Percayakah
saudara, bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang tidak menginginkan
kebahagian. Semua orang hidup dengan keinginan untuk bahagia. Namun yang selalu
menjadi pertanyaan adalah “Bagaimana aku dan kamu memandang kebahagian
tersebut?”
Sebelum
membahas hal ini lebih lanjut saya ingin membagikan beberapa analogi mengenai
kebahagian;
- ·
Jika kekuasaan
bisa membuat seseorang bahagia, tentu Getulio Vargas, Presiden Brasil, tidak
akan menembak jantungnya sendiri.
- ·
Jika kecantikan
bisa membuat seseorang bahagia, Marilyn Monroe yang kala itu dijuluki wanita
tercantik di dunia, tidak akan meminum alkohol dan obat depresi yang
menyebabkan overdosis.
- ·
Jika kekayaan bisa
membuat seseorang bahagia, tentunya Adolf Merckle orang terkaya dari Jerman
tidak menabrak dirinya sendiri ke kreta api
- ·
Jika ketenaran
seseorang bahagia, pasti Michael Jakcson tidak akan meminum obat tidur setiap
malam hingga akhirnya overdosis
Dalam
beberapa kasus ekstrim, ditemukan orang-orang yang bahagia dengan melukai diri
sendiri ataupun melukai orang lain. Namun, setelahnya bagaimana? Mereka tidak
pernah puas, tubuh akan terus dilukai dan korban akan terus bertambah. Bila
demikian, kebahagian apa yang selama ini mereka dapatkan?
KEBAHAGIAN SEMU! Tanpa disadari, banyak diantara kita sedang memperjuangkan kebahagian
yang semu, tidak penuh dan hanya sementara. Sekalipun saudara telah membaca
banyak sekali ilustrasi mengenai kebahagian sejati. Faktanya, masih banyak diantara
kita yang hidup untuk mengejar kebahagian semu. Mengapa? Sebab, memperjuangkan
kebahagian semu itu, lebih terlihat realistis ketimbang daripada kebahagian
yang banyak para penyair ungkapkan. Tidak percaya?
Ketika
membaca kesaksian penulis Injil Matius, saya melihat bagaimana Yesus menyadari
tentang kehidupan orang-orang yang mengikutinya juga sedang mengejar kebahagian
semu. Orang-orang tersebut mendekati Yesus, dengan pengharapan mesianis yang
sangat berbeda dengan tujuan Kristus.
Sebab
itu, tidak mengherankan ketika Dia mengatakan; Berbahagialah orang yang miskin
(ay.3) dan berbahagialah orang yang berdukacita (ay.4). Yesus tidak mengatakan
kepada banyak orang tersebut; “berbahagialah karena keadaanmu yang dahulu
miskin telah kubuat menjadi bahagia….”
atau; “berbahagialah karena mereka yang engkau kasihi telah disembuhkan
dan hidup kembali”. Tidak, Yesus tidak mengatakan hal tersebut.
Yesus
mengajarkan kepada kita bahwa kekayaan duniawi tidak pernah memuaskan
kehidupan, untuk itu setiap orang haruslah hidup miskin di hadapan Allah. Itulah
realitas seutuhnya, sehingga ketika banyak orang berkata bahwa “uang bukan
segalanya, tapi segala sesuatunya butuh uang” sebagai alasan untuk mengejar
kebahagiaan semu sebagai realitas. Maka, katakanlah bahwa tidak segala
sesuatunya membutuhkan uang. Sebab bila kebahagian dapat dibeli, maka orang
kaya akan membeli kebahagian itu dan memborongya sampai habis. Mereka yang
tidak memiliki kekayaan, pasti tidak akan pernah bahagia. Namun realitasnya
bagaimana? Banyak orang yang tidak memiliki kekayaan duniawi justru lebih berbahagia
dari orang kaya, bukan?
Mereka
yang miskin dihadapan Allah, menyadari bahwa air dan roti tidak dapat memuaskan
kehidupan mereka, Hanya kebenaran yakni Yesus Kristus, itulah yang dapat
memberikan kebahagian seutuhnya. Termasuk ketika kita mendapati dukacita
sekalipun. Kita juga masih disebut berbahagia, sebab Allah yang menjadi pemilik
kita memberikan penghiburan sejati bagi kita. Sekali lagi, kebahagian tidak
ditentukan dari luar diri kita. Melainkan dari apa yang memenuhi pandangan dan
hati kita. Apakah Yesus ada di dalamnya? Bila, Yesus ada dalam diri saudara,
dalam kesesakan sekalipun, saudara dapat memilih bahagia.
Contoh
sederhananya seperti ini;
Suatu
hari, saudara menemukan gundukan pupuk kandang tepat didepan rumah saudara.
Pupuk kandang tersebut sangatlah kotor dan baunya memenuhi rumah saudara. Nah, ada dua respon yang menunjukkan
kebahagian itu bukan ditentukan oleh keadaan.
Respon
pertama, dari seorang yang tidak pernah meminta hikmat dan penghiburan dari Allah.
Ia membawa kotoran kemana mana bersama kita. Alhasil, orang yang berlaku
demikian ini akan memiliki bau yang sama seperti pupuk kandang dan dijauhi oleh
orang-orang disekitarnya.
