“Jika Pekerja Keras adalah pemilik kekayaan. Maka Para Kuli-lah yang paling Kaya dan Berkecukupan. Jika Orang Pintar adalah pemilik kekayaan. Maka Para Dosen-lah yang paling Kaya dan Berkecukupan. Namun Faktanya, tidak demikian. Semua berkat datangnya dari Tuhan dan belas kasihNya”
Ishak
hidup di tengah-tengah orang Filistin yang ternyata merupakan tetangga yang
jahat. Di sana ia menjadi orang yang sangat kaya dan berkuasa sehingga mereka
takut kepadanya dan memintanya untuk meninggalkan daerah mereka. Sebagai
seseorang yang “jauh lebih berkuasa” dari mereka (Kejadian 26:16), Ishak sebenarnya bisa menolak permintaan mereka,
namun sebaliknya ia justru mengalah dan pindah ke lembah terdekat di mana
Abraham, ayahnya, telah menggali beberapa sumur bertahun-tahun yang lalu.
Orang-orang
Filistin telah menutup sumur-sumur itu setelah Abraham mati. Dan setiap kali
Ishak menggali kembali salah satu sumur, mereka menyatakannya sebagai milik
mereka, walaupun mereka tidak pernah menggunakannya. Mereka hanya senang
bertengkar. Namun, Ishak terus berpindah tempat sampai ia memasuki daerah di
mana orang Filistin tidak lagi menentang haknya atas sumber air yang ada di
situ.
Bagaimana
dengan kita? Siapa yang sering kita persalahkan ketika pendapatan kita tidak
sesuai dengan harapan? Tengkulak? Pimpinan Kerja? Pemerintah? Atau bagaimana?
Seringkali,
saat berbicara tentang perekonomian dalam berumah tangga yang terjadi semua
orang mencari kambing hitam untuk dipersalahkan. Lalu berhenti belajar dan
menyerah kepada keberuntungan. Sangat berbeda dengan yang dilakukan Ishak dalam
perikop kita kali ini. Ia selalu berusaha mencari celah dan peluang yang baik
untuk kehidupannya sekalipun orang filistin selalu berusaha menutupinya.
Coba
ditarik kembali dalam kehidupan kita masing-masing. Berapa sering kita
melakukan kegiatan konsisten yang menghasilkan sesuatu yang sama namun berharap
dengan hasil yang berbeda? Albert Einsten mengatakan hal ini sebagai bentuk
kegiatan orang paling gila. Tapi, nyatanya masih banyak kita melakukan hal
tersebut dan akhirnya kita mempermasalahkan apa yang ada “di luar kita”.
Pada
hakikatnya kita adalah manusia yang diciptakan akal dan budi untuk berkreasi
dan inovasi sebagai tindakan adaptif dalam setiap kegiatan usaha dan pekerjaan
kita. Caranya tentu dimulai dengan bentuk evaluasi, dengan harapan melalui
kegiatan ini muncul hal-hal yang seharusnya layak untuk kita pelajari dalam
mengembangkan soft-skill.
Tapi
apakah semua ingin melakukan hal tersebut?
Sejatinya
sangat penting bagi kita untuk banyak belajar dan meningkatkan keahlian dan
pengetahuan dari waktu ke waktu agar bisa terus menguatkan bisnis dan mencapai
goal yang ditetapkan. Goal dapat dicapai dengan usaha dan kerja keras yang
berkelanjutan, menghadapi setiap tantangan dan kemunduran yang ada, seiring
dengan pembelajaran baru yang muncul dalam perjalanannya.
Growth
mindset dalam bisnis memberi kita kebebasan dan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang, sedangkan fixed mindset membatasi gerak dan membuat kita kurang
beradaptasi dengan perubahan. Hal inilah yang berdampak langsung pada
kesuksesan kita.
Memiliki
growth mindset adalah suatu perjalanan yang melibatkan pemikiran kecil yang
progresif dan melakukan perubahan lebih banyak daripada mengambil langkah besar
dalam satu waktu. Kebanyakan dari kita tidak ada yang hanya memiliki growth
mindset atau fixed mindset saja. Kita semua memiliki kombinasi keduanya dan
semua itu bisa berubah-ubah setiap harinya.
Sebagai
contoh, kapasitas Anda untuk merespon feedback negatif atau pandangan buruk orang
lain mungkin terbatas, namun keinginan Anda untuk mencari tahu dan belajar dari
orang yang lebih ahli adalah bagian dari growth mindset. Ketika menghadapi
situasi yang menantang apakah Anda merasa gugup dan berpikir negative? Ketika
melihat orang lain sukses apakah Anda merasa terganggu? Memahami diri sendiri
dengan baik bisa membantu mengidentifikasi apakah Anda memiliki orientasi
growth mindset dan mengidentifikasi pemicu munculnya fixed mindset.
Singkatnya, saya ingin mengatakan bahwa dalam kita bekerja dan berpengharapan kepada Tuhan adalah kegiatan sangat baik. Tapi, Tuhan juga menginginkan kita berhikmat dalam setiap perubahan yang cepat atau lambat terjadi. Berhenti berusaha dan belajar bukanlah aplikasi dari tindakan bersyukur. Sebaliknya, tindakan bersyuku membawa seseorang yang berpengharapan kepada Tuhan menjadi orang-orang pembelajar kreatif dan inovatif dalam menghadapi perubahan.
Komentar
Posting Komentar