Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa.
Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. Ini adalah
syair dari lagu yang menggambarkan begitu besar kasih dan perhatian seorang
ibu. Kasih seorang ibu memang demikian adanya. Bagaimana dengan kasih seorang
ayah? Mengapa kasih seorang ayah tidak banyak disinggung atau diakui? Banyak
orang berkata surga ada titelapak kaki ibu, lalu bagaimana dengan Ayah? Surga berada
ditelapak kaki ayah yang mana?
Kasih seorang ayah pada
anaknya pastilah ada. Kasih itu berkaitan dengan peran yang berbeda dengan
peran seorang ibu. Diantara sekian banyak ibu yang baik, masih ada ibu yang
tidak baik. Demikian juga ada ayah yang tidak baik tetapi masih ada ayah yang
baik.
Ayah yang baik mengetahui bahwa Allah mempercayakan tugas
untuk dirinya mendidik anak-anak menurut jalan yang patut mereka lalui (Amsal
22:6). Ia juga memiliki kesadaran untuk mendidik saudara agar takut kepada
Tuhan (Mazmur 128). Bahkan, Ayah juga menyadari tugasnya untuk mendidik saudara
dalam ajaran dan nasihan Tuhan tanpa membangkitkan amarahmu (Efesus 6:4), serta
bersaksi tentang iman saudara kepada mereka. Bila saudara berfikir tentang ayah
yang sempurna, maka kesempurnaan itulah perjuangan seorang ayah untuk selalu
mengasihi anak-anaknya.
Suatu kisah menceritakan tentang seorang
pendeta mengakhiri khotbahnya di suatu hari Minggu dengan berkata, "Jika
ada seseorang di sini yang menginginkan bantuan untuk mengenal Allah dan ingin
agar saya mendoakan, silakan angkat tangan." Seorang pria muda berdiri dan
berkata, "Tolong doakan saya, Pak. Beban dosa saya terlalu berat untuk
dipikul."
Setelah kebaktian, sang
pendeta berbicara dengan pria tersebut dan membawanya untuk percaya kepada
Yesus. Pria muda tersebut telah berkelana dari satu kota ke kota lain selama
delapan tahun tanpa memberi kabar kepada orangtuanya. Jadi pada saat itu ia
memutuskan untuk menulis surat dan memberi tahu mereka tentang perubahan dalam
hidupnya.
Beberapa hari kemudian,
datanglah jawaban dari ibunya, "Anakku terkasih, engkau pasti menerima
Yesus Kristus pada jam yang sama saat ayahmu pulang ke surga. Ia telah sakit
cukup lama, dan pada hari itu ia sangat gelisah. Ia berguling-guling di tempat
tidurnya sambil berseru, 'Tuhan, tolong selamatkan anak laki-laki saya yang
tersesat dan patut dikasihani.' Ibu yakin bahwa salah satu alasan engkau
menjadi orang kristiani adalah permohonan Ayah yang tak putus-putusnya."
Seorang ayah yang berdoa
akan "meminta", "mencari", dan "mengetuk" untuk
anak-anaknya, tanpa henti-hentinya mempercayai Bapa surgawi untuk melakukan apa
yang terbaik (Matius
7:7-11).
Ya, demikianlah
bahasa kasih Ayah yang tidak pernah kita mengerti tapi selalu mengiringi dalam
setiap kehidupan kita. Ia,
bukanlah pribadi yang dengan mudah memperlihatkan kasihnya kepada anak-anaknya.
Sekalipun demikian bukan berarti bahwa Ayah tidak pernah mengasihi buah
hatinya. Setiap ayah pasti mengasihi anak-anaknya dengan cara dan sikapnya
masing-masing. Seperti seorang Charlie Chaplin, dalam diamnya ia menghibur anak-anaknya.
Adapula, Ayah yang mirip seperti Albert Einstein, memberikan kata-kata yang
membingungkan kepada anak-anaknya, dengan tujuan untuk mendidik anak-anaknya. Ya,
Ayah tidak memiliki bahasa yang mudah dimengerti. Tapi Ayah mengasihi saudara.
Lalu, apakah ada surga di
bawah kaki seorang ayah? Jika seorang ayah yang penuh kasih mencukupi kebutuhan
anaknya baik jasmani dan rohani, setia mendidik pada jalan Tuhan dengan teladan
imannya, memberikan perlindugan, bisa menjadi ayah sekaligus sahabat bagi
anaknya dan berlimpah kasih yang tulus, maka itu adalah surga bagi
anak-anaknya.
BAGAIMANA MENCIPTAKAN
SURGA ITU ?
Dalam majalah
Hemispheres, konselor keluarga, John Rosemond, menulis bahwa seorang ayah punya
peran yang unik dan sangat penting dalam hidup anak-anaknya. Karena itu ia
tidak cukup sekadar hadir. Ia harus "terlibat secara aktif" dan
"dengan penuh semangat terlibat dalam proses pengasuhan anak-anak."
Rosemond mengusulkan 6
cara agar para ayah dapat semakin terlibat dengan anaknya:
- Temukan aktivitas yang dapat
dilakukan bersama anak Anda. Lakukanlah secara teratur.
- Bantu (tanpa memaksa) anak Anda
mengembangkan hobi dan minatnya.
- Setelah anak Anda berumur lebih dari
10 tahun, janganlah terlalu membuat aturan disiplin yang ketat, tetapi
bersikaplah lebih bijak dengan menjadi pendampingnya.
- Berbicaralah dengan anak Anda dan
tetaplah menjaga komunikasi dengan menjadi pendengar yang baik.
- Kasihi ibu dari anak-anak Anda dengan
sepenuh hati.
- Ingat, Anda tak akan pernah terlalu
terlambat untuk mengatakan pada anak Anda, "Aku mengasihimu."
Komentar
Posting Komentar