Ingatkah kamu,
akan peristiwa Yesus berjalan di atas air? Tahukah kamu, sekalipun Petrus
terjatuh namun dirinya sempat menapakkan kakinya seperti Yesus berjalan di atas
air. (Bdk Mat 14:28-29)
Hayoo… Kira
kira, apakah yang ingin saya bicarakan?
Tentang Iman
Petrus yang goyah? Tentu tidak!
Saya bukan
bicara tentang hal tersebut, kisah itu sedikit memberikan isyarat pada diri
kita dan saya sendiri kita membacanya dalam perspektif yang berbeda yakni Iman timbul
dari dalam diri, juga jatuh oleh karena diri sendiri pula.
Loh, kan
tentang iman Petrus yang goyah juga dong?
Iya sih, tentang
itu koq. Saya mengakuinya, tapi dengan sedikit perspektif yang tidak menghakimi
Petrus. Sebaliknya melihatnya dengan perspektif “naluriah manusia”.
Pertanyaan saya,
mungkinkah seorang manusia tidak memiliki keraguan ketika hidupnya tidak pernah
bertemu Yesus dan diajak olehNya untuk berjalan di atas air? Coba jelaskan dan
jawab dengan jujur, apakah hal yang dirasakan Petrus tidak naluriah?
Begitu juga yang
terjadi dengan seorang anak muda dengan niatan baik untuk membuka dan merintis
usahanya di pinggir jalan Jamin Ginting, Sukamakmur. Apakah dia memiliki uang
yang banyak? Tidak, dia tidak memilikinya. Tetapi dia memiliki iman akan sebuah
Coffeshop yang bisa menjadi tempat untuk melayani banyak orang secara lebih
luas.
Sekiranya,
saudara mendengar hal tersebut? Apakah saudara menertawakan mimpinya? Bisa ya
dan bisa tidak. Semua kembali ke perspektif saudara, namun dia sering kali
ditertawakan dengan mimpi dan harapannya. Terlebih ketika ia mulai membuka
usaha tersebut di hari Pertama, hanya seorang anak kecil berjaket hitam dan
celana pendek yang disuruh untuk membeli kopi ditempatnya. Setelah itu, adakah
yang datang? Tidak! Semalaman ia menanti dengan penuh pengharapan, bahwa
seorang akan datang kembali dan memesan. Namun, hal tersebut tidak terjadi.
Menurut saudara,
apakah hal naluriah ketika ia memiliki keraguan dengan usahanya? Apalagi ketika
orang-orang melihat hal yang dilakukannya adalah kekonyolan. Apakah tidak
naluriah ketika hal tersebut jadi keraguan untuknya? Tentu hal yang naluriah
untuknya memiliki keraguan.
Kira kira
demikianlah yang terjadi pada Petrus, apakah ia berdosa ketika memiliki
keraguan itu? Bagaimana dengan orang-orang yang mendengarkan khotbah Yesus di
Bukit, lalu ikut ambil peran dalam penyaliban Yesus pula? Bukankah sedikit
lebih baik pribadi Petrus yang telah menapakkan kakinya di atas air, walaupun
hanya sesaat?
Stop… Saya tidak
ingin menghakimi lewat tulisan ini. Sebaliknya, saya sedikit ingin bertanya dan
mengajak saudara ngobrol. (Mungkin hanya lewat tulisan ini, atau mungkin lain
kesempatan kita bertemu. )
Bolehkah saya
bertanya, tentang hati saudara?
Keraguan apa
yang timbul saat ini dalam hatimu? Masa Depan? Keluarga? Atau apakah itu?
Saudaraku, percayalah
kalau kamu tidak berdosa saat memiliki keraguan. Hal itu naluriah, karena
perasaan itu juga tercipta dalam diri kita manusia yang rapuh.
Justru akuiah
perasan ragumu dan khawatirmu. Tak perlu berbohong lagi, engkau juga perlu
menyadari tentang rasa sakit dan pahit, bukan?
Tapi, ingatlah
ini. Tangan Tuhan menolong petrus ketika ia hampir tenggelam. Kini, saya juga
percaya kalau Tuhan tetap menolongmu dengan tangannya. Datanglah kepadaNya,
walau dengan keraguan dan kekhawatiranmu. Biarkan tangan yang sama menolong
Petrus, menolongmu juga hari ini dalam keraguan dan khawatirmu.
Komentar
Posting Komentar