(Lukas 2:10: “Lalu kata
malaikat itu kepada mereka: ‘Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan
kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa.’”)
Para gembala yang
menjaga kawanan domba di malam hari tidak menduga akan mendapat kunjungan dari
malaikat. Cahaya yang tiba-tiba bersinar di sekitar mereka membuat mereka
takut. Ketakutan ini adalah reaksi manusiawi ketika berhadapan dengan sesuatu
yang tak terduga dan tidak bisa dijelaskan. Namun, pesan malaikat itu segera
mengubah rasa takut mereka menjadi sukacita: Sang Juruselamat telah lahir di
Betlehem.
Ketakutan para gembala
adalah gambaran ketakutan yang sering kita rasakan dalam perjalanan iman. Kita
takut pada ketidakpastian, kegagalan, atau hal-hal yang ada di luar kendali
kita. Namun, seperti para gembala, kita juga dipanggil untuk mendengarkan suara
Tuhan, yang membawa kabar baik dan mengubah ketakutan kita menjadi sukacita.
Di dunia yang penuh
tekanan, kecemasan telah menjadi bagian dari kehidupan banyak orang. Psikolog
Brené Brown menjelaskan bahwa kecemasan sering kali muncul dari rasa tidak aman
atau takut akan penilaian orang lain. Ketakutan ini bisa melumpuhkan dan menghalangi
kita untuk mengambil langkah iman.
Namun, pesan malaikat
kepada para gembala—“Jangan takut”—masih relevan hari ini. Tuhan ingin kita
percaya bahwa Dia ada bersama kita, bahkan di tengah kecemasan. Filsuf dan
teolog Paul Tillich menulis bahwa iman adalah keberanian untuk percaya meskipun
kita merasa takut. Dalam bukunya The Courage to Be, ia menekankan bahwa
keberanian iman tidak menghilangkan ketakutan, tetapi memberi kita kekuatan
untuk melangkah di tengah ketakutan itu.
Banyak orang merasa
terjebak oleh ketakutan: takut gagal dalam pekerjaan, takut menghadapi konflik,
atau takut akan masa depan. Namun, seperti para gembala yang meninggalkan domba
mereka untuk pergi ke Betlehem, kita dipanggil untuk meninggalkan ketakutan
kita dan bergerak menuju Kristus.
Ketika kita fokus pada
janji Tuhan, ketakutan mulai digantikan oleh damai sejahtera. Rasul Paulus
menulis dalam Filipi 4:6-7, "Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa
pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam
doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Maka damai sejahtera Allah... akan
memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus."
John Wesley, pendiri
gerakan Methodis, pernah mengalami ketakutan luar biasa saat menghadapi badai
di tengah laut. Namun, ia terinspirasi oleh keberanian sekelompok Moravian,
yang tetap bernyanyi dan berdoa dengan tenang meskipun menghadapi bahaya. Wesley
menyadari bahwa keberanian mereka berasal dari iman yang mendalam kepada Allah.
Pengalaman ini mengubah hidup Wesley dan mendorongnya untuk sepenuhnya
mempercayakan dirinya kepada Kristus.
Kisah Wesley
mengingatkan kita bahwa ketakutan bisa diatasi dengan iman yang teguh. Tuhan
tidak menjanjikan hidup tanpa badai, tetapi Dia menjanjikan kehadiran-Nya di
tengah badai.
Seperti para gembala
yang awalnya ketakutan tetapi kemudian bersukacita, kita juga dapat mengalami
transformasi ini. Ketika kita menyerahkan ketakutan kita kepada Tuhan, Dia
menggantinya dengan damai dan sukacita yang melampaui pengertian manusia.
Betlehem, tempat lahirnya Kristus, adalah simbol pengharapan dan kasih Allah
yang sempurna.
Refleksi Pribadi
Apa ketakutan yang Anda
hadapi saat ini? Apakah Anda takut melangkah dalam iman karena ketidakpastian?
Tuhan memanggil kita untuk mendekat kepada-Nya, seperti para gembala yang
bergegas ke Betlehem. Mari kita tinggalkan ketakutan kita dan percaya bahwa Tuhan
sudah menyediakan sukacita di dalam Kristus.
Referensi
1.
Alkitab (Lukas 2:10, Filipi 4:6-7)
2.
Brené Brown, The Gifts of
Imperfection
3.
Paul Tillich, The Courage to Be
4.
Kisah John Wesley dan perjumpaannya
dengan Moravian di tengah badai laut.
5.
Artikel dari Psychology Today
tentang mengatasi kecemasan dengan iman.
6.
Jurnal Christianity Today tentang
relevansi pesan “Jangan takut” dalam kehidupan modern.
Komentar
Posting Komentar