Bila dalam teks ini kita terlalu fokus dengan Firaun dan menyalahkan
sikap keras hatinya. Bagi calonteolog.com ini tidak adil. Bayangkan saja, bila
saudara baca teks ini kembali. Sebenarnya bukan Firaun, tetapi Allah yang
mengeraskan hatinya. Tentu permasalahan demikian, akan baik jika terus diteliti
lebih jauh oleh para teolog.
Sedang, calonteolog.com lebih mengajak saudara untuk melihat bagaimana
karakter Musa dan kerapuhannya; tetap bertahan dalam proses Tuhan; bertemu
dengan orang-orang dengan mukjizat serupa seperti Allah berikan untukknya;
termasuk, karakter Musa melihat kesetiaan Tuhan memberikan penyertaanNya.
Bagi calonteolog.com, inilah renungan baik untuk dibagikan saat ini.
Hal apa yang menghalangi seseorang untuk percaya dan tunduk kepada
Tuhan? Pikirannya yang rasional, yang hanya mau percaya dan menerima sesuatu
yang bisa diterima oleh akal budinya? Ataukah gengsinya yang besar, yang
menolak untuk tunduk kepada siapa pun, termasuk kepada Tuhan?
Banyak orang terjebak gengsi. Mereka menolak mengakui diri membutuhkan
Tuhan. Tanpa disadari mereka sedang mengeraskan hati dari belas kasih Tuhan
yang nyata lewat serangkaian kesempatan berjumpa dengan Dia. Sungguh mengerikan
bila suatu saat, pengerasan hati itu sekaligus menjadi penghukumannya
Allah kembali menyatakan nama-Nya kepada Musa dan menugasi Musa untuk
menyampaikan firman-Nya kepada Firaun (ayat 6:27,28). Akan tetapi, Musa tetap mengajukan alasan
bahwa dirinya tidak akan mampu melaksanakan tugas tersebut. Musa menganggap
ketidakfasihannya dalam berbicara akan menyebabkan Firaun menolak
mendengarkannya (ayat 29).
Untuk menolong Musa mengatasi keraguannya, Allah menegaskan tiga hal.
Pertama, Allah tidak saja memberi tugas, tetapi akan membuat Musa menjadi Allah
bagi Firaun (ayat 7:1). Penyertaan dan kuasa Allah akan membuat Musa ada pada
posisi yang harus didengar dan ditaati Firaun. Kedua, Allah memberikan Harun
kepada Musa untuk mendampinginya sebagai juru bicara Musa (ayat 7:16). Penetapan Allah ini menegaskan bahwa kerja sama dalam
pekerjaan Tuhan merupakan hal yang terbaik karena akan terjadi saling mengisi,
saling melengkapi, dan saling menguatkan. Ketiga, Allah sudah melihat bahwa
tugas tersebut akan disambut dengan kekerasan hati Firaun. Akan tetapi,
kekerasan hati tersebut bukanlah tembok penghalang bagi tergenapinya rencana
Allah, melainkan batu loncatan bagi Musa untuk menyaksikan tanda dan kedahsyatan
mukjizat Allah menaklukkan Firaun (ayat 4-5). Pada kenyataannya, Firaun memang mengeraskan hati
walau sudah melihat tanda dan mukjizat Allah yang luar biasa itu (ayat 10-13). Tapi, semua hal ini hanya kata pendeta pendeta umumnya. Bukan kata calonteolog.com
Salahkah memiliki keraguan bersama Allah? Jika saudara berpikir memiliki
keraguan itu salah, maka saudara bisa menghilangkan saraf otak yang memunculkan
keraguan tersebut.
Bagi calonteolog.com, keraguan itu tidaklah menjadi masalah. Bukankah,
karena keraguan setiap orang bisa lebih hati-hati dalam melangkahkan kaki kita
kedepan. Hal yang bermasalah justru, ketika saudara terjebak pada keraguan
tersebut dan memilih untuk tidak melangkah lebih jauh.
