Seperti kita ketahui, Saulus semasa hidupnya membunuh dan menganiaya para
pengikut Kristus. Ia menganiaya pengikut Kristus dan tindakan tersebut nyatanya
juga penganiayaan bagi Kristus pula.
Analogi menarik yang mengatakan bahwa segala bentuk kekerasan yang kita
lakukan pada orang lain, kita lakukan pula pada Kristus. Sesuatu yang juga
pernah Yesus analogikan pada perumpamaan mengenai tindakan-tindakan mereka yang
masuk dalam kerjaan Allah (Lih. Matius 25:31-40)
Sesuatu yang mengingatkan saya bahwa, sekitar
tahun 365 Basilius Agung, Uskup Kaisarea, mengatakan berikut ini: "Bila
seseorang mencuri pakaian orang lain, ia dituduh pencuri. Tidakkah sebutan yang
sama semestinya dikenakan juga kepada orang yang dapat memberi pakaian kepada
yang telanjang tetapi tidak berbuat demikian? Makanan yang ada (ditimbun) dalam
lemari penyimpanan adalah milik orang yang kelaparan; mantel yang tak dipakai
lagi dan tergantung di kamar mandi adalah milik orang yang membutuhkannya.
Sepatu yang semakin kumal di kamarmu termasuk milik orang yang membutuhkan
sepatu. Uang yang kautimbun adalah milik orang miskin."
Dalam
zaman modern ini arti perkataan Basilius Agung ini adalah bahwa orang-orang
dalam negara maju menghabiskan sumber-sumber alam lebih dari bagiannya yang
fair, maka mereka "merampas" makanan, pakaian dan hal-hal esensial
lainnya dari mereka yang benar-benar membutuhkannya.
Ironis bukan?
Tapi beginilah cara Saulus masa kini menganiaya Yesus yang ada dalam diri
orang-orang miskin dan tertindas. Kita mengatasnamakan “Hidup Sejahtera” dengan
cara menyengsarakan orang lain. Terbukti dari banyaknya persaingan usaha tidak
sehat; penjarahan tanah yang dilakukan oleh segelintir oknum kepada masyarakat
yang dipersulit mengurus surat tanahnya dan masih banyak hal lainnya.
Menariknya lagi, hal ini ditutupi dengan mendiskrediktkan orang lain
sebagai pemalas. Walaupun, beberapa orang memang melakukan hal demikian. Tapi
bagaimana dengan mereka yang sudah berusaha keras, misalnya petani yang telah
berjuang namun disiksa dengan harga pupuk yang mahal dan harga tidak stabil?
Sungguh, demikianlah kejamnya Saulus masa kini. Mereka tidak membunuh
dengan pisau dan senjata tajam lainnya. Tapi mereka membunuh dengan
menghancurkan perekonomian dan psikologis masyarakat luas.
Bagaiman dengan kita? Apakah kita juga bagian dari Saulus masa kini? Atau, adakah Saulus di dalam Keluarga?
Kemiskinan paling mengenaskan adalah kesendirian dan perasaan tidak dicintai. - Bunda Teresa
Bila direnungkan kembali, apa yang telah disampaikan Bunda Teresa; maka di
dalam keluarga juga banyak diantara kita yang menjadi Saulus dengan memiskinkan
keluarga kita sendiri
Loh, koq bisa?
Diantara kita telah melakukan banyak sekali kegiatan di luar rumah dengan mengatasnamakan
kesibukan, yang nyatanya kita tidak pernah merasa nyaman akan suasana rumah dan
selalu berharap harmonis tapi tidak pernah memulai untuk melakukannya.
Hari ini, Yesus bersuara dan memanggil kita semua sembari bertanya “Anakku,
mengapakah engkau menganiayaku?” Sebab, segala bentuk penindasan yang kita
lakukan kepada sesama kita, termasuk keluarga kita adalah bentuk penindasan kepada
Kristus.
Bila titik awal perubahan Saulus, yakni saat melihat diri stefanus mati
dirajam oleh orang Yahudi. Pertanyaan kepada kita, apakah hal serupa harus
terjadi pada kita agar bertobat?
Seperti banyak anak-anak salah pergaulan, lalu orang tua mereka menyesali
hidupnya dan merasa gagal. Apakah kita harus merasakan hal serupa untuk
bertobat? Sekalipun itu telah terjadi, tidak ada kata terlambat untuk bertobat
Seperti banyak anak-anak yang tidak peduli dengan orangtuanya, lalu menangisi
kematian orangtuanya. Apakah kita harus merasakan hal serupa untuk bertobat?
Sekalipun itu telah terjadi, tidak ada kata terlambat untuk bertobat
Karena pertobatan itu tidak pernah ada kata “terlembat”, Tuhan selalu
membuka tangannya untuk kita kembali dalam jalannya. Maukah, engkau
mengikutiNya?
Komentar
Posting Komentar