Refleksi Mazmur 131:1-3
Pernah dalam satu momen seorang Majelis Gereja bercerita tentang situasi
pelayanan dan jemaatnya. Situasi tersebut berkisah tentang bagaimana ia
mengajak jemaatnya untuk hidup dengan selalu bersukacitalah seperti apa yang
disampaikan dalam Filipi 4:4. “Bersukacitalah
senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan Bersukacitalah!” Karena
mungkin memang pendengaran dari serayan tadi agak baik, maka terdengarlah ia
komentar dari jemaat yang ikut ambil bagian dalam persekutuan tadi, kata jemaat
tersebut
“Wajar bila dia mampu berkata demikian. Dia mampu bersukacita karena keuangannya
sudah jelas. Sementara kita, kadang pun cuman pas untuk makan sajanya yang kita
dapat. Bagaimana mungkin kita mampu bersukacita sepertinya”.
Perkataan jemaat itu menjadi
pergumulannya, sampai akhirnya cerita itu dibagikannya kepada beberapa majelis
lainnya dalam satu pertemuan dan kebetulan aku disitu. Akupun ikut bingung dan
memikirkan kembali apa yang disampaikan oleh jemaat tersebut. Karena apa yang
disampaikan olehnya, bukanlah sesuatu yang diluar nalar kita. Sebab, sulit
untuk kita bisa tersenyum bahagia sementara situasi kita justru sangat
menyedihkan dan bahkan jauh daripada kata bahagia.
Lalu akhirnya aku teringat
dengan apa yang pernah disampaikan oleh salah satu buku berjudul “Iman dan
Perasaan”, dalam buku tersebut menuliskan pertanyaan yang serupa dalam
pikiranku saat itu. Salahkah seorang itu menangis atau salahkah seorang itu
marah ataupun berkeluh kesah pada keadaannya? Dan jawaban buku itu sederhana
sekali, si penulis hanya mengatakan bahwa ada banyak sekali karunia ataupun
anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita. Termasuk pula perasaan, apakah itu
sedih, marah kesal dsb. Semua perasaan itu merupakan anugerah sehingga tidak
mungkin karena seorang marah , nangis ataupun berkeluh kesah ia berdosa.
Lalu bagaimana dengan
firman yang mengatakan kalau hidup itu harus penuh dengan sukacita dan
bersyukur. Apakah hal ini bertentang dengan apa yang disampaikan oleh penulis
dalam buku “Iman dan Perasaan” tersebut? Faktanya tidak, karena saya pernah
membaca bagaimana Yesus menangis dalam pertemuannya dengan Maria (Yohanes
11:33-36). Yesus juga pernah marah kepada Petrus (Mrk 8:33) atau saat para
murid menghalang-halangi anak-anak untuk datang kepada Yesus (Mrk 10:14).
Selain daripada itu, perasaan yang lain pernah pula ditunjukkan Yesus, hal ini
ketika ia berdoa di taman Getsmani, Ia menyampaikan keluh kesahnya kepada
Tuhan. Tapi pernahkah Yesus berdosa karena semua perasaan-perasaan yang ia
ekspresikan dalam dirinya tersebut? Faktanya tidaksatupun ayat dalam Alkitab
yang mengatakan bahwa diri Yesus berdosa terlebih saat situasi-situasi mencekam
sekalipun terjadi padanya.
Sampai akhirnya aku
berfikir, bahwa bukan perasaannya yang salah. Bukan berarti bahwa setiap dari
manusia tidak boleh bersedih, tidak boleh marah, dan tidak boleh mengungkapkan
perasaannya kepada Tuhan. Justru terkedang karena perasaan yang dekatlah kita
mampu mengungkapkan semua perasaan kita kepadanya selayaknya anak kecil yang
menangis meminta pertolongan kepada Orang Tuanya.
