Yohanes
3:16: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Betlehem adalah tempat
di mana kasih Allah dinyatakan secara nyata. Dalam kelahiran Yesus, kasih yang
sebelumnya hanya dijanjikan kini hadir dalam rupa manusia. Kasih itu tidak
bersifat abstrak, melainkan menjadi pribadi yang hidup—Yesus Kristus, Sang Immanuel,
Allah beserta kita.
Palungan di Betlehem
adalah simbol kasih yang melampaui segala pengertian manusia. Allah yang
Mahakuasa memilih untuk hadir di dunia yang penuh dosa, dalam bentuk bayi yang
lemah dan rentan. Pilihan ini menunjukkan bahwa kasih sejati tidak mengandalkan
kekuasaan, melainkan pengorbanan dan kerendahan hati.
Kasih yang dinyatakan
di Betlehem melampaui batasan budaya, status, dan dosa manusia. Filsuf
Agustinus dari Hippo menggambarkan kasih Allah sebagai caritas, kasih
yang memberi dan tidak menuntut balasan. Di Betlehem, kita melihat kasih ini
dalam tindakan Allah yang memberikan Anak-Nya bagi dunia yang belum layak
menerimanya.
Psikolog Erich Fromm
dalam bukunya The Art of Loving menjelaskan bahwa kasih sejati
melibatkan perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengertian. Betlehem
menjadi bukti bahwa Allah mencintai umat manusia dengan penuh perhatian,
mengambil tanggung jawab atas dosa kita, menghormati kebebasan kita, dan memahami
kelemahan kita.
Kasih yang lahir di
Betlehem mengundang kita untuk hidup dengan cara yang mencerminkan kasih itu.
Bagaimana kita dapat menghidupi kasih dalam hubungan sehari-hari?
1.
Mempraktikkan Pengampunan:
Yesus lahir untuk memulihkan hubungan antara manusia dan Allah. Kita dipanggil
untuk memulihkan hubungan dengan sesama melalui pengampunan.
2.
Memberi Tanpa Pamrih:
Kasih sejati tidak menuntut balasan. Dalam dunia yang sering mengutamakan
keuntungan pribadi, kita dapat memberi dengan tulus, seperti Allah memberi
Anak-Nya.
3.
Memiliki Empati:
Kasih yang diwujudkan Yesus melibatkan kehadiran-Nya di tengah penderitaan
manusia. Dalam hidup kita, empati adalah cara untuk mencerminkan kasih itu.
Corrie ten Boom,
seorang Kristen Belanda yang selamat dari Holocaust, memberi kesaksian tentang
kekuatan kasih Allah. Setelah perang, ia bertemu seorang mantan penjaga kamp
konsentrasi yang meminta pengampunan. Meski awalnya sulit, Corrie memilih untuk
mengampuni, dengan menyadari bahwa kasih Allah mengalir melalui dirinya.
Kisah Corrie
menunjukkan bahwa kasih Allah yang lahir di Betlehem dapat mengubah hati yang
paling terluka sekalipun, dan memungkinkan kita untuk mengasihi mereka yang
tampaknya tidak dapat dikasihi.
Refleksi Pribadi:
Apakah Kita Hidup dalam Kasih Betlehem?
Kasih Allah di Betlehem
mengundang kita untuk merenungkan hubungan kita dengan orang lain. Apakah kita
sudah hidup dengan kasih yang tidak egois dan penuh pengampunan? Apakah kita
mencerminkan kasih Allah dalam tindakan sehari-hari kita?
Betlehem mengingatkan
kita bahwa kasih sejati dimulai dari tindakan sederhana, seperti memberi
perhatian kepada orang-orang di sekitar kita atau menawarkan penghiburan kepada
mereka yang membutuhkan.
Referensi
1.
Alkitab (Yohanes 3:16, 1 Yohanes 4:7-11,
Matius 5:44)
2.
Agustinus dari Hippo, Confessions
(tentang caritas dan kasih Allah)
3.
Erich Fromm, The Art of Loving
(tentang sifat kasih sejati)
4.
Kisah Corrie ten Boom dalam The
Hiding Place
5.
Buku Love Walked Among Us oleh
Paul E. Miller (mengenai cara Yesus mencerminkan kasih dalam hubungan)
6.
Artikel Desiring God tentang
kasih Allah yang tidak bersyarat.
Komentar
Posting Komentar