Keahlian itu bermula dari pola pikir yang ingin
berkembang. Bila saudara memiliki perspektif tentang keahlian dari lahir, maka
saudara tidak akan pernah mengembangkan diri saudara. Atau saudara meninggalkan
banyak kesempatan untuk mengembangkan diri.
Pola pikir yang tidak ingin berkembang, sangatlah
mudah terindikasi. Orang-orang seperti ini akan memilih untuk berhenti belajar,
karena masa lalu (Mis: Tidak mendapatkan hasil yang baik saat sekolah, pernah
melakukan kesalahan dan pernah mengalami kegagalan). Pertanyaannya, adakah
sebuah penilaian yang berlaku selamanya? Tahukah, saudara bahwa seseorang yang memiliki
pola pikir berkembang sepakat untuk melihat masa lalu, sebagai penilaian untuk
mengukur kemampuan penting tertentu (pada saat itu). Mereka tidak percaya bahwa
masa lalu menentukan masa depan mereka sepenuhnya. Sementara, seseorang dengan
pola pikir yang tidak ingin berkembang melihat masa lalu sebagai alat pengukur
untuk mereka menghadapi masa depan. Alhasil, mereka dengan pola pikir yang
tidak ingin berkembang akan sulit untuk diajak “belajar”, dengan alasan “Aku sudah
pernah melakukannya, dan aku gagal…”
Calonteolog.com tidak mengingkari bahwa dalam
kehidupan ini, setiap orang memiliki bakat yang dikaruniakan Tuhan, agar
menjadi ahli dalam setiap bidangnya. Seperti halnya, Bezaleel
dan Aholiab adalah orang-orang yang terampil menjalankan pekerjaan tersebut.
Bezaleel dikaruniai keahlian, pengertian, dan pengetahuan dalam segala macam pekerjaan
membuat perkakas dari emas, perak, dan tembaga (Keluaran
31:3,4). Demikian juga Allah menetapkan Aholiab untuk mendampingi pekerjaan
Bezaleel. Allah memerintahkan Musa untuk menunjuk mereka sebagai orang-orang
yang akan membuat perkakas tersebut.
Sama seperti Bezaleel dan
Aholiab, masing-masing dari kita pasti memiliki keahlian tertentu yang dapat
dipakai untuk melakukan tugas-tugas khusus dalam gereja. Barangkali keahlian
dalam bermain musik, mengajar, membuat karya seni, menulis, mengatur keuangan,
dan sebagainya. Setiap keahlian yang diberikan Tuhan seharusnya dipakai untuk
melayani Dia, sesuai peranan yang Dia sediakan bagi setiap kita.
Namun bila “bakat”
menjadi sebuah alasan untuk kita tidak mengembangkan diri kepada keahlian yang
baru. Maka itu adalah kekiliruan seorang dengan pola pikir yang tidak
berkembang. Buktinya, mengapa seseorang bapak yang dahulu tidak pintar memikat
wania dan bahkan dia dijodohkan oleh orang tuanya untuk menikahi seorang
wanita. Tetapi, ketika dia menikah justru ahli dalam selingkuh dan menutupi
perselingkuhannya. Bahkan beberapa teman laki-lakinya tidak percaya bahwa
dahulu dia adalah seorang laki-laki yang tidak pintar memikat wanita?
Sadarkah saudara, bahwa “Habit
is power” bila saudara terbiasa melatih diri saudara pada sesuatu, maka latihan
tersebutlah yang membawa saudara untuk memiliki keahilan pada sesuatu yang secara
terus menerus saudara latih.
Seperti kisah seorang
panglima di daratan Tiongkok. Sang Panglima dianggap memiliki kelebihan yang
tak dimiliki orang-orang biasa. Yakni, ia memiliki keahlian memanah yang tiada
tandingannya.
Suatu hari, sang panglima
ingin memperlihatkan keahliannya memanah kepada rakyat di negerinya. Lalu, Sang
Panglima memerintahkan prajurit bawahannya agar menyiapkan papan sasaran yang
diletakkan cukup jauh, serta 100 buah anak panah untuknya.
