BAHAN SERMON PEKAN PENATALAYAN GBKP 2025 HARI PERTAMA "Tuhan Menjadikan Manusia Menjadi TemanNya 2 Korintus 5:16-19 "

 

===================================================================

Invocatio       : Yohanes 3:16

Bacaan I        : Jesaya 54:9-10

Kotbah           : 2 Korinti 5:16-19

Tema              : TUHAN MENCIPTAKAN MANUSIA MENJADI TEMANNYA

===================================================================


Bayangkan ini: Sang Pencipta alam semesta, yang dengan satu kata menciptakan bintang-bintang, galaksi, dan segala sesuatu di dalamnya, menginginkan Anda menjadi teman-Nya. Kedengarannya seperti undangan ke klub paling eksklusif yang pernah ada, bukan? Namun, undangan ini tidak disertai dengan persyaratan ketat atau formulir pendaftaran yang rumit. Bahkan, Tuhan mengulurkan tangan-Nya kepada manusia yang seringkali kacau, bingung, dan, jujur saja, kadang-kadang menyebalkan. Tapi itulah keindahannya. Tuhan melihat kita, dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan kita, dan berkata, “Aku tetap ingin bersama kamu.” Ini adalah kisah cinta tertinggi, yang dibingkai oleh Yohanes 3:16: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

 

Dalam konteks kehidupan yang sering dipenuhi dengan perbedaan pandangan dan konflik, undangan ini menjadi relevan. Tuhan tidak hanya menerima kita, tetapi juga mengajarkan kita untuk menerima sesama manusia, tanpa memandang latar belakang, keyakinan, atau perbedaan lainnya.

 

Betapa Tuhan Mengasihi Manusia

Dalam dunia psikologi, ada konsep yang disebut "attachment theory" atau teori keterikatan. Manusia diciptakan dengan kebutuhan mendalam untuk merasa diterima, dikasihi, dan dimengerti. Menariknya, Alkitab menunjukkan bahwa Tuhan memenuhi kebutuhan ini dengan cara yang luar biasa. Dalam Yesaya 54:9-10, Tuhan berjanji untuk tidak lagi murka kepada manusia, menggambarkan kasih yang tidak tergoyahkan: “Gunung-gunung boleh beranjak dan bukit-bukit boleh bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak daripadamu.” Janji ini menunjukkan bahwa bahkan dalam ketidaksetiaan manusia, Tuhan tetap setia.

 

Dalam konteks filsafat postmodern, Jacques Derrida berbicara tentang konsep “gift” atau pemberian yang murni. Dalam pemberian kasih-Nya, Tuhan tidak mengharapkan balasan yang setara. Yohanes 3:16 adalah pemberian terbesar: Allah memberikan Anak-Nya untuk kita, bukan karena kita pantas, tetapi karena belas kasih-Nya yang tanpa syarat. Manusia hanya diminta untuk merespons dengan iman, yang pada hakikatnya adalah pengakuan akan kebutuhan kita yang mendalam akan Tuhan.

 

Kasih ini juga mengajarkan kita untuk melihat manusia lain sebagai sesama yang berharga. Dalam dunia yang sering kali memperbesar perbedaan, kasih Tuhan mengundang kita untuk merangkul kesamaan yang mendasar: kita semua adalah ciptaan-Nya yang dicintai.

 

Respon Manusia: Pengakuan, Kemitraan, dan Toleransi

Respon manusia terhadap kasih Tuhan ini bukanlah tentang berusaha keras untuk membalas kasih itu, tetapi tentang menghargai pemberian-Nya. Dalam psikologi, ada istilah "gratitude practice" — praktik rasa syukur. Ketika manusia mengenali betapa besar kasih Tuhan, mereka diajak untuk hidup dalam rasa syukur, bukan dalam upaya membayar kembali apa yang telah diberikan Tuhan. Seperti yang ditulis Paulus dalam 2 Korintus 5:16-19, manusia tidak hanya direkonsiliasi dengan Tuhan, tetapi juga diberi tugas untuk menjadi duta pendamaian.

 

Duta pendamaian ini tidak hanya berlaku dalam konteks hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesama manusia. Dalam filsafat eksistensialisme, Martin Buber berbicara tentang hubungan “I-Thou” (Aku-Engkau), yang menekankan hubungan yang intim dan penuh hormat antara dua pihak. Hubungan ini mengundang kita untuk melihat sesama dengan penuh kasih dan pengertian, bahkan ketika kita berbeda pandangan atau keyakinan.

 

Toleransi bukan berarti mengorbankan keyakinan pribadi, tetapi menghormati keberadaan dan pilihan orang lain. Tuhan, dalam kasih-Nya, mengundang kita untuk mencerminkan belas kasih ini dalam kehidupan sehari-hari, menghapus prasangka, dan menciptakan ruang untuk dialog yang membangun.

 

Tuhan, Teman yang Sempurna

Menjadi teman Tuhan berarti memasuki hubungan yang tidak didasarkan pada hierarki atau ketakutan, tetapi pada kasih dan kemitraan. Seperti yang kita ucapkan dalam Pengakuan Iman Rasuli, kita percaya akan "persekutuan orang kudus." Persekutuan ini adalah cerminan hubungan kita dengan Tuhan, yang memanggil kita untuk hidup dalam komunitas yang mencerminkan kasih-Nya.

 

Humor bisa menjadi bagian dari hubungan ini. Bayangkan Tuhan melihat kita ketika kita membuat kesalahan bodoh — seperti lupa bahwa kita baru saja berdoa untuk sesuatu yang kemudian kita keluhkan. Namun, Dia tetap sabar, mengingatkan kita bahwa Dia mengerti kelemahan kita. Kasih-Nya tidak bersyarat, dan Dia mengundang kita untuk tertawa bersama-Nya, bahkan di tengah kesalahan kita.

 

Dalam hubungan ini, kita diajarkan untuk melihat kehidupan dengan lebih ringan, untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri maupun pada orang lain. Tuhan memanggil kita untuk menjadi agen kasih-Nya — menyebarkan penghiburan, sukacita, dan perdamaian di dunia yang sering kali terbagi.

 

Kesimpulan

Ketika kita menyadari bahwa Tuhan ingin menjadi teman kita, itu mengubah cara kita melihat kehidupan. Hubungan dengan Tuhan tidak lagi menjadi beban religius, tetapi menjadi undangan penuh sukacita untuk berjalan bersama-Nya. Seperti seorang teman yang setia, Tuhan mendengarkan, menghibur, dan memberdayakan kita untuk menjadi versi terbaik dari diri kita. Dalam kasih-Nya, kita menemukan arti sejati dari identitas kita: sahabat Tuhan, mitra-Nya dalam belas kasih, dan bagian dari keluarga yang kudus.

 

Hubungan ini juga memanggil kita untuk menciptakan dunia yang lebih baik dengan menghormati perbedaan, menjembatani jurang perpecahan, dan membangun perdamaian. Jadi, ketika Anda merasa tidak cukup baik atau terlalu rusak untuk diterima oleh Tuhan, ingatlah ini: Tuhan melihat Anda dengan kasih yang tidak tergoyahkan, dan Dia berkata, "Mari, kita menjadi teman." Dan sebagai teman Tuhan, kita dipanggil untuk menjadi teman bagi sesama, tanpa syarat, tanpa batas.

Komentar