Berbicara
tentang mendoakan orang lain, Paulus
sebagai support system dari Timotius menasihatkan agar menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur
untuk semua orang. Suatu nasihat yang layak untuk kita teladani sebagai bentuk
keterbukaan dan kepeduliaan kita kepada siapapun. Termasuk pada orang-orang
yang tidak memiliki iman seperti kita, ataupun seperti konteks Timotius,
kitapun diajak untuk berdoa bagi orang-orang yang telah membuat kita menderita.
Hanya
dengan sikap demikianlah, menurut Paulus kita akan dapat hidup tenang dan
tentram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Sebab dalam doa-doa tersebut,
dengan kerelaan kita melatih diri untuk peduli terhadap orang-orang lain
disamping diri kita sendiri.
Tahukah, saudara? Tak
ada yang lebih membantu memperluas sudut pandang kita selain memperbesar rasa
peduli kita kepada orang lain. Sebab dengan peduli kita berusaha menempatkan
diri kita pada posisi orang lain, tidak memikirkan diri sendiri, dan
membayangkan bagaimana rasanya bila kita yang mengalami kesulitan yang dialami
orang lain itu, dan sekaligus berbelas kasih pada orang tersebut. Dari sikap
demikian, kita akan melihat beberapa fakta seperti persoalan orang lain, rasa
sakitnya, dan frustasinya terkadang persis atau bahkan lebih dari yang kita
rasakan. Melihat fakta tersebut dan berdoa untuknya akan membuka hati kita dan
memperbesar rasa syukur kita. Ketika kita telah sampai pada titik tersebut,
maka hati yang terbuka dan rasa syukur akan membantu mengingatkan kita bahwa
begitu banyak hal yang kita anggap sebagai “masalah besar” sebenarnya hanyalah “masalah
kecil” yang sering kali kita ubah sendiri menjadi masalah besar. Disitulah
mengapa Paulus mengatakan bahwa dalam kita mendoakan orang lain, kitapun akan
mendapatkan ketenangan dan ketentraman dalam menjalani hidup ini.
Lebih
daripada refleksi ini, Saya teringat
dengan tulisan Henri Nouwen, tentang “Kesunyian” dalam bukunya, Nouwen
menyampaikan ungkapan-ungkapan yang sangat menantang bagi saya dan mungkin bagi kita semua pula, adapun dalam tulisan tersebut dikatakan demikian:
Ada hubungan yang sangat kuat antara kemiskinan dan ‘doa untuk orang lain’. Apabila kita benar-benar membuang hal-hal yang bisa memisahkan kita dari orang lain – bukan hanya kemiskinan, tapi juga pikiran-pikiran, prasangka-prasangka, penilaian-penilaian, dan kesibukan dengan diri sendiri – maka kita pasti dapat memperkenankan teman-teman dan para musuh masuk bersama dengan kita ke dalam kekosongan diri kita dan mengangkat mereka kepada Allah di tengah pertemuan yang agung itu. Dalam kekosongan itu, ada suatu tempat senantiasa terbuka tanpa batas untuk orang lain; sebab dalam kesunyian itu kita kosong dan kita dapat melihat bahwa, sebenarnya, tak ada seorang pun yang menentang atau melawan kita. seorang menjadi musuh bagi kita hanya kalau kita mempunyai sesuatu yang mau dipertahankan dengan sekuat tenaga. Tapi, jika kita tidak mempunyai sesuatu untuk dipertahankan / dibela dengan sekuat tenaga, tak punya apa pun untuk dilindungi, tak memiliki sesuatu apa pun untuk dilindungi, tak memiliki sesuatu apa pun yang kita pikir menjadi miliki kita secara eksklusif, maka tak seorang pun akan menjadi musuh bagi kita, dan kemudian dalam kekosongan diri itu kita akan menyadari bahwa sesungguhnya semua orang laki-laki maupun perempuan adalah saudara. Dalam kekosongan itu, kita sungguh telanjang dan rapuh di hadapan Allah. Dalam kekosongan itu kita menyadari ketergantungan total kita pada cinta-Nya; kita sadar bahwa bukan hanya sahabat-sahabat kita tapi juga mereka yang membunuh, yang menipu, yang menyiksa, memperkosa dan suka berperang dapat menjadi bagian dari darah daging kita. Dalam kekosongan itu, kita benar-benar menjadi miskin, sehingga kita dapat solider dengan semua makhluk dan membiarkan hati kita menjadi tempat pertemuan bukan hanya dengan Allah, tapi juga dengan semua orang dalam pertemuan kita dengan Allah. Jadi, kesimpulannya, doa untuk orang lain itu sebenarnya adalah doa pengosongan diri sebab ia meminta kita melepaskan semua hal yang memisahkan kita dari sesama. Sehingga kita dapat menjadi pengganti orang-orang yang kita doakan itu dan membiarkan Allah menyentuh mereka dalam diri kita.
Komentar
Posting Komentar