Suatu
artikel pada Assoicated Press menyimpulkan hasil dari studi yang fokus pada
ingatan manusia tentang suatu fakta bahwa ingatan manusia itu rapuh, tidak
lengkap, lunak dan sangat mudah dipengaruhi oleh masukan orang lain. Ingatan dapat
berubah seiring berjalannya waktu. Bahkan dalam beberapa kasus, orang orang
akan sedikit mengubah versi mereka tentang sebuah kejadian melalui setiap
penceritaan ulang, sama seperti seorang pemancing yang melebih-lebihkan cerita
tentang ikan yang lolos dari mata pancingnya. Namun sebuah catatan yang
objektif dan sesuai fakta dapat memperbaiki ingatan yang menyimpang tersebu
untuk kita terima sebagai kebenaran.
Tampaknya
informasi ini memiliki kaitan dengan situasi dan latar belakang ketika penulis
surat 2 Petrus 1 kepada penerimanya. Bila dalam konteks sebelumnya, penerima
sedang dalam situasi penganiayaan oleh masyarakat. Maka situasi kali ini
menunjukkan bahwa penerima surat ini sedang berada pada ancaman terhadap
landasan iman mereka dari para guru palsu. Maka dari itu, penulis memberikan
catatan kepada mereka untuk mengingat kebenaran yang sebenarnya;
“ Aku senantiasa bermaksud mengingatkan kamu akan semuanya itu, sekalipun kamu telah mengetahuinya dan telah teguh dalam kebenaran yang telah kamu terima. ... Aku akan berusaha, supaya ... kamu selalu mengingat semuanya itu (2Petrus 1:12,15).”
Dengan
ingatan manusia yang rapuh, lalu ditambah dengan kebohongan-kebohongan yang
terus mereka dengar. Itu membuat para penerima butuh untuk diteguhkan kembali
dasarnya di dalam Kristus.
Saudara
mungkin sedang mengalami hal serupa, atau juga ingatan saudara akan Kristus
menjadi berubah karena masalah dan penderitaan yang saudara hadapi.
Loh
koq bisa?
Sebagai
salah seorang yang mengabdikan diri sebagai pelayan Tuhan, saya sering
mempertanyakan hal-hal seperti; koq
firman ini sama seperti tahun lalu? Koq tema khotbahnya ini, mulu?. Atau,
ketika saya masih duduk dibangku SMA. Keluarga kami menghadapi masalah dengan
salah satu seorang pelayan Tuhan di Gereja. Alhasil, masalah itu berdampak
ketika kami mendengarkan khotbahnya. Kami sering kesal dan mempertanyakan
khotbah beliau yang begitu begitu saja, bahkan kami sering membahas dan
mendiskusikannya bersama sepulang beribadah.
Nah,
mungkin juga saudara pernah atau sedang mengalami masalah yang serupa dengan
saya. Pertanyaans saya adalah; “Apa yang salah dengan itu?”Mungkinkah atau
adakah hal berbeda yang dapat disampaikan oleh para pelayan Tuhan, bila pada
akhrinya kita mengetahui bahwa inti dari khotbah, akan selalu berpusat pada
Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus!
Saat
berefleksi dengan surat 2 Petrus 1, saya menyadari bahwa kebenaran dari Alkitab
tentang kasihNya itu memang harus selalu diulang. Agar landasan kita tidak
pernah goyah dan tetap teguh. Sebab rumah yang dibangun dengan pondasi yang
kuat sekalipun membutuhkan renovasi. Terlebih ingatan manusia yang begitu rapuh,
tidak lengkap, lunak dan sangat mudah dipengaruhi oleh masukan orang lain. Justru
yang menjadi pertanyaan, mengapa kita tidak pernah menerima Firman itu, atau
mengapa kita melupakan Firman itu ketika situasi semakin buruk? Ketika
peristiwa semakin mengecam, jiwa tidak tenang dan tidak jarang hilang harapan.
Alhasil, kita selalu hidup dalam kekhawatiran dan ketakutan. Kita lupa akan
Firman yang berulang-ulang kali disampaikan kepada kita bahwa; oleh belas KasihNya
kita diperkenankan untuk menerima JanjiNya; oleh belas KasihNya kita dibantu
dan dimampukan untuk menerima kemulianNya dan membagikannya kepada banyak
orang.
Lalu, apa yang salah dengan Firman yang terus menerus
diulang-ulang?
Kesalahannya sangatlah sederhana. Firman itu terus diulang-ulang dan disampaikan
kepada kita. Namun secara berulang-ulang juga kita menolak Firman itu tumbuh
dalam hidup kita. Sebaliknya, penerimaan itu dimungkinkan justru ketika kita
memiliki kepentingan dan kesenangan pada Firman tersebut.
Tapi,
sekalipun saudara demikian. Saya tidak ingin menyalahkan juga. Sebab menjelaskan
indahnya penghiburan Allah melalui seekor kupu-kupu yang mendatangi saya ketika
terpuruk juga bukanlah hal yang mudah. Mengapa?
Sebab saya merasakan penghiburan dariNya melalui keindahan kupu-kupu tersebut,
sementara orang lain mungkin membutuhkan momen, bentuk dan cara berbeda untuk
merasakan hal serupa. Sebab itu, yang dibutuhkan oleh seseorang bukanlah fakta
yang ada dikepalaNya tentang seekor kupu-kupu. Sebaliknya, setiap orang
membutuhkan iman dalam hatinya untuk menyadari bahwa KasihNya selalu Dia
berikan dalam bentuk dan cara apapun itu.
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau – Ayub 42:5
Hal
terpenting saat kita menjadikan diri sebagai penyampai Firman adalah kesadaran
bahwa bukan usaha kita, bukan pula karena kepentingan kitalah maka Firman itu
disampaikan secara berulang-ulang kepada orang lain. Sebaliknya, oleh belas
KasihNyalah maka Firman itu nyata dan hadir bagi orang lain yang mau merasakan
dan menerima kehadiranNya. Bahkan oleh karena KasihNya pula kita disanggupkan
untuk menyampaikan kepada orang lain tentang harapan, kebaikan dan kemuliaan
dari padaNya. Sekalipun, hal tersebut harus kita lakukan secara berulang-ulang.
Sebagai
pesan penutup dan mengembalikan pembahasan kita disemula. Bahwa, mungkin saat
ini ingatan saudara pada janji dan kebaikanNya berubah karena situasi saudara
terpuruk. Atau mungkin saudara sedang kecewa pada Tuhan atas penantianmu akan
janji dan pemulihan dari Allah. Maka saat yang sama pula, saya ingin mengingatkan
saudara kembali bahwa;
“Seperti mentari yang bersinar, seperti itulah kasih Bapa kepadamu. Seperti gelombang samudara, takkan pernah berhenti Bapa mengasihimu. Karena kasihNya lebih dari mentari yang tidak pernah berhenti memancarkan sinarnya. Bahkan cintaNya lebih dari samudera, yang dapat membuatmu tenggelam dalam kesetianNya.”
Komentar
Posting Komentar