RENUNGAN #13 "Mengenal Kasih yang Lahir di Betlehem" (RENUNGAN MENUJU 25 DESEMBER)

 


Yohanes 3:16: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Betlehem adalah tempat di mana kasih Allah dinyatakan secara nyata. Dalam kelahiran Yesus, kasih yang sebelumnya hanya dijanjikan kini hadir dalam rupa manusia. Kasih itu tidak bersifat abstrak, melainkan menjadi pribadi yang hidup—Yesus Kristus, Sang Immanuel, Allah beserta kita.

Palungan di Betlehem adalah simbol kasih yang melampaui segala pengertian manusia. Allah yang Mahakuasa memilih untuk hadir di dunia yang penuh dosa, dalam bentuk bayi yang lemah dan rentan. Pilihan ini menunjukkan bahwa kasih sejati tidak mengandalkan kekuasaan, melainkan pengorbanan dan kerendahan hati.

Kasih yang dinyatakan di Betlehem melampaui batasan budaya, status, dan dosa manusia. Filsuf Agustinus dari Hippo menggambarkan kasih Allah sebagai caritas, kasih yang memberi dan tidak menuntut balasan. Di Betlehem, kita melihat kasih ini dalam tindakan Allah yang memberikan Anak-Nya bagi dunia yang belum layak menerimanya.

Psikolog Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving menjelaskan bahwa kasih sejati melibatkan perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengertian. Betlehem menjadi bukti bahwa Allah mencintai umat manusia dengan penuh perhatian, mengambil tanggung jawab atas dosa kita, menghormati kebebasan kita, dan memahami kelemahan kita.

Kasih yang lahir di Betlehem mengundang kita untuk hidup dengan cara yang mencerminkan kasih itu. Bagaimana kita dapat menghidupi kasih dalam hubungan sehari-hari?

1.      Mempraktikkan Pengampunan: Yesus lahir untuk memulihkan hubungan antara manusia dan Allah. Kita dipanggil untuk memulihkan hubungan dengan sesama melalui pengampunan.

2.      Memberi Tanpa Pamrih: Kasih sejati tidak menuntut balasan. Dalam dunia yang sering mengutamakan keuntungan pribadi, kita dapat memberi dengan tulus, seperti Allah memberi Anak-Nya.

3.      Memiliki Empati: Kasih yang diwujudkan Yesus melibatkan kehadiran-Nya di tengah penderitaan manusia. Dalam hidup kita, empati adalah cara untuk mencerminkan kasih itu.

Corrie ten Boom, seorang Kristen Belanda yang selamat dari Holocaust, memberi kesaksian tentang kekuatan kasih Allah. Setelah perang, ia bertemu seorang mantan penjaga kamp konsentrasi yang meminta pengampunan. Meski awalnya sulit, Corrie memilih untuk mengampuni, dengan menyadari bahwa kasih Allah mengalir melalui dirinya.

Kisah Corrie menunjukkan bahwa kasih Allah yang lahir di Betlehem dapat mengubah hati yang paling terluka sekalipun, dan memungkinkan kita untuk mengasihi mereka yang tampaknya tidak dapat dikasihi.

Refleksi Pribadi: Apakah Kita Hidup dalam Kasih Betlehem?

Kasih Allah di Betlehem mengundang kita untuk merenungkan hubungan kita dengan orang lain. Apakah kita sudah hidup dengan kasih yang tidak egois dan penuh pengampunan? Apakah kita mencerminkan kasih Allah dalam tindakan sehari-hari kita?

Betlehem mengingatkan kita bahwa kasih sejati dimulai dari tindakan sederhana, seperti memberi perhatian kepada orang-orang di sekitar kita atau menawarkan penghiburan kepada mereka yang membutuhkan.




Referensi

1.      Alkitab (Yohanes 3:16, 1 Yohanes 4:7-11, Matius 5:44)

2.      Agustinus dari Hippo, Confessions (tentang caritas dan kasih Allah)

3.      Erich Fromm, The Art of Loving (tentang sifat kasih sejati)

4.      Kisah Corrie ten Boom dalam The Hiding Place

5.      Buku Love Walked Among Us oleh Paul E. Miller (mengenai cara Yesus mencerminkan kasih dalam hubungan)

6.      Artikel Desiring God tentang kasih Allah yang tidak bersyarat.

Komentar

Anonim mengatakan…
Mantap Pdt.... bujur semangat terus