Saudaraku yang terkasih, seperti halnya dengan pemazmur. Kita menyadari bahwa seorang pemimpin idealnya dipenuhi hikmat dan hukum Allah untuk berlaku adil dan benar. Dengan kata lain, seorang permimpin diperingatkan untuk memiliki kesadaran bahwa kebijakan dan sistem yang dberlakukan dalam masa pemerintahannya haruslah bersumber dari Allah bukan dari diri sendiri. Namun peringatan tersebut tidak hanya berhenti pada para pemimpin saja, terhadap kita yang dipimpin juga Mazmur 71:1-7 menghibur dan mengajak kita yang apabila berkeinginan agar kebijakan-kebijakan pemerintah kita dapat berlaku adil dan benar. Maka setiap dari kita juga harus mau menopangnya, yakni selain mengambil bagian untuk menghormati dan mengikuti aturan yang berlaku. Kita yang dipimpin juga harusnya dapat mengambil waktu untuk menopangnya dalam doa. Dengan keyakinan dan harapan bahwa hanya hikmat dan keadilan Allah sajalah yang dapat membantu para pemimpin kita.
Namun
menopang pemimpin dalam doa menjadi sulit bagi kita yang sudah terlanjur kalah dalam
sikap menyalahkan dan rasa ketidakpuasan kepada kebijakan-kebijakan para
pemimpin. Alhasil, realitanya bukan menopang malah menjadi pemberontak dan
pengkritik yang kehilangan akal sehat.
Sejujurnya
kitapun menyadari, bahwa tanpa hikmat Allah menentukan dan melihat sebuah
kebenaran ataupun keadilan itu bukanlah hal mudah. Bahkan untuk seorang hakim
dalam sebuah pengadilan membutuhkan banyak pertimbangan untuk memutuskan hukum
yang benar ataupun adil bagi terdakwa dan korban. Tapi, hal
tersebut sering kali kita abaikan hanya sikap kita yang terlalu reaktif pada masalah dan anggapan diri bahwa memang tugas kitalah untuk
memperlihatkan kepada pemimpin / orang lain bahwa pendapat, pernyataaan, dan
sudut pandang mereka salah. Dan dengan berbuat begitu, orang yang kita koreksi
itu akan menghargai atau, paling tidak akan belajar sesuatu dari kita. Padahal
itulah yang akhirnya membuat kita sulit untuk menopang orang lain ataupun
pemimpin kita dalam doa.
Bagaimana
kalau memang, hidup ini tidak pernah adil? Kita atau siapapun yang memimpin
tidak akan pernah menciptakan sebuah keadilan?
Salah
satu kesalahan yang sering kita lakukan adalah merasa kasihan pada diri
sendiri, atau pada orang lain, berpikir bahwa hidup ini seharusnya adil, atau
suatu hari nanti hidup ini pasti adil. Sampai akhirnya bayangan-bayangan itu
cenderung menghabiskan waktu kita untuk berkubang atau mengeluh tentang apa
yang salah dengan kondisi ini. Itulah, kenapa timbul para pemberontak atau
pengkritik yang kehilangan akal sehat. Sebab menyalahkan keadaan dan orang lain
membutuhkan energi besar. Dan pola pikir tersebut justru dapat menghambat diri
untuk berkembang, menciptakan stress dan penyakit.
Menyalahkan
keadaan dan orang lain membuat kita tidak punya kekuatan atas hidup kita
sendiri, karena kebahagian kita selalu digantungkan pada keadaan ataupun tindakan
dan tingkah laku orang yang tidak bisa kita kontrol.
Fakta
bahwa hidup ini tidak adil bukanlah berarti kita sebaiknya tidak mengerahkan
kemampuan kita untuk memperbaiki kehidupan kita dan dunia ini pada umumnya. Justru
fakta tersebutlah maka kitapun meminta hikmat dan pertolongan Tuhan untuk
berkontribusi baik bagi diri sendiri dan lingkungan kita.
Sebab,
bila kita benar-benar menyadari bahwa hidup ini tidak adil, kita seharusnya
merasa peduli pada orang lain dan diri kita sendiri. Dan rasa peduli adalah
emosi tulus yang mengirimkan kebaikan dengan penuh kasih untuk setiap orang
yang disentuhnya, termasuk para pemimpin kita. Persis seperti bahan refleksi
kita hari ini, kita diajak untuk berlaku ha serupa yakni menopang pemimpin
dalam doa yang dibungkus oleh rasa kepedulian.
Komentar
Posting Komentar