Skeptis menurut, KBBI diartikan sebagai sikap yang
kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dan sebagainya).
Pandangan ini tidak jarang diberikan oleh beberapa orang tua kepada kaum Muda.
Tentu atas berbagai alasan dan pemahaman. Bahkan calonteolog.com juga tidak
menguniversalkan bahwa semua orang tua ataupun kaum muda juga mendapatkan hal
yang sama. Karena itu, menjadi keindahan bagi kaum muda bila tidak berjumpa
dengan sikap skeptis dari orang-orang tua. Namun bukan berarti pandangan ini
juga disetujui oleh seluruh kaum muda juga ataupun orang tua. Sebab, ada pula
yang berfikir bila sikap skeptis itu harus dijadikan sebagai tantangan untuk
kesuksesan para kaum muda.
Jelasnya, calonteolog,com tidak ingin saudara terjebak
dalam perdebatan tersebut. Sebab hal tersebut akan menjadi perdebatan yang
tidak pernah ada habisnya. Namun menjadi ironi bila Gereja juga ikut-ikutan
melihat kaum muda secara skeptis. Salah satunya ketika calonteolog.com membaca
buku sejarah pemuda suatu Gereja dan dituliskan refleksi seorang teolog bahwa kaum
muda dipandang sebagai manusia yang belum utuh, bahkan karena ini mereka juga
disebut sebagai manusia yang belum berdiri sendiri, belum mampu bertanggungjawab.
Sehingga mereka memerlukan nasehat, bimbingan untuk berdikari. Tidak berhenti
pada hal itu saja, teolog tersebut juga mendorong Gereja untuk berpandangan dan
melakukan hal serupa kepada kaum Gereja. Dalam satu sisi, pandangan ini baik.
Tapi pada sisi lainnya, teolog tersebut seolah-olah mengingkari apa yang
menjadi dasar teologis mereka, ketika mengangkat seorang anak sekolah minggu
mengungkapkan pengakuan imannya kepada Tuhan. Bayangkan saja, Gereja membimbing
setiap anak-anak untuk berani bertanggung jawab dan mengaku imannya pada usia
tertentu. Lalu ketika seremoni itu selesai, mereka justru memiliki pandangan skeptis
bahwa kaum muda tersebut belum benar-benar dapat bertanggung jawab mengenai
imannya. Bahkan, seolah-olah umur menentukan bahwa seseorang tersebut dapat menjadi
utuh dan bertanggung jawab atas imannya. Pertanyaannya, apakah umur selalu
menentukan iman seseorang? Bukankah ada banyak kisah yang menunjukkan bahwa
iman anak-anak lebih baik daripada kaum dewasa? Bahkan tidak sedikit kaum muda
menjadi pelaku-pelaku iman untuk dunia?
Lalu, masih pantaskan Gereja memiliki
pandangan skeptis tersebut diberikan kepada kaum muda?
Sekali lagi, calonteolog.com juga tidak ingin terjebak
dalam pembenaran apapun dan membenarkan siapapun. Namun alangkah baiknya setiap
orang memulai untuk membuka cara pandang dan penghilatannya kepada semua hal. Sebab,
beberapa pekan terakhir konflik-konflik muncul karena cara pandang demikian
ini. Salahsatunya, seperti yang diungkapkan oleh komika; Arie Kriting ketika
berbicara mengenai PAPUA dalam Amnesty Internasional Indonesia. Dalam penampilannya
tersebut, ia mengajak untuk orang-orang jangan berbicara keadilan yang terlalu muluk-muluk
mengenai PAPUA. Sebab baginya, keadilan itu sebenarnya bukan hanya tentang
papua, Tapi bagaimana setiap orang berfikir adil, dimulai dari sudut pandangnya
dalam melihat orang lain.
Ya, calonteolog.com
sangat setuju ketika Arie Kriting membicarakan hal ini. Sebab, nyatanya memang
kita terlalu mudah berbicara mengenai dukungan dan solusi untuk hal-hal besara.
Namun, hal paling besar yang ada dalam pikiran kita, lupa untuk diselesaikan.
Kita berbicara mengenai keadilan mengenai Papua, namun ketika bertemu dengan
orang-orang timur pandangan skeptis itu selalu muncul. Kita tidak pernah adil
dalam pikiran kita sendiri dalam melihat golongan, suku ataupun agama yang
diluar daripada kita. Hal ini yang sungguh disayangkan, selalu terjadi belakangan
ini.
Termasuk pula, peristiwa besar yang dialami oleh Paulus
sebelum Yesus mengubah cara pandanganya dalam melihat orang Kristen. Paulus
yang kala itu dikenal sebagai Saulus selalu bersikap skeptis kepada Kekristenan.
Bahkan sikap skeptis tersebut, membawa dirinya menjadi seorang yang ;radikal
dan fanatik pada keYahudiannya; melupakan belas kasih; dan menumbuhkan kebencian
yang berlebih kepada Kekristenan. Tapi, ketika Yesus datang mengubah cara
pandangnya, Saulus menjadi Paulus. Ia menjadi salah seorang yang berdampak dalam
penyebaran agama Kristen. Sebab, Yesus telah menghilangkan sikap dan cara
pandangnya yang dahulu skeptis menjadi terbuka dan adil dalam melihat orang lain.
Demikanlah halnya panggilan Gereja untuk situasi saat
ini, bukan sibuk menilai dunia yang ada diluarnya. Tetapi hadir bagi dunia dan terbuka
karena kebenaran bersama Kristus. Bila, Gereja terus-menerus skeptis pada suku,
agama ras dan antar golongan. Sampai kapanpun Gereja tidak pernah hadir dan
berdampak di dunia. Termasuk kepada orang-orang Kristen yang merasa bahwa dirinya
telah menerima Kristus dalam hidupnya, harusnya menjadi manusia berdampak dan
memanusiakan lainnya. Dengan tidak skeptis pada suku, agama ras dan antar
golongan.
Komentar
Posting Komentar