dengan kemewahan dan pencapaian, kesederhanaan bisa terasa asing. Namun, Betlehem mengingatkan kita bahwa nilai sejati bukan terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada siapa kita melayani.

1.      Hidup dengan Rasa Syukur: Menghargai hal-hal kecil dalam hidup, seperti waktu bersama keluarga atau teman, adalah langkah pertama untuk menjalani hidup yang sederhana tetapi bermakna.

2.      Mengutamakan Relasi daripada Materi: Yesus datang bukan untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi untuk membangun hubungan dengan manusia. Apakah kita mengutamakan orang di atas barang?

3.      Membagikan Apa yang Kita Miliki: Kesederhanaan memungkinkan kita untuk lebih banyak memberi. Ketika kita melepaskan keinginan untuk memiliki lebih banyak, kita bebas untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan.

Kisah kehidupan Ibu Teresa adalah contoh nyata bagaimana kesederhanaan menjadi saluran kasih Allah. Ia memilih untuk hidup di tengah orang miskin di Kalkuta, India, melayani mereka dengan penuh kasih dan kerendahan hati. Dalam kesederhanaan hidupnya, ia membawa kemuliaan Allah ke tempat-tempat paling gelap.

Kesaksiannya menunjukkan bahwa, seperti Yesus yang lahir di palungan, hidup sederhana dapat menjadi cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyatakan kasih-Nya kepada dunia.

Refleksi Pribadi: Apa yang Kita Cari di Palungan?

Ketika kita melihat ke palungan, apa yang kita lihat? Apakah kita hanya melihat kesederhanaan yang tampak biasa, atau kita mampu melihat Raja yang membawa damai dan pengharapan? Dalam hidup kita, apakah kita menghargai kesederhanaan sebagai jalan menuju kebahagiaan sejati?

Yesus mengundang kita untuk hidup dengan hati yang terbuka, menghargai apa yang sudah kita miliki, dan menjalani hidup yang berfokus pada hal-hal yang kekal, bukan yang sementara.


Referensi

1.      Alkitab (Lukas 2:7, Matius 6:19-21, Filipi 2:5-8)

2.      Abraham Maslow, Motivation and Personality (tentang aktualisasi diri dan kebutuhan manusia)

3.      Søren Kierkegaard, The Sickness Unto Death (kesederhanaan spiritual dan kebenaran sejati)

4.      Kisah hidup Ibu Teresa, sebagaimana ditulis dalam buku Mother Teresa: Come Be My Light

5.      Artikel Christianity Today tentang spiritualitas dalam kesederhanaan hidup.

6.      Buku Celebration of Discipline oleh Richard J. Foster, yang membahas bagaimana kesederhanaan dapat menjadi disiplin rohani.

Komentar

Anonim mengatakan…
Bujur Pdt semangat terus 👍