Perdebatan-perdebatan
yang terjadi dalam berbagai konsili-konsili tidak pernah lepas dari pembahasan
mengenai Yesus. Ada banyak rumusan-rumusan yang diungkapkan mengenai Dia dalam
konsili konsili masa lalu. Ada yang melihat-Nya sebagai satu esensi dengan
Bapa, ada pula yang melihatnya sebagai salah satu Ciptaan Allah, yang
menyerupai Allah walaupu tidak sama. Sampai pada akhirnya berujung pada rumusan
yang menyatakan keutuhannya sebagai manusia dan begitu juga keutuhan sebagai
Allah.
Pergesaran-pergeseran ini
memberikan pelajaran kepada kita tentang Dia yang bebas dan dinamis. Penyataan
dirinya kepada setiap orang berbeda-beda. Tidak ada satu pengalaman iman apapun
yang membatasi Dia. Sehingga tidak ada pula satu rumusan yang bisa mewakili Dia
yang bebas dan Dinamis. Perumusan-perumusan tentang Dia hanya membatasi
sifatnya yang bebas dan dinamis. Bahkan, seperti yang kita ketahui pula,
rumusan-rumusan hanya membuat perbedaa-perbedaan yang berujung pada tindakan
yang radikal. Tidak heran, masa itu banyak orang yang mati dikarenakan
pengalaman imanya.
Sedang zaman kita saat
ini adalah zaman skeptisme. Misalnya, masyarakat saat ini akan terpesona pada The Da Vinci Code karena novel ini
memperlakukan dengan kasar kepastia-kepastian atau kepastian-kepastian yang
diandaikan tentang masa lalu dan menawarkan sebuah cerita yang lebih
membangkitkan minat. Penyingkapan mengenai apa yang sesungguhnya telah terjadi
pada masa lampau tidaklah menarik minat. Penyingkapan itu bisa benar dan bisa
juga salah, tetapi minimal tidak diperbudak untuk mengikuti otoritas yang tidak
bisa salah, baik religious maupun sekuler The
Da Vinci Code dialami sebagai sesuatu yang membebaskan imajinasi untuk
memahami sekia banyak kemungkinan-kemungkinan lain. Novel ini membebaskan
pikiran dan apa yang dianggap sebagai kekangan kepastian-kepastian dan
dogma-dogma yang dipaksakan.
Sehingga karena pemikiran
yang demikian, Kristologipun terus berkembang dan berubah. Rumusan-rumusan
konsili hanya dianggap sebagai sesuatu yang mengikat. Hal itu juga, yang
membuat rumusan-rumusan itu tidak dapat dihidupi oleh berbagai orang yang
memiliki pengalaman iman yang berbeda. Tetapi sikap skeptisme juga tidak
memberikan sebuah jawaban yang jelas untuk mereka yang menghidupi sikapnya yang
skeptis. Sehingga tidak heran dalam beberapa hal kaum muda memperlakukan
pemberontakan kepada kaum tua. Ataupun, hal sebalikya juga terjadi pada kaum
tua yang menggap bahwa doktrin-doktrin itu benar. Jika ini terus terjadi, maka spiritualitas
tidak akan pernah ada dalam hidup kita saat ini.
Maka dari itu, pengalaman
masa lalu dan sekarang mengajarkan kepada kita bahwa Yesus itu bebas dan
dinamis. Dia tidak terbatas oleh sebuah rumusan, dia juga tidak terjelaskan
oleh berbagai macam kalimat apapun. Karena Yesus bukanlah objek. Kita tidak
dapat memasukkan Yesus sebagai satu dari objek-objek di dunia ini, bahwa tidak
bisa juga disebut sebagai yang terbesar dari semua objek atau benda di dunia
ini. Yesus bukanlah sebuah rumusan disamping rumusan-rumusan yang lain, bukan
pula sebagai pengada di antara pengada yang lain. Yesus, bahkan juga bukan
pengada tidak kelihatan atau sebuah benda tersembunyi. Inilah mengapa Yesus
tidak dapat menjadi objek rumusan.
Kita semua mengalami Dia. Semakin kita mencoba untuk mengerti siapa dan apa kita ini, kita semakin menatap apa yag tidak dikenal da tidak dapat dikenalan. Kita tidak dapat melihat atau mendengarnya. Kita tidak dapat mencium baunya, merasakannya, atau juga menyentuhya. Kita mengenalinya dari buah-buahnya, dari manifestasi-manifestasinya. Tanggapan yang pas terhadap diri Yesus adalah kekaguman. Kita melihat bagaimana anak-anak dibuat takjub oleh keajaiban yang mereka lihat. Kekaguman adalah sebuah bentuk kesadaran tanpa kata atau gambaran atau pengetahuan. Ketika kita mengenali Yesus sebagai yang bebas dan dinamis, tanggapan spontan kita adalah kagum dan takjub.
Komentar
Posting Komentar