Sepertinya ketika surat 1 Korintus 4:1-2 ini
dituliskan, Paulus merasa adanya kehilangan kepercayaan dari jemaat Korintus
kepada mereka, sampai akhirnya beberapa jemaat harus hidup menyimpang,
khususnya kepada gaya hidup di kota Korintus.
Berbicara mengenai kepercayaan, sering kali ilustrasi
yang digunakan mengenai piring kaca yang dipecahkan. Serumit apapun kita
menyatukan pecahan-pecahan itu, retakan diantaranya tetap tidak bisa dihilangkan.
Ada beberapa alat yang digunakan untuk menyamarkan retakan tersebut. Tapi tetap
saja retakan itupun tetap tidak dapat hilang. Ya, demikianlah ilustrasi ini menjadi cerita dan dinasihatkan bagi
banyak orang.
Calonteolog.com juga tidak memungkiri hal ini. Karena memang
mengembalikan kepercayaan itu sangatlah sulit dan tidak mudah. Sekalipun orang
yang kita kecewakan itu sudah memberikan maaf dan pengampunan. Tetap saja,
retakan itu selalu ada. Bahkan tak jarang, hal-hal kecil juga menjadi pemicu
membuat kita semakin tidak dipercaya. Bayangkan betapa mahalnya harga sebuah kepercayaan
itu.
Tapi, bolehkah calonteolog.com mengajak orang-orang
yang terluka dan dikecewakan itu menjadi seperti yang terus menerus berjuang
untuk memperbaiki kepercayaan saudara pula. Sanggupkah saudara melakukan dan
bertahan sepertinya?
Tentu, jawaban yang mungkin keluar dalam diri saudara mengatakan
dengan mudah; “Demikianlah integeritas seseorang dinilai dan dilihat. Karena itu
integritas itu sangat diperlukan dalam diri setiap orang dan mahal harganya”. Bahkan
karena itupula saudara membela diri dan mengatakan, kalau saudara selalu sudah
berkata jujur pada setiap hal yang saudara lakukan untuk menjadikan diri sebagai
seorang yang dipercaya. Tapi, benarkah demikian? Benarkah ada seorang yang
selalu dan mampu menjaga kepercayaan orang lain? Calonteolog.com meragukannya,
mengingat kerapuhan yang dimiliki setiap manusia. Bahkan perkataan ini, hanya
membuktikan ego yang terlalu besar, bukan hati yang mengampuni.
Bila kita lanjut pembacaan kita pada 1 Korintus 4:3-5,
maka Paulus memberikan pemahaman bahwa yang menjadi hakim diantara kita adalah
Tuhan. Biarkan Tuhan yang menilai dan menjadi hakim diantara manusia. Karena itu,
sikap dan nasihat yang diberikan Paulus bisa dikatakan sebagai suatu sikap yang
tidak memaksa untuk jemaat-jemaat di Korintus bisa mempercayainya dan kembali
kepada kebenaran yang Paulus sampaikan kepada mereka.
Alhasil, calonteolog.com memiliki dua simpulan akan
hal ini;
Pertama, setiap orang harus menyadari. Sekalipun sulit,
tetapi hati tidak sama dengan piring yang pecah. Bila kulit yang tergores saja,
dapat pulih kembali. Ataupun bekas jaitan dan diperbaiki sehingga tidak
terlihat bekasnya, mengapa hati begitu sulit untuk mengampuni dengan tulus? Atau
ego kita terlalu tinggi, sampai sulit menyembuhkan luka yang ada dalam diri
kita.
Kenyataanya, korban akan kembali lagi menjadi korban
ketika dia terus membiarkan luka itu menganga. Korban hanya bisa pulih, ketika korban
mau memberikan hati yang mengampuni. Terlepas dari respon dari pelaku kepada
korban, itu seperti yang diharapkan atau tidak. Sembuhkanlah diri saudara
terlebih dahulu dan tutup luka yang menganga tersebut dengan pengampunan yang
tulus. Sebab setiap manusia itu memiliki kerapuhannya masing-masing. Bayangkan saja,
bila Paulus seperti saudara. Mungkin Ia tidak memberikan kembali pengajaran
kepada orang-orang di Korintus. Karena jemaat disana, sudah mengecewakan Paulus
bahkan tidak lagi mempercayainya.
Kedua, sadarilah kesalahan yang kita lakukan ketika
kepercayaan orang lain kita kecewakan dan pahamilah konsekuensi kita yang
dapatkan. Paulus tidak melakukan kesalahan dan bahkan dia tidak mengecewakan
kepercayaan jemaat Korintus. Tetapi pengajar-pengajar lain yang membuat kerasulannya
dipertanyakan, bahkan sejarah mencatat betapa piluh hatinya karena harus mengembalikan
kepercayaan yang ada di jemaat Korintus.
Demikianlah, calonteolog.com mengharapkan untuk
saudara yang telah melukai kepercayaan orang lain. Jangan paksakan diri anda,
untuk kembali dipercaya. Tetapi sadarilah kesalahan itu dan lakukanlah yang
terbaik. Tentang respon dari orang lain, sadarilah bahwa saudara tidak
melakukannya untuk orang lain. Tetapi saudara melakukan hal tersebut untuk diri
saudara yang mengakui bahwa diri saudara telah bersalah dan ingin membenahi
diri. Sehingga saudara tidak akan memaksakan orang lain untuk mengembalikan
kepercayaannya kepada saudara.
Betapa indah hidup saling mengasihi, tanpa harus menaruh curiga antara satu yang lain. Betapa indah hidup saling mengampuni, tanpa harus menaruh kebencian antara satu yang lain. Betapa indah hidup damai, tanpa harus merasa diri benar. Justru saling mengasihi satu dengan yang lain. Sungguh betapa indah, semua hal ini Tuhan lakukan untuk umat manusia agar setiap dari kita melakukan hal yang sama kepada orang lain.
Komentar
Posting Komentar