Diketahui dan Dituliskan (Refleksi atas Nehemia 7:63-73, Sekaligus Refrensi PJJ GBKP 02-08 Februari 2025)

 

Di sebuah pertemuan jemaat, seorang bapak mengangkat tangan dan bertanya dengan raut serius, “Pak Pendeta, persembahan minggu lalu berapa yang terkumpul? Dan apakah semuanya benar-benar dipakai untuk pelayanan?” Pertanyaan itu membuat ruangan sedikit hening, tapi sang pendeta tersenyum dan berkata, “Tentu, Pak. Kami punya laporan rinci, dan Anda semua bisa melihatnya. Mari kita bahas bersama, supaya semuanya jelas.”

Pertanyaan seperti ini bukanlah hal baru. Transparansi, khususnya dalam hal keuangan gereja, sering menjadi isu sensitif. Bahkan di zaman Nehemia, mencatat nama-nama dan kontribusi secara rinci adalah langkah penting untuk menjaga kepercayaan. Dalam Nehemia 7:63-73, kita melihat bagaimana Nehemia mencatat daftar orang-orang yang kembali dari pembuangan, termasuk keluarga imam yang tidak bisa menunjukkan silsilah mereka. Semua itu dilakukan dengan satu tujuan: memastikan keteraturan dan kepercayaan di tengah komunitas.

Tapi, apa yang bisa kita pelajari dari kisah ini untuk gereja dan pelayanan masa kini? Mari kita telaah dari sudut pandang teologi, filsafat, dan psikologi, dengan bumbu ilustrasi dan humor yang sederhana.


1. Transparansi: Pilar Kepercayaan

Filsuf Immanuel Kant pernah berkata bahwa tindakan yang bermoral adalah tindakan yang dapat diterima secara universal. Dengan kata lain, jika Anda tidak berani menunjukkan apa yang Anda lakukan kepada semua orang, mungkin ada yang salah dengan tindakan itu. Nehemia memahami prinsip ini. Ia mencatat semuanya—nama, silsilah, hingga kontribusi—karena ia tahu bahwa keterbukaan adalah dasar kepercayaan.

Dalam konteks gereja, transparansi adalah jembatan antara pengurus dan jemaat. Ketika laporan keuangan disajikan secara jelas dan rinci, jemaat merasa dihargai sebagai bagian dari tubuh Kristus. Namun, transparansi juga lebih dari sekadar angka di laporan. Ia adalah cara untuk menunjukkan bahwa setiap rupiah yang terkumpul digunakan untuk pelayanan Tritugas Gereja: pewartaan Injil, pembinaan jemaat, dan pelayanan kasih kepada sesama.


2. Kecurigaan: Penyakit yang Harus Disembuhkan

Kita sering terjebak dalam lingkaran kecurigaan. Psikologi sosial mengajarkan bahwa ketidakpercayaan biasanya lahir dari kurangnya informasi atau pengalaman buruk di masa lalu. Bayangkan Anda memesan makanan di restoran, tapi dapurnya tertutup rapat. Anda mungkin bertanya-tanya, “Apakah makanan ini benar-benar bersih?” Kecurigaan itu wajar. Namun, jika restoran itu memasang dapur terbuka, Anda bisa melihat langsung proses memasaknya. Ketidakpercayaan pun perlahan menghilang.

Demikian juga di gereja. Ketika pengurus tidak transparan, kecurigaan mudah muncul, bahkan jika niat mereka baik. Di sisi lain, jemaat juga perlu mendidik hati mereka untuk tidak hanya fokus pada hal negatif. Kecurigaan yang berlebihan bisa membuat kita lupa bahwa pelayanan gereja membutuhkan dukungan, bukan hanya pengawasan.


3. Uang Untuk Dunia, Bukan Ke Surga

Izinkan saya menceritakan cerita ini. Ada seorang pendeta yang sedang mengumpulkan persembahan khusus untuk pembangunan gereja. Ia berkata, “Tuhan ingin kita semua memberi yang terbaik. Persembahan ini untuk rumah Tuhan. Ingat, kita tidak bisa membawa uang kita ke surga.” Lalu seorang anak kecil di belakang gereja berkata, “Pak Pendeta, kalau begitu, kenapa kita tidak mengirimnya dulu ke sana sekarang saja?”