Pernahkah saudara melihat saat seorang anak sedang belajar bersepeda
bersama bapaknya? Anak tersebut ragu, ketika bapaknya mencoba melepaskan genggamannya.
Tapi, Bapak itu tidak menyerah dia terus berusaha meyakinkan anak tersebut. Bapak
itu tau kemampuan anaknya belajar, lalu secara pelan-pelan dia melepaskan
genggamannya dari sepeda tersebut. Tanpa disadari anaknya, ia sudah menjaga
keseimbangannya dan bersepeda dengan semangatnya.
Pertanyaannya, apakah anak tersebut gengsi? Apakah anak tersebut
bersalah karena keraguannya? Lalu mengapa banyak orang berpikir tentang letak
kesalahan musa justru pada keraguannya? Bolehkah calonteolog.com berfikir bahwa
sebenarnya, Tuhan sedang mempersiapkan karakter dari seorang Musa. Karakter
yang Tuhan lihat dapat dibentuk dalam dirinya, hanya Musa tidak menyadari hal tersebut.
Karena itu, Tuhan mencoba untuk terus meyakinkannya.
Bukankah, Tuhan terlihat begitu istimewa? Tuhan mengerti kita sedang
berproses dan belajar dalam kehidupan. Kadang kita merasa ragu, kadang pula
kita merasa takut untuk menjalaninya. Tapi Tuhan tidak diam. Dia meyakinkan
saudara, bahkan dalam kerapuhanmu kasihnya terasa begitu lembut dan istimewa.
Ya, demikianlah karakter
Musa dipersiapkan Tuhan terlebih dahulu dan dia tetap mau bertahan dalam proses
itu. Bagaimana dengan saudara, apakah saudara juga masih bertahan? Apakah
saudara masih setia dalam proses yang sedang saudara jalani bersama Tuhan? Atau
saudara memilih lari dari Tuhan untuk melihat karya-karya manusia lain ataupun
ilah-ilah lain yang menggampangkan banyak hal dalam kehidupan saudara?
Dalam masa pengeluaran Bangsa Israel dari tanah Mesir. Banyak hal yang
dijumpai Musa ketika ia memilih untuk menjalankan panggilan dari Allah. Musa
melihat banyak sekali tulah-tulah yang juga dapat diperbuat oleh para penyihir Firaun.
Bila saudara menyadari, saat ini enomena “mujizat” sudah sedemikian marak, baik
di dalam maupun di luar gereja. Banyak orang Kristen tergila-gila dengan
mujizat. Antusiasme yang berlebihan ini dapat menjerumuskan mereka pada beragam
konsep yang sesat tentang mujizat. Atau sebaliknya, ini menjadi nilai jual
untuk para pendeta-pendeta menambahkan kantong persembahannya.
Bila kita kembali pada kisah Musa, maka Tuhan memberikan kesempatan
untuknya berjumpa dengan penyihir-penyihir yang mampu melakukan semua
keajaiban-keajaiban sama seperti Tuhan izinkan untuk Musa dan Harun lakukan.
Tapi, apakah Musa lari dari proses itu? Tidak! Lalu mengapa banyak orang lari dari
gerejanya karena mukjizat, karena berkat, karena kesembuhan atau karena
menyebut Gereja lain itu punya Roh Kudus? Kenapa?
Calonteolog.com berfikir, bahwa saat ini ada begitu banyak orang yang
senang diistimewakan dan membuat orang lain istimewa. Banyak Gereja yang
mencari pengikutnya, bukan pengikut Tuhan. Banyak jemaat yang menjadi
penginjil-penginjil baru, bukan memberitakan Tuhan. Tapi memberitakan
kesaksian-kesaksian luar biasa dari seorang pelayan Tuhan. Bagaimana bila
kesaksian itu justru bercerita tentang kegagalan? Bagaimana bila dalam
kesaksian itu, pendeta saudara bercerita tentang bagaimana Tuhan tidak menjawab
doa-doanya. Apakah saudara ikutan berpindah Gereja seperti lainnya?