Setelah semuanya siap,
pada hari yang telah ditentukan, Sang Panglima memasuki lapangan dengan penuh
percaya diri, lengkap dengan perangkat memanah di tangannya. Di lapangan
tersebut, berbondong rakyat yang ingin menyaksikan kehebatan panglima negerinya
pun berkumpul. Mereka penasaran, bagaimana Sang Panglima mampu memiliki
kehebatan memanah yang luar biasa.
Panglima pun mulai
menarik busur dan melepas satu persatu anak panah itu ke arah sasaran. Rakyat
bersorak sorai menyaksikan kehebatan anak panah yang melesat! Sungguh luar
biasa! Seratus kali anak panah dilepas, 100 anak panah tepat mengenai sasaran!
Meski beberapa kali angin menerpa, panah dari Sang Panglima seperti memiliki
mata. Sehingga, tak ada satu pun yang meleset dari sasaran.
Dengan wajah berseri-seri
penuh kebanggaan, panglima berucap, “Saat ini, keahlian memanahku tidak ada
tandingannya. Bagaimana pendapat kalian?”
Berbagai kata pujian pun
diucapkan oleh banyak orang yang menyaksikan. Mereka sangat bangga memiliki panglima
yang sangat hebat dalam memanah. Namun, di antara sekian banyak yang memuji,
tiba-tiba ada seorang tua penjual minyak yang mengucapkan kata-kata yang
membuat Sang Panglima dan banyak orang sesaat terdiam, “Panglima memang hebat!
Tetapi, itu hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih.”
Sontak panglima dan
seluruh yang hadir memandang dengan tercengang dan bertanya-tanya, apa maksud
perkataan orang tua penjual minyak itu. Sungguh berani si penjual minyak yang
orang biasa itu berkata demikian. Namun, sebelum semuanya menjadi heboh, si
tukang minyak berkata kembali, “Tunggu sebentar!”
Sambil beranjak dari
tempatnya, dia mengambil sebuah uang koin Tiongkok kuno yang berlubang di
tengahnya. Koin itu diletakkan di atas mulut botol guci minyak yang kosong.
Dengan penuh keyakinan, si penjual minyak mengambil gayung penuh berisi minyak.
Ia pun kemudian menuangkan minyak tersebut dari atas melalui lubang kecil di
tengah koin tadi sampai botol guci terisi penuh. Meski lubangnya cukup kecil,
minyak yang dituang sang penjual minyak tak ada setetes pun yang mengenai
permukaan koin tersebut! Semua tepat masuk ke dalam guci dari lubang koin itu.
Panglima dan rakyat pun
tercengang melihat keahlian dari si penjual minyak. Mereka pun bersorak sorai
menyaksikan demonstrasi keahlian si penjual minyak. Namun, dengan penuh
kerendahan hati, tukang minyak membungkukkan badan menghormat di hadapan
panglima. Ia pun lantas mengucapkan sebuah kalimat yang penuh makna, “Semua
yang bisa saya dan Panglima lakukan tadi hanya keahlian yang didapat dari
kebiasaan yang terlatih! Kebiasaan yang diulang terus-menerus akan melahirkan
keahlian. Dari kebiasaan inilah, akan memunculkan kekuatan.”
Demikianlah, hasil dari
kebiasaan yang terlatih dan dilakukan terus menerus memang dapat membuat
sesuatu yang sulit menjadi mudah serta apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Demikian
pula, untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan, kita membutuhkan karakter
sukses. Dan karakter sukses hanya bisa dibentuk melalui
kebiasaan-kebiasaan seperti berpikir positif, antusias, optimis, disiplin,
integritas, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Jangan biarkan pola pikir
yang tidak mau berkembang, membuat saudara berhenti untuk belajar, dan melatih
diri. Jangan pula menjadikan bakat sebagai alasan untuk menutupi diri yang
malas untuk belajar.
Komentar
Posting Komentar