Lalu bagaimana cara kita
untuk tetap bersyukur dan bersukacita dalam Tuhan? Bagi saya seorang yang
bersyukur dan bersukacita dalam Tuhan adalah orang-orang yang bukan tidak
pernah marah, menangis, ataupun berkeluh kesah dalam hidupnya. Mereka adalah
orang-orang yang juga pernah mengalami hal tersebut, tapi mereka tidak mati
bahkan hidup dalam amarah, kesedihan dan penyesalannya. Mereka tidak hidup
karena hal itu, melainkan mereka memilih untuk menyerah dan hidup kepada Tuhan.
Seperti apa yang kita dapat dalam Mzm 131:1-3, penulis hidup dengan bermazmur
kepada Tuhan. Didalam setiap mazmurnya digambarkan bagaimana ia meminta tolong
dan bagaimana pula ia bersyukur akan kehidupannya. Ia tidak hidup dengan
mengharapkan hal-hal yang besar dan ajaib dalam hidupnya. Tetapi, dalam hal-hal
sederhana yang ada dalam Tuhan ia hidup, bahkan ia bisa tenang dan diam di
dalam Tuhan. Karena demikianlah hidup bersama Tuhan, ia tidak pernah berjanji
bahwa langit akan selalu biru. Tapi ia berjanji akan selalu ada pelangi sehabis
hujan.
Berarti, apakah setelah
kita hidup bersama Tuhan kita akan terlepas dari penderitaan dan tangisan
segala macamnya. Bukankah Yesus pernah berkata “Marilah kepada-Ku, semua yang
letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius
11:28). Benar kelegaan akan diberikan kepada mereka yang datang kepadanya. Tetapi
ini bukan seperti seorang yang terus menerus diberikan kepada hidupnya makanan
dan minuman, sehingga ia tinggal hidup dalam tenang tidurnya. Karena kalaupun
demikian, saya rasa tidak ada diantara kita yang bisa hidup malas-malasan cuman
makan dan minum saja kerjaannya. Melainkan hidup seperti seorang anak, yang dia
tau bahwa hari ini ia harus melakukan sesuatu untuk dirinya dan berjuang untuk
dirinya. Tapi ia tidak pernah takut akan kehidupannya, karena orang tua yang
selalu membimbing dan melindunginya. Ia percaya akan hal tersebut, sehingga
saat ia terjatuh sekalipun ketika ia dalam perjalanan. Maka ia akan sadar bahwa
akan ada orang tua yang siap memberikan dia betadine dan obat lukanya. Bagi
saya hidup bersama Tuhan adalah demikian, merasa aman dan tenang. Karena itu,
saya tetap bisa tersenyum dalam kekecewaan dan kesedihan. Bahkan tetap mampu
mengambil setiap hikmat yang saya dapatkan dalam kehidupan ini.
Kehidupan bersama Kristus
itu mungkin akan jauh lebih sulit daripada saat ini. Karena kita hidup bukan
lagi dalam kebiasaan yang sebelum-sebelumnya pernah kita lakukan. Kehidupan
bersama Kristus juga mungkin akan lebih banyak “makan hati” ketimbang “makan
lemak” ataupun “daging”. Tapi sedemikianpun kita hidup, itu adalah pilihan kita
bersamanya. Sehingga kita menjalani karena keputusan kita bukan karena orang
lain. Memilih hidup dalam Kristus adalah memilih hidup dalam sesuatu yang orang
lain anggap sangat menyedihkan ataupun sangat berat, dikucilkan, dihina bahkan
mungkin diludahi oleh orang lain. Tapi hidup bersama Kristus bukanlah hidup
dalam penglihatan orang lain, karena penglihatan orang lain menggap diri kita
menderita. Padahal sebenarnya, ketenangan dan keindahan yang kita dapatkan
dalam hidup bersamanya. Sehingga setiap hari, kita selalu rindu dan jatuh cinta
dibuat oleh Tuhannya. Bahkan karena perasaan ini pula kita mampu berkata dan
bernyanyi kepada-Nya seperti nyanyian ini;
Komentar
Posting Komentar