Ketika kita melangkah
memasuki tahun baru, hati kita sering kali dipenuhi dengan berbagai perasaan:
syukur atas perjalanan yang telah dilewati, harapan akan masa depan, serta
kecemasan akan hal-hal yang belum pasti. Dalam suasana ini, kita diajak untuk merenungkan
apa yang ditulis dalam 1 Tawarikh 29:11, di mana Daud menyatakan, “Ya TUHAN,
punya-Mulah kebesaran, kejayaan, kemuliaan, dan kekuasaan.” Kata-kata ini
muncul dalam konteks rencana besar Daud untuk membangun Bait Allah – sebuah
visi yang besar, tetapi pada akhirnya hanya bisa diwujudkan melalui Salomo,
putranya.
Rencana Daud dan
rencana Tuhan sering kali berbeda, tetapi Daud memahami sesuatu yang sangat
penting: semua kemuliaan dan kebesaran berasal dari Tuhan, bukan dari manusia.
Ini menjadi pengingat bagi kita bahwa di balik setiap langkah yang kita
rencanakan, tangan Tuhanlah yang berkuasa. Ketika kita memasuki tahun baru,
kita diajak untuk menyerahkan segala rencana kita kepada Tuhan, mengetahui
bahwa rancangan-Nya selalu lebih baik. Hal ini menuntun kita pada sebuah
refleksi mendalam: apakah kita siap untuk percaya penuh pada rancangan
Tuhan, bahkan ketika itu berbeda dari apa yang kita harapkan?
Ironi Kehidupan Tanpa
Tuhan
Dalam Roma 1:18-25,
Paulus menggambarkan ironi tragis dari orang-orang yang mengenal Tuhan melalui
karya-karya-Nya, tetapi memilih untuk tidak memuliakan-Nya. Mereka menggantikan
kebenaran Allah dengan kebohongan, menyembah ciptaan daripada Sang Pencipta.
Kehidupan mereka menjadi bukti dari apa yang terjadi ketika manusia mencoba
hidup tanpa mengakui pekerjaan Tuhan.
Gambaran ini bisa kita
lihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ada seorang pria yang
terus-menerus mengejar karier dan harta benda, percaya bahwa hal-hal tersebut
akan memberinya kebahagiaan sejati. Namun, di balik senyum suksesnya, dia
merasa kosong dan gelisah. Kita juga mungkin pernah mendengar cerita tentang
orang yang memiliki segala sesuatu secara materi, tetapi tidak memiliki damai
sejahtera.
Paulus menekankan bahwa
hidup tanpa Tuhan membawa kebutaan spiritual. Seperti
seseorang yang berada di dalam rumah gelap dengan lilin yang padam, mereka
tidak dapat melihat arah yang benar. Kita diajak untuk tidak menjadi seperti
itu. Sebaliknya, mari kita membuka hati dan mata kita untuk melihat pekerjaan
Tuhan yang nyata dalam kehidupan kita.
Mazmur 145:1-9: Mengapa
Kita Harus Memuji Tuhan
Mazmur 145 adalah
sebuah undangan untuk memuliakan Tuhan. Daud menulis, “Tuhan itu pengasih dan
penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya” (ayat 8). Kasih dan
kebaikan Tuhan adalah alasan utama untuk memuji-Nya. Bahkan di tengah
kesulitan, kita dapat melihat tangan-Nya yang bekerja, memberi kita kekuatan
dan pengharapan.
Misalnya, bayangkan
seorang ibu di desa yang bekerja keras untuk mendukung keluarganya. Ketika
hujan deras merusak sebagian tanaman yang dia tanam, dia tidak menyerah.
Sebaliknya, dia berdoa dan tetap bekerja dengan tekun. Di saat seperti itulah,
kita melihat kasih Tuhan bekerja dalam bentuk penghiburan, kekuatan, dan
pertolongan yang tidak terduga.
Dalam ayat 9, Daud
menegaskan, “Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap
segala yang dijadikan-Nya.” Pernyataan ini adalah pengingat bahwa pekerjaan
Tuhan tidak pernah berhenti. Kasih-Nya tidak terbatas pada orang-orang tertentu
saja, tetapi meluas kepada seluruh ciptaan-Nya. Apakah kita sadar akan
kebaikan Tuhan ini dalam kehidupan kita sehari-hari?
Bayangkan seorang
petani di desa yang berdiri di tengah ladangnya. Dia tahu bahwa panen tahun
lalu tidak seperti yang dia harapkan, tetapi dia tetap mempersiapkan ladang
untuk musim berikutnya. Dengan iman, dia menanam benih, percaya bahwa Tuhan
akan mengirimkan hujan pada waktunya. Ketika ditanya oleh cucunya mengapa dia
tetap menanam meskipun hasil panennya belum pasti, sang petani menjawab dengan
senyum, “Tugas kita adalah menanam, tetapi Tuhan yang membuatnya tumbuh.”
Kisah ini mengajarkan
kita tentang iman dan ketekunan. Hidup kita seperti ladang yang terus kita
tanami dengan doa, usaha, dan kasih. Tugas kita adalah bekerja dengan setia,
sementara Tuhan yang menentukan hasil akhirnya. Dalam kehidupan ini, apakah
kita sudah menanam benih iman dan kasih yang akan berbuah bagi kemuliaan Tuhan?
Tahun baru sering kali
membawa kecemasan. Apa yang akan terjadi? Bisakah kita mencapai tujuan yang
telah kita tetapkan? Dalam psikologi, ada istilah yang disebut “paralysis by
analysis,” di mana kita terlalu banyak menganalisis masa depan hingga akhirnya
merasa lumpuh oleh ketakutan. Tetapi Mazmur 145:7 memberikan solusi: “Mereka
memperkatakan kemuliaan kerajaan-Mu dan membicarakan keperkasaan-Mu.” Mengingat
pekerjaan Tuhan di masa lalu adalah cara untuk memperbarui iman dan pengharapan
kita.
Dalam filsafat, ada
pemikiran bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang terhubung dengan sesuatu
yang lebih besar dari diri kita sendiri. Sebagai orang percaya,
kita tahu bahwa hidup itu menemukan makna sejatinya ketika terhubung dengan
Tuhan. Tuhan adalah sumber damai sejahtera yang sejati, yang dapat mengatasi
segala ketidakpastian hidup.
Tahun baru ini, mari
kita jadikan hidup kita sebagai kesaksian akan kebesaran Tuhan. Bagikan cerita
tentang bagaimana Tuhan telah bekerja dalam hidup Anda kepada keluarga,
tetangga, dan teman-teman. Mungkin itu melalui tindakan kasih sederhana, atau
melalui doa yang tulus untuk orang lain. Ingatlah bahwa pekerjaan Tuhan sering
kali terlihat dalam hal-hal kecil yang kita anggap biasa. Misalnya, seorang
tetangga yang sering menolong orang lain tanpa pamrih bisa menjadi alat Tuhan
untuk menunjukkan kasih-Nya. Atau doa seorang anak untuk orang tuanya bisa
menjadi cara Tuhan menyentuh hati mereka. Setiap tindakan kecil kita dapat
menjadi bagian dari pekerjaan Tuhan yang besar.
Komentar
Posting Komentar