Humor ini mengingatkan kita bahwa fokus utama dari pelayanan gereja bukan hanya soal angka, tetapi soal bagaimana persembahan itu digunakan untuk melayani sesama dan memuliakan Tuhan.


4. Evaluasi: Apakah Gereja Kita “Berkarya dan Berguna untuk Orang Lain”?

Visi pelayanan gereja tahun 2024 adalah “Berkarya dan Berguna untuk Orang Lain.” Tapi, bagaimana kita tahu bahwa visi ini benar-benar tercapai? Nehemia mengajarkan bahwa mencatat dan mengevaluasi adalah langkah penting. Tanpa pencatatan, bagaimana kita tahu apakah kita sudah melayani sesuai tujuan?

Beberapa pertanyaan reflektif yang bisa kita ajukan adalah:

  • Apakah program-program gereja benar-benar menjawab kebutuhan jemaat dan masyarakat?
  • Apakah dana yang terkumpul digunakan untuk hal-hal yang memberi dampak nyata?
  • Apakah jemaat merasa dilibatkan dalam visi gereja, atau hanya merasa sebagai penyumbang pasif?

Nehemia tidak hanya membangun tembok secara fisik, tetapi juga membangun kembali kepercayaan dan identitas bangsa Israel. Gereja masa kini juga perlu memastikan bahwa visi “berkarya dan berguna” bukan hanya slogan, tetapi benar-benar terasa dalam pelayanan sehari-hari.


5. Dukungan: Sebuah Tanggung Jawab Bersama

Kisah ini juga mengajarkan bahwa transparansi harus berjalan seiring dengan dukungan. Seperti Nehemia yang mencatat semua kontribusi untuk pembangunan, gereja membutuhkan jemaat yang mendukung, bukan hanya yang mengkritik.

Bayangkan Anda dan teman-teman sedang merenovasi sebuah rumah. Jika setiap orang hanya mencurigai apakah bahan bangunan digunakan dengan benar, renovasi itu tidak akan pernah selesai. Tetapi jika semua orang berkontribusi dan saling mempercayai, rumah itu akan berdiri dengan kokoh.

Demikian juga gereja. Jemaat perlu mendukung pelayanan dengan hati yang tulus, sementara pengurus gereja perlu menjaga transparansi sebagai bentuk penghormatan kepada jemaat dan Tuhan.


Penutup: Diketahui dan Dituliskan

Tuhan mencatat nama kita dalam Kitab Kehidupan bukan untuk menghitung kesalahan, tetapi untuk mengingat bahwa kita adalah milik-Nya. Kisah Nehemia mengajarkan bahwa transparansi dan dukungan adalah dua sisi dari koin yang sama. Tanpa transparansi, jemaat kehilangan kepercayaan. Tanpa dukungan, pelayanan kehilangan daya untuk berkarya.

Mari kita renungkan:

  • Apakah saya sudah mendukung pelayanan gereja dengan sepenuh hati?
  • Apakah saya menjadi bagian dari sasaran pelayanan 2024 “Berkarya dan Berguna untuk Orang Lain”?

Mari kita ingat bahwa Tuhan mencatat nama kita dalam Kitab Kehidupan bukan untuk menghitung kesalahan, tetapi untuk memastikan kita bersama-Nya. Seperti Nehemia yang mencatat nama-nama dengan hati yang tulus, biarlah kita juga menjadi pribadi yang dikenal bukan karena kecurigaan, tetapi karena kasih dan dukungan kita terhadap pekerjaan-Nya.

Ayo, jangan hanya jadi pengamat yang curiga. Mari menjadi pendukung yang tulus. Karena transparansi membuka jalan, tetapi dukunganlah yang menyelesaikan perjalanan.

 


Komentar

Anonim mengatakan…
Kerna sie, ibas GBKP Enda, uga kira2 kalimbubu ? Bujur