Coffee Morning With Ornetta Coffee |
Kehidupan
tak semenarik cerita-cerita Sinetron, yang berjuang terus menerus lalu sukses
kemudian. Seringkali hidup bak cerita rumit yang tidak akan pernah lurus
layaknya sebuah garis yang ditarik rapi disisi penggaris. Merencankan kehidupan
adalah kewajiban dalam hidup, memulai kehidupan membutuhkan keberanian, karena
konsep hidup adalah ketika kamu akan bergerak maka kamu akan menuai risiko
untung dan rugi.Demikianlah manusia harus mencintai setiap hal yang dia
kerjakan dalam ketulusan dan keseriusan. Sebab mereka yang melakukannya tidak
akan pernah terhenti pada risiko, untung dan rugi.
Seperti
halnya apa yang dialami oleh Petrus bersama rombongannya. Pengalaman tidak
menentukan segala sesuatunya berjalan seperti yang diharapkan. Sebagai nelayan
berpengalaman dan jumlah ikan yang sangat banyak tidak menentukan bahwa semua
berjalan sesuai dengan harapan dan perencanaan. Didapati mereka tidak berhasil
mengumpulkan ikan seperti biasanya.
Bagaimana
dengan kita? Tentu, kita juga pernah dan mungkin saat ini mengalami hal serupa.
Segala sesuatu yang telah direncanakan dengan matang bersamaan dengan besaran
peluang, tidak tercapai seperti yang dibayangkan. Apa yang kita lakukan
setelahnya?
Menarik
dalam kisah pertemuan Petrus bersama rombongannya dan Yesus di Danau Tiberias.
Kegagalan mereka menutup cara pandangnya, sampai tidak lagi melihat Tuhan.
Tidak ada yang menyadari kehadiran Tuhan disana, tapi ketika mereka berhasil
Tuhan seketika terlihat dihadapannya dan membuat Petrus terkejut.
Namun
sebelum lebih jauh membahas hal yang terjadi pada Petrus dan rombongannya. Sadarkah
kita, karena manusia memiliki harapan maka ia juga dapat kehilangan harapan
(putus asa). Seorang dapat kehilangan harapan karena ekspetasi yang berlebihan
atau sikap ambisius akan sesuatu tidak terpenuhi oleh realita.
Seperti
halnya Petrus yang kembali menjadi seorang Nelayan, bukan penjala manusia
seperti harapan Kristus kala pertama kali memanggilnya. Harapan Petrus akan
sosok Yesus sebagai pahlawan nasional tidak terpenuhi dan dia memilih kembali
menjadi seorang Nelayan. Namun, perasaan kegagalan itu ternyata juga
mempengaruhi kinerjanya sebagai nelayan. Hal ini terlihat ketika matanya
dibutakan, sampai tidak menyadari kehadiran Kristus.
Bagaimana
dengan kita? Kegagalan apa yang sering menghantui kehidupan dan kinerja kita?
Jangan-jangan banyak pekerjaan dan usaha yang kita lakukan tidak mendapat hasil,
bukan karena “guna-guna” dari orang lain. Tapi karena kinerja kita yang tidak
maksimal, oleh karena dihantui oleh pengalaman-pengalaman kegagalan di masa
lalu.
Atau,
adakah diantara kita yang merasa sulit melakukan sesuatu saat ini? Bukan karena
tidak dapat melakukan apapun, tapi terjebak oleh pengalaman-pengalaman
kegagalan di masa lalu dan meras diri tidak berguna untuk melakukan apapun?
Saya
pernah mendengar cerita ini, seorang kaya yang bangkrut lalu berhenti untuk
melakukan kegiatan apapun. Ia tidak sakit, ia terlihat baik-baik saja secara
fisik. Bahkan hal tersebut yang membuat dirinya dikatakan oleh orang lain
sebagai pemalas.
Padahal
nyatanya, dia tidak pemalas. Sebaliknya pengalaman-pengalaman kegagalan di masa
lalu membuat dirinya berhenti untuk bangkit dari keterpurukannya. Ya,
demikianlah renungan ini sampai kepada orang-orang demikian atau mungkin kita
yang sedang membaca ini.
Faktanya,
tidak ada yang pernah menginginkan kegagalan dan berencana untuk gagal. Fakta kedua,
segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, tentu dan akan selalu diluar kendali
kita. Sehingga merespon dengan baik segala pengalaman itulah yang paling
dibutuhkan.
Bagaimana
cara terbaik untuk meresponnya?
Sadarilah;
tidak peduli seberapa keras kita berusaha, kita tidak akan pernah sempurna,
tetapi kita bisa berjuang untuk menjadi yang terbaik. Ketika kita melakukan
kesalahan, penting untuk berhenti memukul diri sendiri dan mengambil kesempatan
untuk belajar dan melakukan yang lebih baik lain kali. Sebab. Pengalaman (baik
atau buruk) akan selalu menjadi guru yang terbaik, dan kita dapat
menggunakannya untuk hal yang lebih baik kedepannya. Tanpa kegagalan, kita
tidak akan pernah tahu diri bahwa kita hanya manusia yang rapuh dan tidak
sempurna. Sehingga tidak jujur pada kegagalan justru akan mengembankan ego
dalam diri yang sangat merusak pertumbuhan diri kita sebagai manusia. Inilah mengapa
mengakui kegagalan itu menjadi penting sebagai langkah awal untuk belajar
kembali.
Seperti
halnya sikap Petrus yang langsung menyebur diri dan mengakui kesalahannya,
kemudian kembali menjadi seorang penjala manusia sampai akhir hidupnya.
Komentar
Posting Komentar