Respon
kedua, dari seorang yang meminta hikmat dan penghiburan dari Allah. Ia mengubur
kotoran tersebut. Tentu, prosesnya lama, karena gundukan pupuk kandang itu
sangatlah banyak. Namun, seorang tersebut terus mencampurkannya dengan tanah di
halaman rumahnya. Sembari, menanam beberapa tanaman muda. Sampai, akhirnya
tanaman muda tersebut menghasilkan buah untuk dibagikan kepada para
tetangganya.
Tahukah
saudara, bahwa membawa kotoran adalah seumpama seorang yang menyerah pada
keadaan. Lalu ia tenggelam dan depresi, hal-hal negatif, atau amarah terus
muncul dalam dirinya karena keadaan tersebut. Sementara mereka yang
mencampurkan gundukan pupuk kandang dengan tanaman muda, seumpama pengenalan
terhadap rasa sakit yang tragis. Ia mempelajari rasa sakit tersebut dengan
hikmat yang Allah berikan. Lalu mereka membagikannya sebagai kesaksian (buah
dari tanaman muda) kepada para tetangganya, tentang Allah yang menghibur.
Ya, demikianlah
setiap orang dapat memilih bahagia bukan karena sesuatu dari luar dirinya.
Melainkan, dari dalam diri mereka. Ketika hati dipenuhi dan dikuasai oleh Yesus
Kristus. Maka dalam kesesakan sekalipun, saudara dapat berbahagia.
Selanjutnya,
bila saudara memperhatikan soal respon seseorang yang menanam gundukan dan
membagikan hasil tanaman mudanya kepada para tetangganya. Maka saudara dapat
memahami, mengapa Yesus menyebut mereka yang lemah, lembut, murah hati dan
membawa damai, sebagai orang yang berbahagia. Sebab, hati mereka suci dan tidak
dipenuhi oleh keserakahan.
Hal
ini tidak begitu menjadi masalah, sebab sekalipun sulit tapi saya yakin mereka
yang telah dipenuhi dan dikuasai oleh Kristus. Tidak akan berbuat serakah, dan
menjadi lupa diri. Sekalipun, saya juga menyadari bahwa tidak sedikit orang
menjadi lupa diri ketika kehidupannya jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Lebih
penting dari pada itu, saya justru lebih tertarik tentang ucapan bahagia bagi;
orang-orang yang dianiaya, dicela dan difitnah oleh karena Kristus. Mengapa?
Sebab ini sulit, dan sangatlah banyak orang meninggalkan kebahagiannya hanya
karena situasi yang demikian ini.
Berbicara
mengenai hal ini, saya teringat dengan seseorang sahabat yang berkeinginan
untuk masuk dalam salah satu institusi Agama. Namun, keinginan tersebut harus
sirna hanya karena dia memiliki prinsip untuk tidak mengikuti bentuk-bentuk
penyelewangan yang ada dalam institusi tersebut. Cukup berat baginya untuk mempertahankan
prinsip tersebut. Orang tua terus menekannya, lingkungannya juga memaksa dia
untuk mengikuti semua tradisi yang ada. Tapi dia tetap bersikeras memegang
prinsip tersebut. Sebab katanya, bahwa tidak ada yang perlu dikejar di dunia
ini selain Kebenaran dari Firman Tuhan. Baginya, status yang didapatkan dari
penyelewengan hanya akan mendidik dirinya sama seperti dunia.
Titik
balik itu dia temukan ketika ia bertemu dengan seorang GM Hotel didaerahnya. Dalam
pertemuan tersebut, ia mendengarkan salah satu nasihat yang baik dan sangat
dalam terucap dari GM Hotel tersebut, katanya;
“Saya seorang pelayan dan saya senang untuk melayani banyak orang”
Kata-kata
itu, membuat dirinya semakin tegar dan bertahan pada prinsipnya. Apakah sahabat
saya itu tidak merasakan depresi dan stress dengan prinsip yang dia pegang? Dari
semua hal yang dia ceritakan, keinginan untuk menyerah dan mundur dari semua
perjuangannya juga sering menghantui dirinya. Tapi dia tetap bertahan, baginya
Allah tidak pernah tidur dan melihat hatinya. Satu tulisan yang menguatkannya
dibagikan kepada saya; ditulis demikian;
Tuhan itu baik; Ia adalah tempat pengungsian waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepadaNya (Nahum 1:7)
Diantara kita juga
mungkin memiliki pengalaman serupa. Ketika dunia menekan kita, ketika
orang-orang terdekat memaksa kita untuk beradaptasi dengan dunia dan
meninggalkan kebenaran Tuhan. Bagi saudara yang mengalaminya percayalah, bahwa “Ini pun akan berlalu”. Saudara berhak
untuk mengikuti kata hati saudara, memilih hidup bahagia dalam kebenaran Tuhan.
Sekalipun, keadaan semakin menyesakkan saudara. Setidaknya saudara memahami,
bahwa keadaan itu memang tidak menentukan kebahagian kita.
Kebahagian itu bukan dari luar diri kita, sebaliknya kebahagian itu selalu bergantung pada pandangan dan hati kita! - AGM
Komentar
Posting Komentar