Pengantar
Minggu ini kita masuk ke dalam minggu “merdang” atau minggu menabur yang dihubungkan dengan merawat lingkungan dan ketahanan pangan. Minggu yang mengingatkan kita untuk tetap menabur untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Namun apakah semua memperhatikan hal ini? Tampaknya ketahanan pangan hanya menjadi perhatian dari segelintir orang saja. Mengapa? Tentu semua berbicara tentang “uang” dan tuntutan tuntutan kehidupan lainnya. Berbicara tentang menabur benih juga bukan hanya diperuntukan kepada para petani. Dalam pemaknaan yang lebih luas, kita juga dituntut untuk menabur benih kebaikan dalam perjalanan kehidupan kita, termasuk dalam setiap pekerjaan kita. Apakah pekerjaan kita juga memberikan dampak positif bagi keharmonian hidup dan lingkungan? Atau kegiatan usaha dan pekerjaan kita hanya merusak kesemua itu?
Pendalaman Teks
·
Invocatio :
1 Korintus 15: 37
Untuk membuat suatu benih, diperlukan proses
pembusukan pada biji. Sesuatu yang ditangkap Paulus, sebagai proses “Kebangkitan”
orang-orang percaya yakni melalui kematian. Ia memakai ilustrasi ini untuk menggambarkan
kematian, penguburan, dan kebangkitan kepada jemaat di Korintus (1 Korintus
15). Ia mengatakan bahwa meski tubuh orang kristiani dikubur di dalam tanah,
tubuh itu suatu hari kelak akan dibangkitkan pada kehidupan yang baru (ayat
42). Tubuh alami kita ini lemah, tetapi tubuh rohani kita akan bebas dari
penyakit, kemunduran kesehatan fisik, dan kematian (ayat 43,44). Tubuh baru
kita akan dimuliakan, dianugerahi kekuatan, dan menyerupai tubuh Yesus yang
telah bangkit.
·
Bacaan I :
2 Korintus 9: 8-11
Ketika seorang petani menebar benih di ladangnya, ia
seakan-akan membuangnya. Benih itu seolah-olah hilang, tetapi tidak benar-benar
hilang. Dalam beberapa waktu ia akan memperolehnya kembali-dengan lebih banyak
tambahannya. Kira-kira demikianlah teks ini diberikan kepada jemaat di Korintus
ketika Paulus meminta bantuan untuk Yerusalem. Sehingga jemaat di Korintus
tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, lebih daripada itu Paulus memberikan
tekanan untuk percaya dan meyakini pekerjaan Tuhan atas kehidupan orang-orang
percaya.
·
Bahan Khotbah : Mazmur 104:10-23
Mazmur ini adalah nyanyian mengenai Allah yang
menciptakan segala sesuatu dan pemeliharaan atas hasil pekerjaanNya. Mazmur ini
menekankan keterlibatan Allah dengan segala hal yang telah diciptakan-Nya
karena ia di dunia serta menopangnya. Apa yang terus dilakukan oleh Allah di alam
semesta ini mencerminkan kemuliaanNya. Namun cipataan Allah tercemar karena
dosa dan kejahatan; jadi mazmur ini diakhiri dengan doa agar Allah menyingkirkan
semua hal yang jahat dan semua orang berdosa.
Aplikatif
PASCA PANDEMI covid-19 yang melanda dunia ditambah
konflik antara Rusia dan Ukraina telah menyebabkan dampak yang luar biasa,
khususnya di sektor pangan. Saat ini kenaikan harga komoditas dunia telah
menyebabkan lonjakan harga pangan sehingga membutuhkan kolaborasi bersama untuk
menanganinya.
Untuk mengantisipasi
masalah ketahanan pangan, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan
diperlukan gerak bersama yang tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Pasalnya
masalah ketahanan pangan meski terjadi di tingkat global, tetapi dampaknya juga
dapat menyasar kondisi ketahanan pangan dalam negeri. Sesuatu yang menarik
untuk kita refleksikan, mengingat masalah ketahanan pangan atau ketersediaan
pangan yang bayak sekali. Misalnya saja lahan pertanian produktif yang angkanya
terus menyusut, berkurangnya jumlah tanah persawahan, dan peralihan tanah
persawahan.
Mengutip data Badan
Pusat Statistik (BPS), Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyebutkan
petani di era 1960an masih menguasai lahan hingga 1,1 ha. Jumlah itu kemudian
turun menjadi 0,8 ha pada periode 2000-an. Melansir data BPS per 2018, Yeka
menghitung luas lahan rata-rata kepemilikan petani mengerucut jadi 0,5 ha. "Dan
60 persen dari petani Indonesia itu ternyata ada di penguasaan lahan seluas
1.000 m2 atau sekitar 0,1 ha," terang Yeka. "Jadi bisa dibayangkan,
bahwa seiring dengan perjalanan bangsa Indonesia, seiring dengan
digembor-gemborkannya pembangunan di Indonesia, akan tetapi penguasaan lahan
kita semakin menurun," singgungnya.