Alkitab, menceritakan kesaksian-kesaksian orang-orang yang hidup baru
dan mengikutiNya, justru mati karena dirajam (Stefanus), mati disalibkan secara
terbalik (Petrus). Bahkan tidak lagi punya keistimewaan dan penghormatan dari
banyak orang, seperti Paulus misalnya. Mengapa kesaksian-kesaksian ini, jarang
diceritakan?
Atau sebenarnya karakter-karakter orang Kristen saat ini, sudah sangat
lemah dan mudah berputus asa? Calonteolog.com membayangkan, bila Musa memiliki
karakter yang lemah. Musa dan Harun mungkin lebih memilih untuk tidak lagi
meneruskan usahanya untuk meninggalkan Mesir. Karena penyihir-penyihir tersebut
melakukan hal serupa, sekalipun tidak benar-benar sama. Tapi setidaknya mereka
bisa menyerupainya. BARANG KW, selalu dinikmati toh?
Kecenderungan orang Kristen modern untuk mencari mujizat agar kerohanian
mereka dibangun sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Mujizat tidak selalu
menghasilkan iman. Walaupun Firaun melihat dan mengalami sendiri berbagai
demonstrasi kuasa Allah, tetapi hatinya tetap keras (4:21; 7:3, 13; 8:15, 32;
9:7, 34; 10:1; 1 Sam 6:6). Yang kita cari bukanlah mujizat, tetapi pekerjaan
Allah yang melembutkan hati kita. Kita minta kepada Allah agar Roh-Nya yang
kudus melebarkan hati kita dan meluaskan hidup kita bagi Dia, sehingga seluruh
aspek kehidupan kita pada akhirnya hanya untuk Allah semata-mata dan
seluruhnya.
Saudara bisa saja pergi ke dukun untuk mempercepat semua proses
kehidupan ini kearah lebih baik? Tapi apakah saudara benar-benar bisa
menikmatinya nanti? Saudara mungkin bisa berpindah Gereja karena di luar sana,
ada begitu banyak Gereja dengan tawaran-tawaran menggiurkan; Kepenuhan Roh Kudus;
Berbahasa Roh; Kesembuhan; Hidup berlimpah; Orang mati dihidupkan kembali.
Tawaran-tawaran itu nyata dan ada, bahkan melebihi dari Gereja saudara saat
ini.
Tapi calonteolog.com justru teringat tentang seorang Pendeta yang belum
lama ini meninggalkan kita. Saat itu, pendeta tersebut sedang dirawat di rumah
sakit. Apakah dia tidak meminta kesembuhan? Ya, dia menginginkannya. Tapi
pendeta tersebut mengatakan bahwa itu tidak menentukan ukuran imannya. Bahkan
ketika dia sudah separah itupun, dia mengajak kita untuk memiliki kualitas karakter
seorang Kristen yang tidak cengeng. Bahkan, kesaksian itu, mengajarkan calonteolog.com
tentang bagaimana menjadi seorang yang berbahagia dan memuji Tuhan dalam penderitaan.
Bagaimana dengan saudara? Apa yang Tuhan ajarkan saat ini kepada saudara? Karakter
yang cengeng atau karakter anak-anak yang selalu memaksa?
Terakhir, calonteolog.com belajar tentang karakter Musa yang semakin
tumbuh ketika melihat penyertaan Tuhan, Bayangkan saja, Musa dengan penuh
kepercayaan mendatangi Firaun secara terus-menerus sampai sepuluh kali. Padahal
kita ketahui bahwa Musa saat itu bisa dikatakan buronan, karena telah membunuh
salah satu orang mesir untuk membela seorang Ibrani. Bahkan setiap tulah yang dia
ucapkan itu, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan ancaman kepada Firaun. Lalu mengapa,
dia tetap berani dan bertahan? Jawabannya sederhana,
“Musa setia dalam proses panggilan itu. Bahkan dia bersedia untuk menjalaninya, saudara bagaimana?”
Komentar
Posting Komentar