Memberikan Sepersepuluh dari Yang Tuhan Berikan (Refleksi atas Kejadian 28:16-22 dan Refrensi PJJ GBKP 09-15 Februari 2025)

 

Bayangkan ini: Anda baru saja memenangkan undian besar. Ketika Anda mendapatkan uang itu, seorang teman yang sangat berjasa dalam hidup Anda berkata, “Bagaimana kalau kau berikan 10% dari hadiahmu untuk sesuatu yang lebih besar, yang bisa membantu banyak orang?” Sekilas, permintaan itu terasa seperti beban. Namun, jika Anda benar-benar merenung, bukankah segala sesuatu yang Anda miliki pada awalnya adalah anugerah?

Kisah Yakub dalam Kejadian 28:16-22 adalah cerita klasik tentang kesadaran mendalam akan anugerah Tuhan. Setelah bermimpi melihat tangga yang menghubungkan surga dan bumi, Yakub berkata, “Sesungguhnya Tuhan ada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya!” Dalam momen itu, Yakub menyadari bahwa hidupnya tidak bergantung pada kekuatannya sendiri, tetapi sepenuhnya pada Tuhan yang menyertainya. Sebagai respons, Yakub berjanji untuk memberikan sepersepuluh dari semua yang ia terima kepada Tuhan.

Namun, bagaimana kita memaknai persepuluhan ini di zaman modern? Apakah itu kewajiban? Atau, seperti yang diajarkan John Calvin, persepuluhan adalah pengingat dan wujud syukur atas berkat Tuhan? Mari kita renungkan bersama dari berbagai sudut pandang.


1. Kesadaran akan Anugerah: Momen Yakub di “Betel”

Filsuf Søren Kierkegaard pernah berkata bahwa “kehidupan dipahami ke belakang, tetapi dijalani ke depan.” Yakub, dalam mimpinya, mengalami momen pencerahan. Ia menyadari bahwa Tuhan telah menyertainya selama ini, bahkan ketika ia tidak sadar akan kehadiran-Nya. Betel, yang berarti "Rumah Tuhan," menjadi tempat di mana Yakub belajar bahwa segala sesuatu yang ia miliki berasal dari Tuhan.

Di sinilah dimensi psikologisnya: sering kali kita baru menyadari betapa besar kasih Tuhan setelah melewati masa sulit atau mendapat pencerahan rohani. Dalam kehidupan sehari-hari, Betel bisa berupa momen kecil—seperti doa yang terjawab, kesembuhan, atau bahkan sekadar menyadari bahwa kita masih diberi nafas hari ini. Dari situ, muncul rasa syukur yang mendalam, yang menggerakkan kita untuk memberi, bukan karena terpaksa, tetapi karena cinta.


2. Memberi dengan Sukacita: Perspektif John Calvin

John Calvin, salah satu tokoh besar Reformasi, memiliki pandangan yang menarik tentang persepuluhan. Menurut Calvin, persepuluhan bukanlah hukum kaku yang harus diikuti dengan rasa takut. Sebaliknya, ia adalah cara untuk mengingat bahwa semua yang kita miliki berasal dari Tuhan. Calvin menekankan bahwa persepuluhan harus dilakukan dengan hati yang sukacita dan penuh syukur, bukan dengan paksaan.

Calvin juga menambahkan bahwa persepuluhan adalah tanggapan iman. Ketika kita memberi, kita mengakui bahwa Tuhan adalah pemilik sejati dari segala sesuatu, dan kita hanyalah pengelola. Bukankah ini mengubah cara kita melihat pemberian? Alih-alih merasa rugi, kita melihat persepuluhan sebagai kesempatan untuk berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan.


3. Perspektif Sederhana yang Mengena

Izinkan saya berbagi cerita lucu. Ada seorang anak kecil yang diberi uang oleh ayahnya: Rp10.000 untuk jajan dan Rp1.000 untuk persembahan di gereja. Saat pulang, ayahnya bertanya, “Uang persembahanmu bagaimana?” Sang anak menjawab polos, “Tuhan kan mahakuasa, jadi aku pikir Dia nggak butuh uang. Jadi aku pakai buat beli permen.”

Cerita ini mungkin membuat kita tertawa, tetapi juga mengingatkan kita bahwa persembahan bukanlah untuk memenuhi kebutuhan Tuhan, melainkan untuk melatih hati kita. Memberi adalah latihan spiritual untuk melepaskan keterikatan pada materi dan mempercayakan hidup kita kepada-Nya.


4. Mengapa Sukacita Itu Penting

Dari sudut pandang psikologi, penelitian menunjukkan bahwa memberi, terutama untuk tujuan yang bermakna, meningkatkan kebahagiaan. Ketika kita memberi, otak kita melepaskan hormon seperti oksitosin, yang membuat kita merasa lebih terhubung dan puas. Memberi persepuluhan dengan sukacita bukan hanya memenuhi kewajiban rohani, tetapi juga memperbaiki kesehatan mental dan memperkuat rasa komunitas.

Namun, kuncinya adalah sikap hati. Jika kita memberi dengan rasa terpaksa atau penuh kecurigaan, efek positif itu hilang. Sebaliknya, jika kita memberi dengan pemahaman bahwa ini adalah tanggapan atas kasih Tuhan, memberi menjadi pengalaman yang membebaskan.


5. Investasi yang Tidak Pernah Rugi

Bayangkan Anda memiliki rekening tabungan ajaib. Setiap kali Anda menyetor uang ke dalamnya, jumlah itu tidak hanya kembali kepada Anda, tetapi juga berlipat ganda untuk membantu orang lain. Persepuluhan adalah seperti rekening itu. Ketika kita memberi kepada Tuhan, kita mungkin tidak langsung melihat hasilnya, tetapi dampaknya nyata—baik untuk gereja, komunitas, maupun jiwa kita sendiri.

Seperti Yakub yang menjadikan Betel sebagai simbol perjanjiannya dengan Tuhan, kita juga perlu menjadikan persepuluhan sebagai pengingat bahwa Tuhan adalah sumber segala berkat.


6. Penutup

Pada akhirnya, persepuluhan bukanlah sekadar “10% dari penghasilan kita,” tetapi 100% dari hati kita. Seperti Yakub, kita memberi karena kita telah mengalami Tuhan yang hidup dan setia.

Beberapa pertanyaan reflektif untuk direnungkan:

  • Apakah saya melihat persepuluhan sebagai beban atau sebagai kesempatan untuk bersyukur?
  • Bagaimana saya dapat memberi dengan sukacita, seperti yang diajarkan Calvin?
  • Apakah hati saya benar-benar percaya bahwa Tuhan adalah sumber segala berkat?

Tuhan tidak membutuhkan uang kita. Tapi, Dia menginginkan hati kita—hati yang bersyukur, hati yang memberi, dan hati yang percaya. Seperti Yakub di Betel, mari kita berkata: “Segala sesuatu yang Engkau berikan, Tuhan, aku kembalikan kepada-Mu dengan penuh sukacita.”


Komentar

Markus Perdata mengatakan…
Bujur abangda, Tuhan simasu-masu