Tentu, kesemua data ini
bukan memprovokasi kita untuk mencari-cari kambing hitam untuk dipersalahkan.
Tapi, ini tentang siapa yang mau bergerak, bertindak dan berkolaborasi untuk
menciptakan kembali harmoniasi dalam kehidupan saat ini? Apakah orang-orang
percaya (GEREJA) mau bergerak untuk hal ini, atau tetap hanya diam dan berfikir
bahwa hal ini bukan menjadi bagian urusannya.
Pada
1 Korintus 15: 37, Paulus jelas mengingatkan dan mengajak Gereja untuk
berefleksi akan kehadirannya yang sementara di dunia. Akan ada proses kematian
yang cepat atau lambat akan menghampiri kita. Namun, akan menjadi konyol
apabila Gereja membiarkan diri mati kelaparan dengan melakukan pembiaran terhadap
situasi sekarang ini. Itulah mengapa refleksi pada bacaan 2 Korintus 9: 8-11
menarik untuk dikembalikan pada Gereja, “Maukah Gereja-Gereja saat ini memberi
diri untuk situasi sekarang ini?”
Penghargaan
yang diberikan Pemazmur kepada Tuhan, tentu tidak hanya sekedar kata. Lebih
daripada itu, penghargaan itu harus menciptakan Daya Guna / Daya Manfaat bagi
orang lain. Istilah yang mengajak manusia untuk hidup bermanfaat dan sekaligus memberi manfaat bagi orang lain dan
sekitar. Sehingga kemampuan yang kita miliki diperuntukkan untuk kepentingan
bersama, bukan mengalahkan orang lain dan sekitar. Ketika kita memiliki
kekayaan material berlimpah, kita gunakan untuk membantu sesama yang
kekurangan. Kita bertanggung jawab memberdayakan masyarakat yang miskin secara
ekonomi. Pendidikan yang kita dapatkan bisa turut mencerdaskan dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat yang lemah dan kurang berdaya. Jika kita membangun
sektor perekonomian dan sektor pendidikan, maka dimaksudkan agar kita memiliki
daya guna/manfaat untuk membangun kehidupan yang dihuni jutaan manusia
ciptaan-Nya. Jika negara kita maju, kita pun ingin negara-negara lain juga
maju. Jika kita tak ingin terpuruk, maka kita juga tak ingin melihat orang lain
terpuruk.
Sehingga dengan
keberagamaan dan keistimewaan yang dimiliki; setiap orang tidak tertuju pada
persaingan. Sebaliknya kita menjujung tinggi kebersamaan untuk saling mengisi
satu dengan yang lainnya atau dalam budaya Karo disebut “Aron”. Suatu system
kolaborasi yang dahulu dan dijunjung orang karo dalam setiap lini kehdiupan. Lebih
daripada itu setiap orang harusnya menyadari bahwa dalam dunia ini, kita harus
sangat adaptif. Sebab tidak semua hal di dunia ini dapat terkonsep dengan
sempurna seperti yang kita harapkan. Ada banyak ketidakmungkinan dalam
kehidupan ini, akan terjadi. Siap ataupun tidak, semua orang harus
menghadapinya. Maka dari itu, selain dari pada konsep hidup yang berdaya guna/
bermanfaat, setiap orang juga perlu menanamkan dalam dirinya tentang sikap yang
selalu dan mampu berdaptasi.
Penutup
Kehidupan ini adalah
anugerah atas belas kasih Tuhan, bukanlah perlombaan keunggulan antara satu
dengan yang lain atau dalam budaya Karo, istilah ini disebut “Ajari Bancina”.
Istilah yang menyemangati dan mengajak setiap orang karo untuk terus belajar
dan berdaptasi pada kehidupan yang serba mengejutkan. Sebab dengan akal dan
budi yang diberikan, kita dapat berdaptasi pada situasi yang terkadang jauh
dari ekspetasi. Sehingga ambisi dalam diri dapat terkendali dan tidak melakukan
tindakan eksplosif. Dengan iman, kita dapat memelihara, membangun dan
membangkitkan kembali dunia ini seturut kehendakNya. Sehingga dunia kompetitif
yang terjadi saat ini, perlahan menghilang dimulai dari diri sendiri juga
sekitar kita. Inilah tatanan tertinggi menjadi manusia, yakni hidup saling
berbagi dan bermanfaat satu dengan lainnya. Bukan kembali dan membentuk tatanan
terendah dari manusia yakni saling bersaing dan menciptakan peperangan antar
sesama manusia
Komentar
Posting Komentar