Kisah
Yesus memasuki Yerusalem dalam minggu Palem (Markus 11:1-11) adalah kisah
dramatik yang sangat melekat di benak banyak orang. Tentu, pesan-pesan
yang ditemukan adalah;
- -
Keinginan dan
harapan orang masa itu tidak sama sepert Yesus
- -
Kehadiran Yesus
sebagai Raja Damai
- -
Orang-orang yang
mengelukan Yesus juga bagian orang-orang yang akhirnya menyalibkan diri Yesus
di kayu salib
Pembahasan-pembahasan
tersebut tidaklah asing, ketika kisah dramatik itu dibacakan saat Minggu
Palmarum dalam liturgi Gerejawi. Dalam kesempatan ini, saya ingin berefleksi
kembali dengan kisah ini. Terkhusus berefleksi bersama murid yang disuruh untuk
mengambil keledai dan tuan yang empunya keledai.
Namun
sebelum membahas ini lebih jauh, terlebih dahulu saya ingin bercerita tentang
kejadian sebelum tulisan ini dibuat. Tepatnya ketika saya berjemur bersama
mentari pagi. Saya menemukan salah satu konten Instagram yang berisikan tentang
tulisan Mazmur 26:2-3, dituliskan demikian;
Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku. Sebab mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu.
Tulisan
itu diedit sedemikian rupa dalam satu foto bersamaan dengan backsound lagu
berjudul “Ujilah Aku Tuhan” yang dinyanyikan oleh Symphony Worship. Tentu, saya
tidak ingin berbicara banyak tentang lagu tersebut. Sebaliknya, mazmur dan lagu
ini, murid yang diminta mengambil keledai dan tuan pemiliki keledai, membawa
saya berefleksi bersama dengan situasi sekarang. Situasi kita yang sedang
menghadapi Covid-19 dan dampaknya terkhusus pada perekonomian kita.
Loh, apakah secara tidak langsung saya mengatakan bahwa Covid-19 merupakan bagian dari pengujian dan pencobaan yang datangnya dari Allah? Tidak!
Menjadikan
Covid-19 sebagai bagian dari pengujian dan pencobaan yang datangnya dari Allah
bukanlah bagian saya. Bahkan saya tidak berhak untuk menyimpulkannya demikian. Tetapi,
bila ini merupakan bagian kehidupan yang harus kita jalani dan hadapi, apakah
batin dan hati kita masih memiliki kepercayaan kepada Tuhan? Apakah mata kita
masih tertuju pada kasih setiaNya?
Selama
berjemur dan menikmati lagu tersebut, mata saya tertuju pada mentari pagi dan
langit yang begitu cerah. Menyadarkan saya tentang kegiatan #dirumahaja menjadi
kontribusi kita sebagai mitra Allah untuk membuat langit begitu cerah dan
bahkan udara terasa lebih segar. Buktinya saja, dalam kesempatan tersebut untuk
pertama kalinya saya menemukan seekor capung hinggap di tanaman yang berada di sekitaran
tempat berjemur.
Bahkan
saya tidak sendiri, beberapa pengalaman teman yang berjemur juga melihat hal
serupa dan bahkan beberapa aktivis yang selama ini berjuang untuk lingkungan
lebih baik menyimpulkan dampak baik dari #dirumahaja bagi lingkungan sangatlah
besar.
Tapi, kami butuh makan! Kami tidak bisa begini terus, kami harus memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak!
Kira
kira demikianlah pengalaman berjemur itu saya sampaikan kepada salah satu ayah
yang memiliki istri dan dua anak. Ayah tersebut sangatlah merasakan dampak
Covid 19 dan kebijakan pemerintah untuk mengajak masyarakat #dirumahaja,
khususnya pada penurunan ekonominya selama ini. Tentu, hal ini tidaklah mudah
dengan hanya mengatakan “percaya saja, Tuhan setia dan selalu serta”.
Mungkin
saudara juga sedang mengalami hal ini dan terucap demikian. Untuk itu, saat
yang sama pula, saya ingin mengajak saudara kembali pada pertanyaan yang
sebelumnya, “bila ini merupakan bagian kehidupan yang harus kita jalani dan
hadapi, apakah batin dan hati kita masih memiliki kepercayaan kepada Tuhan?
Apakah mata kita masih tertuju pada kasih setiaNya?”
Saya
percaya pengalaman saudara menghadapi situasi yang datang sedemikian rupa ini,
sangatlah berat untuk menjalaninya. Tapi, faktanya saudara tidak bisa lari dari
masalah. Maka dari itu, pertanyaanya adalah apa yang menjadi masalah? Ekonomi?
Atau kekhawatiran dan ketakutan saudara, akan suatu hal (mungkin) belum terjadi?
Tapi karena kekhawatiran dan ketakutanlah, maka saudara melihat situasi ini
sebagai wabah yang sangat buruk dan menyerang saudara.
Saudaraku,
dapatkah dalam situasi yang terjadi sedemikian rupa ini terucap dalam hatimu “Tuhan,
aku tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menjalani dan menghadapi
semuanya. Tapi, imanku berkata Roh-Mulah yang menguatkan dan memampukanku. Aku
berserah pada kasih setiaMu”
Sebagai
penutup, mari kita kembali kepada Markus 11:1-11 dan melihat kejadian dimana
Yesus menyuruh muridnya untuk mengambil keledai yang dimiliki oleh orang yang
murid itu tidak dikenal. Adakah penulis Injil Markus menuliskan bagaimana
kekhawatiran dan ketakutan dari murid tersebut saat diminta Yesus demikina? Tidak!
Ia langsung mengikuti sesuai yang Yesus pesankan kepadanya. Lalu, adakah tuan
empunya keledai merasa ketakutan dan kekhawatiran saat murid tersebut mengambil
keledainya?
Saudaraku,
mengikut Yesus itu tentang memberikan hati yang percaya dan berserah pada
kehendakNya. Meletakkan kekhawatiran dan ketakutkan kedalam tanganNya. Tidak semua
masalah dapat saudara selesaikan, tapi saudara dapat berserah pada kasih
setiaNya. Sampai tepat pada waktunya, kebenaran itu melingkupimu. Kebenaran akan
Allah yang turut menderita, menyertai dan menemanimu dalam kasih setia.
BIARKANLAH, TUHAN YANG MENGAMBIL ALIH KEKHAWATIRAN DAN TAKUTKU. BIARKANLAH MATAKU TETAP TERTUJU PADA KASIH SETIANYA. - AGM
Komentar
Posting Komentar