Invocatio : Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2)
Ogen : Mazmur 23:1-6
Khotbah :
Matius 11:25-30
TEMA : Perbuatan Yang Berkenan Bagi Tuhan
Pendalaman
Teks
Konteks
perikop Matius 11: 25-30 ini merujuk kepada legalisme orang Yahudi dalam
melaksanakan tuntutan hukum Taurat. Orang-orang Yahudi hidup dalam Taurat dan
tradisi lisannya, yang menghasilkan 613 peraturan (613 mitsvot) yang harus
ditaati tanpa terkecuali. Jelas ini sangat melelahkan jiwa manusia, tetapi di
dalam Kristus manusia hidup dalam hukum yang memerdekakan (bdk: Gal. 5:1).
Dalam perikop yang berjudul “Ajakan Juruselamat” ini, Matius
mengungkapkan ucapan syukur Yesus sebagai pendahuluan perikop, “Aku bersyukur
kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan
bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.
Ya, Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu (Mat. 11:25).” William Barclay
menyatakan bahwa yang dimaksud pada pendahuluan teks ini adalah bagaimana Yesus
mengungkapkan para rabi Yahudi (kaum intelektual) yang menolak Yesus,sementara orang-orang
miskin, yang sakit, dan yang terpinggirkan (orang kecil) justru menerima Dia. Jadi
sesungguhnya ayat 28 terikat secara konteks dengan ayat-ayat sebelum dan
sesudahnya yaitu tentang penolakan rabi Yudaisme terhadap Yesus.
Ayat
26-27: Yesus mengklaim bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengenal Bapa
selain Dia, dan tidak ada seorang pun yang mengenal Dia selain Bapa. Klaim ini
kembali menegaskan bahwa pengenalan seseorang akan Yesus adalah sebuah anugerah
yang besar, bukan hasil usaha manusia. Berdasarkan pendekatan konteks Matius
11:25-30, seharusnya kita memahami bahwa perikop ini tidak berbicara tentang
persoalan jasmaniah seperti permasalahan hidup manusia, tetapi persoalan hukum
Taurat yang telah menjadi kuk bagi bangsa Yahudi. “Kuk hukum Taurat,
sebagaimana para rabi menamakannya adalah sesuatu yang ternyata berat dan
membebani, karena bersifat lahiriah dan bendawi (tidak pribadi).”
Dalam terjemahan Yunani, istilah “letih lesu” menggunakan kata “κοπιωντες” (kopiōntes) yang dapat juga diartikan “berusaha keras” atau “menjadi letih lesu”. Yesus memberi ajakan kepada semua orang yang berbeban berat, yaitu mereka yang berusaha selamat melalui ketaatan pada Hukum Taurat & supaya mereka berkenan di hadapan Tuhan. Ini mengingatkan kita pada Matius 23:4, di mana ahli Taurat dan orang Farisi dituduh membuat orang-orang memikul ‘beban berat’ dengan tuntutan legalistik mereka. Karena itu, Yesus mengundang untuk meletakkan beban mereka, dan menerima keselamatan yang disediakan bagi mereka oleh Kristus. Orang-orang berdosa, yang lelah karena dosa & kejahatannya (bdk. Yes 6:5 Luk 5:8), juga diundang untuk datang kepada Kristus, dan segera menemukan kelegaan.
Renungan
Sadarkah
kita? Hari demi hari, ada begitu banyak orang mencari-cari tempat dari yang satu
menuju tempat yang lain dengan tujuan untuk mendapatkan ketenangan. Namun, apa
yang sebenarnya terjadi? Apakah mereka mendapatkannya? Tidak! Mereka berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain dan menemukan hal serupa dalam hidupnya,
yakni beban pikiran yang berlebihan.Mengapa? Semua karena pikiran dan hatinya
yang sedang tidak jernih.
Pernahkah
saudara memperhatikan betapa tegangnya bila saudara dikejar-kejar pikiran
saudara? Dan, yang jelas, semakin kita terserap dalam hal-hal yang membuat kita
marah atau kecewa, semakin tidak nyaman perasaan kita. Satu pikiran menambah
berat pikiran lainnya dan begitu seterusnya. Sampai akhirnya kita akan merasa,
dimanapun dan kemanapun kita berada akan sangat terganggu.
Itulah
mengapa dalam perikop yang menjadi renungan ini, Yesus mengatakan; Marilah
kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan
kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku
lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk
yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”
“It's not things that trouble us, but our judgment about things.(Epictetus)”
Kata
belajarlah menjadi sangat penting dan utama dalam perikop ini. Mengapa? Sebab kehidupan
yang Tuhan pertunjukkan kepada kita adalah sikap penyerahan secara total kepadaNya.
Menyerahkan segala sesuatunya yang kita khawatirkan, harapkan dan impikan itu
seperti meletakkan beban berat kepada Sang Penolong yang penuh cinta
menerimanya. Maukah?
Nyatanya,
kehidupan saat ini menunjukkan banyak orang tidak ingin melakukannya. Sebaliknya,
bila pada masa Yesus dikenakan beban-beban aturan oleh Para Penjajah dan Taurat.
Kini, ada banyak orang-orang yang terjebak pada “Standarisasi” kehidupan yang
justru dibuat oleh dirinya sendiri. Dengan cara membandingkan kehidupannya
dengan orang lain; menganggap dirinya lebih berkesusahan disbanding orang lain
atau menganggap dirinya akan lebih tenang apabila menjadi seperti orang lain. Namun,
benarkah demikian? TIDAK
“Manusia tidak memiliki kuasa untuk memiliki apapun yang dia mau, tetapi dia memiliki kuasa untuk tidak mengingini apa yang dia belum miliki, dan dengan gembira memaksimalkan apa yang dia terima.”
Komentar
Posting Komentar