Suatu
waktu seorang anak kecil yang sedang makan bersama dengan orangtuanya,
memperhatikan Ayahnya berdoa. Dalam kesempatan itu, anak tersebut memperhatikan
dengan penuh saksama, bagaimana Ayahnya mengucapkan kata-kata yang sangat tidak
dia mengerti. Ketika, doa telah selesai, anak itu bertanya dengan polos kepada
Ayahnya, katanya; Ayah, aku tadi tidak berdoa dan hanya melihat Ayah. Apakah,
Tuhan akan marah kepadaku, bila aku melupakan doa?”
Saudaraku,
pernahkah diantara kita, memiliki pertanyaan serupa seperti anak tersebut.
Ataukah ada diantara kita memiliki pengalaman seperti saya, dimana Guru Sekolah
Minggu mengatakan kepada kita tentang Tuhan Yang Marah bila, kita tidak berdoa.
Rasa-rasanya,
ada banyak diantara kita, memiliki pengalamans serupa dengan saya. Sampai-sampai
pengalaman tersebut membuar kita berfikir bahwa tindakan-tindakan saleh kita,
seperti berdoa, menyanyi, beribadah dan membaca Kitab Suci dilakukan sebagai
sarana pengamanan untuk menghindari hukuman Tuhan. Bila kita berpikir demikian,
kita akan memiliki motivasi yang salah dalam melakukan sesuatu bagi Allah. Pemikiran
semacam itu hanya membuat kita berdoa dan memuji Allah demi kepentingan atau
perkenan pribadi.
Dalam
cerita berbeda, seseorang pernah bersaksi pada diriku tentang peribadahan yang
dilakukannya di beberapa Gereja. Bagaimana ia menikmati setiap
nyanyian-nyanyian yang diiringi oleh para pemusik Gereja tersebut. Tidak jarang
pula, suasana demikian membuat dirinya semakin menghayati setiap
nyanyian-nyanyia. Mungkin juga diantara kita, merasakan hal serupa ketika
mengikuti kebaktian-kebaktian demikian. Setelah kesaksian tersebut ia, bertanya
tentang pengalamanya yang tidak pernah, didapatkannya saat beribadah dalam
Gereja Kesukuan.
Bila
boleh berpendapat, beberapa Gereja Kesukuan juga harusnya memandang pelayanan musik
dan pemimpin nyanyian sebagai sesuatu yang penting. Hal ini saya utarakan,
dikarenakan beberapa pengalaman saya melihat Gereja Kesukuan justru menanggap
pelayanan tersebut menjadi sesuatu yang dipandang sebelah mata, bahkan tidak
jarang pula para pemain musik penyanyinya tidak mempersiapkan diri (langsung
tampil).
Namun
dari sisi yang berbeda pengalaman yang diceritakan oleh orang tersebut juga
layak untuk kita kritisi dengan beberapa pertanyaan, seperti “Apakah pujian
penyembahan berguna untuk pemuasan emosional jemaat?” “Apakah pujian dan
penyembahan terbatas pada suasana dan tempat? Bila penyembahan dan pujian hanya
berguna untuk memuaskan emosional manusia saja dan terbatas pada tempat. Maka,
hal berbeda justru kita temukan dalam Mazmur 98:1-9
Mazmur
ini ditulis untuk mengenang kembali karya penyelamatan Allah terhadap bangsa Israel
pada peristiwa-peristiwa Keluaran dari Mesir. Pemazmur memujui-muji Tuhan untuk
keajaiban-keajaiban yang telah Tuhan nyatakan bagi bangsa Israel. Pemazmur juga
memuji Tuhan untuk keselamatan yang Tuhan telah berikan pada bangsa Israel
sejak mereka keluar dari Mesir hingga masuk tanah Kanaan. Pemazmur mengingat
bahwa Israel adalah bangsa yang kecil dan lemah yang baru keluar dari
perbudakan, tetapi Allah telah menyertai mereka secara luar biasa dan
memberikan keselamatan kepada mereka. Pemazmur juga memuji Tuhan untuk kasih
setia Tuhan yang tidak berkesudahan pada bangsa Israel. Meskipun berulangkali
Israel gagal untuk setia pada perjanjian Tuhan, tetapi Tuhan selalu setia dan
mengingat perjanjianNya.
Ya,
semua tentang Tuhan dan hanya Tuhan.
Bukan
tentang pemuasaan emosional diri kita belaka. Atau dengan kata lain, penyembahan
kita kepada Tuhan tidak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan untuk diri kita.
Namun, setiap pemikiran atau tindakan pengagungan kita harus keluar dari rasa
hormat kita bagi Dia dan kebesaran-Nya. Hati dan suara kita harus dipenuhi
dengan pujian seperti yang dinyatakan dalam Mazmur
98. Pernyataan rasa syukur kita adalah kurban bagi-Nya (Mazmur
116:17)
Sebab
ada banyak hal dalam hidup yang membuat kita seharusnya terus-menerus memuji
Tuhan. Bahkan kemampuan kita untuk memuji-muji Tuhan sangat bergantung pada
seberapa jauh kesadaran kita akan campur tangan Tuhan dan karya-karyaNya dalam
hidup kita. Jadi bukan terbatas pada tempat dan situasi, melainkan tentang
kesadaran bahwa; kita bisa hidup, kita bisa bernafas, kita dapat mengenal
Tuhan, kita dapat bekerja, kita dapat melayani, kita dapat memiliki
keselamatan, dan sebagainya, itu semua bukan karena kemauan dan kemampuan kita
sendiri tetapi karya Tuhan dalam hidup kita. Kita patut memuji-muji Tuhan untuk
setiap anugerahNya bagi kita.
Lebih
daripada itu, dalam Mazmur 98 ini, bercerita pula tentang hati yang dibaharui.
Jangan sampai pujian dan penyembahan yang baik justru tidak tampak dalam
kehidupan bersama seluruh ciptaan. Jangan sampai pujian dan penyembahan
hanyalah formalitas kepada Tuhan dan menjadi batu sandungan bagi orang-orang dan
alam yang hidup bersama dengan kita.
Hati yang memuji dan menyembah itu, bukanlah pemuasan diri. Tapi tentang Tuhan dan hanya Tuhan
Komentar
Posting Komentar