Pekerjaan Tuhan Tetap Diberitakan : Khotbah Minggu 05 Januari 2025

 


Ketika kita melangkah memasuki tahun baru, hati kita sering kali dipenuhi dengan berbagai perasaan: syukur atas perjalanan yang telah dilewati, harapan akan masa depan, serta kecemasan akan hal-hal yang belum pasti. Dalam suasana ini, kita diajak untuk merenungkan apa yang ditulis dalam 1 Tawarikh 29:11, di mana Daud menyatakan, “Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran, kejayaan, kemuliaan, dan kekuasaan.” Kata-kata ini muncul dalam konteks rencana besar Daud untuk membangun Bait Allah – sebuah visi yang besar, tetapi pada akhirnya hanya bisa diwujudkan melalui Salomo, putranya.

Rencana Daud dan rencana Tuhan sering kali berbeda, tetapi Daud memahami sesuatu yang sangat penting: semua kemuliaan dan kebesaran berasal dari Tuhan, bukan dari manusia. Ini menjadi pengingat bagi kita bahwa di balik setiap langkah yang kita rencanakan, tangan Tuhanlah yang berkuasa. Ketika kita memasuki tahun baru, kita diajak untuk menyerahkan segala rencana kita kepada Tuhan, mengetahui bahwa rancangan-Nya selalu lebih baik. Hal ini menuntun kita pada sebuah refleksi mendalam: apakah kita siap untuk percaya penuh pada rancangan Tuhan, bahkan ketika itu berbeda dari apa yang kita harapkan?

Ironi Kehidupan Tanpa Tuhan

Dalam Roma 1:18-25, Paulus menggambarkan ironi tragis dari orang-orang yang mengenal Tuhan melalui karya-karya-Nya, tetapi memilih untuk tidak memuliakan-Nya. Mereka menggantikan kebenaran Allah dengan kebohongan, menyembah ciptaan daripada Sang Pencipta. Kehidupan mereka menjadi bukti dari apa yang terjadi ketika manusia mencoba hidup tanpa mengakui pekerjaan Tuhan.

Gambaran ini bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ada seorang pria yang terus-menerus mengejar karier dan harta benda, percaya bahwa hal-hal tersebut akan memberinya kebahagiaan sejati. Namun, di balik senyum suksesnya, dia merasa kosong dan gelisah. Kita juga mungkin pernah mendengar cerita tentang orang yang memiliki segala sesuatu secara materi, tetapi tidak memiliki damai sejahtera.

Paulus menekankan bahwa hidup tanpa Tuhan membawa kebutaan spiritual. Seperti seseorang yang berada di dalam rumah gelap dengan lilin yang padam, mereka tidak dapat melihat arah yang benar. Kita diajak untuk tidak menjadi seperti itu. Sebaliknya, mari kita membuka hati dan mata kita untuk melihat pekerjaan Tuhan yang nyata dalam kehidupan kita.

Mazmur 145:1-9: Mengapa Kita Harus Memuji Tuhan

Mazmur 145 adalah sebuah undangan untuk memuliakan Tuhan. Daud menulis, “Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya” (ayat 8). Kasih dan kebaikan Tuhan adalah alasan utama untuk memuji-Nya. Bahkan di tengah kesulitan, kita dapat melihat tangan-Nya yang bekerja, memberi kita kekuatan dan pengharapan.

Misalnya, bayangkan seorang ibu di desa yang bekerja keras untuk mendukung keluarganya. Ketika hujan deras merusak sebagian tanaman yang dia tanam, dia tidak menyerah. Sebaliknya, dia berdoa dan tetap bekerja dengan tekun. Di saat seperti itulah, kita melihat kasih Tuhan bekerja dalam bentuk penghiburan, kekuatan, dan pertolongan yang tidak terduga.

Dalam ayat 9, Daud menegaskan, “Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.” Pernyataan ini adalah pengingat bahwa pekerjaan Tuhan tidak pernah berhenti. Kasih-Nya tidak terbatas pada orang-orang tertentu saja, tetapi meluas kepada seluruh ciptaan-Nya. Apakah kita sadar akan kebaikan Tuhan ini dalam kehidupan kita sehari-hari?

Bayangkan seorang petani di desa yang berdiri di tengah ladangnya. Dia tahu bahwa panen tahun lalu tidak seperti yang dia harapkan, tetapi dia tetap mempersiapkan ladang untuk musim berikutnya. Dengan iman, dia menanam benih, percaya bahwa Tuhan akan mengirimkan hujan pada waktunya. Ketika ditanya oleh cucunya mengapa dia tetap menanam meskipun hasil panennya belum pasti, sang petani menjawab dengan senyum, “Tugas kita adalah menanam, tetapi Tuhan yang membuatnya tumbuh.”

Kisah ini mengajarkan kita tentang iman dan ketekunan. Hidup kita seperti ladang yang terus kita tanami dengan doa, usaha, dan kasih. Tugas kita adalah bekerja dengan setia, sementara Tuhan yang menentukan hasil akhirnya. Dalam kehidupan ini, apakah kita sudah menanam benih iman dan kasih yang akan berbuah bagi kemuliaan Tuhan?

Tahun baru sering kali membawa kecemasan. Apa yang akan terjadi? Bisakah kita mencapai tujuan yang telah kita tetapkan? Dalam psikologi, ada istilah yang disebut “paralysis by analysis,” di mana kita terlalu banyak menganalisis masa depan hingga akhirnya merasa lumpuh oleh ketakutan. Tetapi Mazmur 145:7 memberikan solusi: “Mereka memperkatakan kemuliaan kerajaan-Mu dan membicarakan keperkasaan-Mu.” Mengingat pekerjaan Tuhan di masa lalu adalah cara untuk memperbarui iman dan pengharapan kita.

Dalam filsafat, ada pemikiran bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Sebagai orang percaya, kita tahu bahwa hidup itu menemukan makna sejatinya ketika terhubung dengan Tuhan. Tuhan adalah sumber damai sejahtera yang sejati, yang dapat mengatasi segala ketidakpastian hidup.

Tahun baru ini, mari kita jadikan hidup kita sebagai kesaksian akan kebesaran Tuhan. Bagikan cerita tentang bagaimana Tuhan telah bekerja dalam hidup Anda kepada keluarga, tetangga, dan teman-teman. Mungkin itu melalui tindakan kasih sederhana, atau melalui doa yang tulus untuk orang lain. Ingatlah bahwa pekerjaan Tuhan sering kali terlihat dalam hal-hal kecil yang kita anggap biasa. Misalnya, seorang tetangga yang sering menolong orang lain tanpa pamrih bisa menjadi alat Tuhan untuk menunjukkan kasih-Nya. Atau doa seorang anak untuk orang tuanya bisa menjadi cara Tuhan menyentuh hati mereka. Setiap tindakan kecil kita dapat menjadi bagian dari pekerjaan Tuhan yang besar.

Komentar