Photo by Samuel Martins on Unsplash |
MANUSIA,
masih benarkah kita masih menjadi manusia?
Pertanyaan
ini saya lontarkan dengan sangat mendalam, mengingat RASA KEINGINAN dalam diri
membuat diri kita sebagai ciptaan ILAHI sudah melebihi daripada SETAN.
Bayangkan saja, Yak 2:19 mengungkapkan,” Engkau percaya, bahwa hanya ada satu
Allah u saja? Itu baik! Tetapi
setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar”, sedang manusia?
Apakah manusia masih memiliki rasa gemetar dihadapan Tuhan? Atau sebaliknya?
Manusia justru mengangkat kepalanya saat ingin meminta dan berdoa kepada Tuhan?
Realitas
selanjutnya juga menarik untuk kita lihat, dimana kaum-kaum Farisi semakin
nyata dan terlihat di masa saat ini. Manusia semakin banyak menjadi seperti
yang Tuhan Yesus katakan di dalam ayat 5 bahwa kita menjadi orang-orang munafik
dan senang memanjatkan doa-doa yang membuat orang berpikir kalau kita sangat
rohani. Kita senang kalau orang berpikir bahwa mereka sangat mengasihi Tuhan
dan sangat saleh. Tetapi apa yang ditampilkan itu palsu.
Tambah
menarik, ternyata praktek-praktek kesombongan dalam berdoa juga menjual bagi beberapa
rohaniawan dan umat menyukai hal tersebut. Bahkan rela memberikan reward untuk doa-doa
semacam itu.
Ironis?
Tapi demikianlah yang terjadi.
Bayangkan
saja bila kita memposisikan diri sebagai seorang yang diminta tolong oleh orang
lain. Ia meminta tolong dengan kesombongannya dan bahkan terlihat memaksa kita?
Atau seseorang minta tolong kepada kita atas permintaan orang lain, dan mereka
mendapatkan upah atas perantaraan tersebut, apakah saudara mau menolongnya?
Ada
dua hal yang layak untuk kita renungkan,
Pertama,
tundukanlah terlebih dahulu hati kita saat berdoa. Seperti layaknya kita meminta
tolong kepada orang lain atau yang kita harapkan saat orang lain meminta tolong
kepada kita. Persis seperti kita meletakkan segala sesuatunya didepan seorang Raja
dengan kerendahan hati dan pengharapan. Kesungguhan tersebutlah yang Tuhan
ajarkan dalam Matius 6:5-15
Kedua,
seperti yang Tuhan ajarkan dalam DOA BAPA KAMI, demikianlah doa kita tidak seharusnya
bermotivasi egois. Jika doa kita hanya berpusat pada diri, maka kita akan
berdoa dengan begitu lantang untuk memanfaatkan kemahakuasaan Allah bagi kepentingan
kita pribadi. Percayalah, tidak ada seorangpun diantara kita yang mampu
memanipulasi kuasa-Nya bagi kepentingan kita sendiri. Siapapun diantara kita, tidak
ada istilah “Orang Dalam” atau “previllage” untuk memanipulasikan kuasa Tuhan
bagi kepentingan dan keinginan hati kita saja.
Ingatlah
Raja Daud di dalam 2 Samuel 12:16-23. Dia berdoa dengan sangat tekun tetapi di
dalam ketekunannya dia tidak pernah melupakan rasa hormat kepada Tuhan dan
keberserahan total kepada kehendak dan rencana Allah. Kita harus berdoa dengan
ketekunan yang besar. Tetapi ketekunan yang disertai dengan iman, keberserahan
kepada Allah, dan kerelaan untuk menaati kehendak Allah.
Komentar
Posting Komentar