Tahukah kita? Ternyata kebanyakan
dari kecemasan dan pertentangan batin kita berasal dari otak kita yang sibuk
dan terlalu aktif, yang selalu membutuhkan sesuatu untuk membuatnya terus
bekerja, sesuatu untuk dipikirkan dan selalu bertanya-tanya, “Setelah ini apa?
Sambil menghabiskan makan malam bersama keluarga kita memikirkan apa hidangan
penutupnya. Waktu makan hidangan penutup, kita berpikir apa yang enak dilakukan
setelah itu. Setelah menghabiskan malam hari, ada lagi pertanyaan, “Apa enaknya
yang kita lakukan akhir pekan ini?” Setiba di rumah kita langsung menyalakan televisi,
mengangkat gagang telepon, membuka buku atau mulai beres-beres. Seolah-olah
kita takut tak punya sesuatu yang harus dilakukan, bahkan untuk semenit pun.
Padahal, setiap orang
juga perlu untuk berhenti sejenak! Suatu sikap untuk tidak melakukan apa apa,
yang mengajarkan kita untuk menjernihkan pikiran dan bersikap santai. Suatu
sikap yang memberi pikiran kita kebebasan untuk “tidak mengetahui” selama beberapa
waktu.
Atau pernahkah saudara bercermin
dengan air? Bila pernah, saudara mungkin paham bahwa hanya ketika air itu diam,
tidak bergerak, maka saudara bisa berdiri di depannya dan melihat pantulan
jelas wajah Anda. Bahkan hal serupa juga terjadi dalam kehidupan kita, saat
kita berhenti sejenak dan tidak melakukan apapun, barulah kita bisa melihat dan
menyadari apa yang selama ini kita lakukan. Lalu dalam keheningan itu, saudara
akan menemukan makna hidup, yang bisa saudara terapkan dalam kehidupan saudara
bagi diri sendiri, keluarga ataupun sekeliling saudara.
Ingat pula dalam
perhentian sejenak ini jangan bertanya soal makna hidup, janganlah
mencari-carinya. Cukup diamlah dan heninglah dalam pelukan kasih Tuhan, maka
saudara akan mengetahuinya.
Tapi bagaimana dengan
tugas ini, bagaimana dengan permasalahan ini, bagaimana dengan semua hal ini?
Pertanyaan-pertanyaan yang memacu setiap dari kita untuk takut berhenti
sejenak.
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa cara berjalan burung
merpati tampak lucu? Karena dengan cara berjalan seperti itu, ia menjadi tahu
arah yang dituju. Merpati tidak dapat memusatkan penglihatannya sambil
berjalan. Oleh sebab itu, setiap kali melangkah ia perlu memundurkan kepalanya
sejenak untuk memusatkan kembali pandangannya. Gerakannya jadi tampak canggung,
kepala maju ke depan, berhenti, mundur ke belakang, berhenti.
Dalam perjalanan rohani bersama Tuhan, kita memiliki masalah
yang sama seperti merpati itu. Terkadang kita merasa sulit untuk melihat sambil
berjalan. Kita perlu berhenti sejenak sebelum melangkah lagi, dan memusatkan
perhatian kembali pada firman dan kehendak Allah. Bukan berarti kita harus
berdoa dan merenungkan setiap keputusan kecil dalam hidup kita. Ingatlah, bahwa
jangan sampai urusan yang bisa diselesaikan Pak RT juga dibawa-bawa kepada
Tuhan. Bukan karena membatasi pekerjaan Tuhan ataupun tidak mau menyerahkan
hidup secara penuh kepada Tuhan. Lebih tepatnya, manusia juga telah diberi
hikmat dan kesanggupan dari Tuhan untuk melakukannya.
Namun “tetap”, perjalanan kita bersama Tuhan perlu dibangun
dalam suatu pola pemberhentian sejenak yang memungkinkan kita untuk melihat
dengan lebih jelas sebelum melangkah maju.
Nah, seperti Daniel,
demikian jugalah kita menjawab semua tuntutan-tuntutan yang datang dalam diri
saudara. Bahwa saudara berhenti, bukan karena semua sudah selesai. Justru
karena saudara mengerti bahwa selama hidup di dunia ini tidak akan ada yang
pernah benar benar selesai. Daripada terus membuat diri tertekan dengan semua
hal tersebut, bukankah jauh lebih baik berhenti sejenak untuk meredakan semua
tekanan dan meletakkan beban itu sejenak.
Komentar
Posting Komentar