Refrensi Renungan PJJ Minggu 26 Januari - 2 Februari MENYAMPAIKAN KEBENARAN DARI TUHAN Berdasarkan 2 Samuel 12:1-15




Mengapa kebenaran dari Tuhan yang kita sampaikan justru sering menjadi persoalan?


Apakah kita bisa menghindarinya? Atau pernahkah kita bertanya, apakah kebenaran yang kita bawa itu berasal dari kehendak Tuhan, ataukah itu hanyalah dorongan ego dan kepentingan kita sendiri? Pertanyaan ini membawa kita kepada refleksi mendalam tentang motivasi, metode, dan tujuan kita dalam menyampaikan kebenaran. Kisah Nabi Nathan dan Raja Daud dalam 2 Samuel 12:1-15 memberikan pelajaran yang luar biasa tentang bagaimana kebenaran dari Tuhan harus disampaikan—dengan keberanian, kasih, dan hikmat.  


Kisah ini bukan sekadar peristiwa sejarah; ia menggambarkan perjuangan moral yang masih relevan hingga hari ini. Bagaimana kita menyampaikan kebenaran kepada seseorang yang berkuasa, yang memiliki kuasa absolut untuk menolak, menghukum, atau bahkan mengabaikan kebenaran tersebut? Di sisi lain, bagaimana kita sendiri merespons kebenaran yang mungkin mengekspos dosa atau kelemahan kita?  


Respon Daud: Antara Menuduh dan Ketika Ditunjuk


Dalam kisah ini, Nabi Nathan datang kepada Daud dengan sebuah perumpamaan. Ia menggambarkan seorang kaya yang mengambil domba satu-satunya milik orang miskin untuk jamuan, meskipun ia memiliki banyak domba dan lembu. Mendengar cerita ini, Daud dengan segera meluapkan kemarahan, menyatakan bahwa orang kaya itu harus dihukum mati dan harus membayar empat kali lipat (2 Samuel 12:5-6).  


Namun, ketika Nathan mengungkapkan bahwa Daud adalah orang yang ia bicarakan, reaksi Daud berubah drastis. Ia tidak lagi marah kepada "orang kaya" dalam cerita itu, melainkan kepada dirinya sendiri. Ia langsung berkata, "Aku sudah berdosa kepada Tuhan" (2 Samuel 12:13).  


Respon ini mengajarkan dua hal. Pertama, mudah bagi kita untuk menghakimi orang lain ketika kita merasa tidak terlibat. Kedua, saat kebenaran itu menyentuh hati dan menyadarkan dosa kita sendiri, reaksi yang sejati adalah penyesalan dan pertobatan, bukan pembenaran diri. Daud memberikan teladan bahwa menerima kebenaran dengan hati yang lembut adalah langkah pertama menuju pemulihan.  


Motivasi Nathan: Taat kepada Tuhan, Bukan Kepentingan Pribadi

Nathan tidak datang kepada Daud untuk menyerangnya secara pribadi. Ia juga tidak menyampaikan kebenaran itu untuk mendapat keuntungan pribadi, simpati rakyat, atau bahkan untuk menghancurkan Daud. Ia datang semata-mata karena diperintahkan oleh Tuhan.  


Sebagai seorang nabi, Nathan memahami bahwa tugasnya adalah menjadi perantara kehendak Tuhan, meskipun itu berarti ia harus menghadapi risiko besar. Menyampaikan kebenaran kepada seorang raja yang berkuasa, yang memiliki hak hidup dan mati atasnya, adalah tugas yang tidak mudah. Namun, Nathan tidak gentar karena ia tahu bahwa ia berdiri di atas kebenaran Tuhan, bukan kepentingannya sendiri.  


Motivasi Nathan mengajarkan kepada kita bahwa menyampaikan kebenaran harus dilandasi oleh kasih dan ketaatan kepada Tuhan. Bukan untuk membuktikan siapa yang benar, tetapi untuk mengarahkan orang kepada jalan yang benar.  


Strategi Komunikasi Nathan: Hikmat dan Kasih


Nathan tidak langsung menuduh Daud. Ia tidak datang dengan konfrontasi tajam yang bisa membuat Daud defensif. Sebaliknya, ia menggunakan sebuah perumpamaan. Pendekatan ini sangat bijaksana. Perumpamaan adalah alat komunikasi yang memungkinkan seseorang melihat situasi secara objektif sebelum menyadari keterlibatan dirinya dalam masalah tersebut.  


Dari perspektif psikologi, ini adalah bentuk komunikasi _non-confrontational_ yang efektif. Dengan menceritakan perumpamaan, Nathan memungkinkan Daud untuk berefleksi terlebih dahulu, sehingga saat kebenaran itu diungkapkan, ia tidak terjebak dalam reaksi defensif yang sering muncul ketika seseorang merasa diserang secara langsung.  


Nathan menunjukkan kepada kita bahwa kebenaran harus disampaikan dengan kasih, kebijaksanaan, dan metode yang tepat. Tanpa kasih, kebenaran bisa berubah menjadi alat penghancur; tanpa hikmat, ia bisa ditolak mentah-mentah.  


Relevansi untuk Gereja Masa Kini

Gereja hari ini sering kali kehilangan keberanian untuk menyampaikan kebenaran kepada dunia. Dalam banyak kasus, suara gereja menjadi samar di tengah kompleksitas sosial, politik, dan ekonomi. Banyak gereja lebih memilih diam karena takut menyinggung pihak tertentu atau kehilangan dukungan.  


Namun, kisah Nathan dan Daud memberikan panggilan yang jelas bagi gereja untuk kembali kepada suara kenabian. Gereja dipanggil untuk menjadi terang dan garam, yang tidak hanya melayani jemaatnya, tetapi juga menjadi suara yang membawa keadilan, kebenaran, dan kasih di tengah masyarakat.  


Gereja harus belajar dari Nathan untuk menyampaikan kebenaran dengan hikmat dan kasih. Gereja juga harus berani menghadapi dosa, baik itu di dalam tubuh gereja sendiri maupun di tengah masyarakat. Tetapi keberanian ini harus disertai dengan motivasi yang murni, yaitu membawa orang kepada pertobatan dan pemulihan, bukan menghukum atau menghancurkan.  


Dalam konteks pemerintahan, gereja harus tetap menjadi suara bagi kaum yang tertindas, memperjuangkan keadilan, dan menyatakan kebenaran Tuhan tanpa kompromi. Gereja tidak boleh takut kehilangan popularitas atau dukungan manusia, karena tugas gereja adalah taat kepada Tuhan, seperti Nathan.  


Kesimpulan

Menyampaikan kebenaran dari Tuhan adalah tugas yang sulit, penuh risiko, tetapi sangat mulia. Dari kisah Nathan dan Daud, kita belajar bahwa menyampaikan kebenaran membutuhkan motivasi yang murni, keberanian, hikmat, dan kasih. Gereja masa kini dipanggil untuk menghidupkan kembali suara kenabian, menjadi saksi kebenaran Tuhan di tengah dunia yang sering kali kehilangan arah.  


Seperti Nathan, kita dipanggil untuk taat kepada Tuhan, meskipun itu berarti menyampaikan kebenaran yang sulit diterima. Namun, jika kebenaran itu disampaikan dengan kasih dan hikmat, ia memiliki kuasa untuk mengubah hati, membawa pertobatan, dan memulihkan relasi manusia dengan Tuhan.  

Komentar