Setiap anak terlahir oleh harapan dan cinta orang tua.
Mereka tidak dapat memilih untuk hadir dan lahir di dunia, tetapi beberapa
orangtua mendapat kesempatan dari Tuhan untuk berharap memiliki anak. Karena
itu, pertanyaan yang sering kali disampaikan kepada orangtua adalah, “Apa
harapan Anda terhadap Anak-anak?” Tentu jawaban akan beragam sekali, mulai dari
ingin memiliki anak yang penurut, pintar, tidak nakal, membanggakan orangtua,
dsb. Wajar ketika memiliki anak, setiap pasangan mempunyai pengharapan seperti
jawaban diatas. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana pola
asuh orang tua untuk mencapai apa yang diharapkannya?”. Sama halnya dengan
jawaban sebelumnya, cara yang diterapkan setiap orang tua tentu bervariasi. Jangankan
antar oranag tua, tidak jarang masing-masing pasangan memiliki prinsip
berlainan ketika mengasuh anak. Misalnya saja, Ayah menerapkan pola asuh yang
cenderung disiplin, sebaliknya ibu lebih longgar dalam menerapkan aturan dan terjadi
kemudian, orangtua bertengkar, saling menyalahkan serta menganggap sikapnya lah
yang paling tepat. Lalu, adakah akibatnya bagi anak? Tentu saja, salah satunya
adalah anak bingung karena adanya dua bentu pola asuh yang pada akhirnya
membuat mereka memilih mana yang dinilai lebih menyenangkan, memudahkan,
ataupun menguntungkan dirinya. Lalu, bagaiaman? Masa depan anak-anak akan
menjadi bom waktu atau kuntum bunga yang menunggu mekar. Ketika anak-anak tidak
seperti yang diharapkan orangtua, maka mereka akan menjadi bom waktu bagi keluarganya.
Sebaliknya, jika anak-anak seperti yang diharapkan orangtua, maka ia menjadi
sekuntum bunga yang mekar dan memberikan keharuman bagi keluarganya.
Jhon F. Kennedy mengatakan “ Anak anak adalah pesan hidup
yang kita kirim ke waktu yang tidak akan kita lihat” karena anak tersebut
merupakan pesan hidup tentu apa isi pesan yang akan disampaikan oleh anak anak
tersebut tergantung kepada bagaimana orang tua memperhatikan dan mendidiknya
sewaktu diberi kesempatan hidup bersama dengan anak tersebut. Tentu kita semua
sebagai orang tua menginginkan anak tersebut membawa pesan yang baik dan
menjadi saksi bagi kemulian nama Tuhan.
Nah, lalu bagaimana caranya?
Jelasnya, bila kita belajar pada orangtua Samuel yakni Hana
dan Elkana, maka kita melihat bagaimana anak yang dipersembahkannya kepada
Tuhan tidak pernah dilupakannnya. Bahkan mereka tetap menaruh perhatian yang
terlihat jelas dengan mengunjungi Samuel untuk memberikan perlengkapan
pakaiannya. Sehingga pertumbuhan dan kembangnya diketahui oleh Hana dan Elkana.
Saya teringat dengan cerita seorang Bapak yang karena tanggung
jawab kerjanya di pertambangan, harus meninggalkan anak-anaknya yang masih balita
dan istrinya dirumah. Sampai dirinya pulang, ketika anaknya sudah masuk sekolah
dasar dan tidak mengenali Ayahnya lagi. Tentu semua dikarenakan masalah
pekerjaan dan tanggung jawab. Sisi lain, pada masa itu komunikasi tidak semudah
sekarang ini. Lalu, yang menjadi pertanyaan, bagaimana bentuk perhatian kita
yang mungkin saat ini memiliki waktu banyak dengan anak-anak? Hidup dengan
kemudahan komunikasi seperti sekarang ini? Apakah, anak-anak anda mengenali
orangtuanya?
Saya sering menangkap beberapa hal penting dalam pola asuh
anak, secara khusus mengenai Orangtua yang harus mampu menyesuaikan diri dengan
anak. Sesuatu yang mengingatkan saya tentang tulisan Paulus bagi jemaat Galatia
6:1-9. Tentu, konteks ini berbeda karena bukan kepada anak. Tapi, bagaimana
kalau kita melihat anak-anak juga setara dengan kita? Tidak ada hirarki, mampukah
kita melakukannya?
Bila kita memperhatikan, hal pertama yang Paulus sampaikan
dalam suratnya adalah anjuran untuk membimbing orang lain dengan lemah lembut.
Bagaimana bila, hal serupa dapat juga kita lakukan pada pola asuh Anak-anak
kita?
Hal kedua yang Paulus sampaikan dalam suratnya adalah untuk
setiap kita boleh bermegah atas kebaikan dan keberhasilan kita di masa lampau,
namun bukan untuk membandingkannya dengan anak. Nah, bagaimana bila hal serupa
juga kita lakukan pada pola asuh anak-anak kita?
Hal ketiga yang Paulus sampaikan dalam suratnya adalah anjuran
untuk menanamkan nilai-nila baik dari Firman Tuhan dalam diri orang lain. Nah,
bagaimana bila hal serupa juga kita lakukan pada pola asuh anak-anak kita?
Atau jangan jangan kita dapat berlaku baik pada orang lain,
namun tidak pada keluarga kita sendiri? Hayoo.......
Terakhir, Dewasa ini, orangtua yang pada
dasarnya menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka, tanpa sadar juga
melakukan kesalahan dalam penerapan pola asuh terhadap anak-anak.
Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:
1. Memberi banyak pilihan
Terlalu banyak memberikan pilihan dapat
membuat anak kewalahan.
2. Terlalu dimanjakan
Berusaha memenuhi setiap permintaan
anak akan membuat anak sulit merasa puas dan membuat mereka suka memaksa.
3. Membuat anak sibuk
Anak yang terlalu sibuk selain
kelelahan juga bisa membuatnya jadi korban bullying.
4.
Kepintaran
dianggap paling penting
Membangga-banggakan prestasi akademik
anak dapat membuat anak menjadi arogan dan merasa orang lain lebih bodoh.
Kondisi ini justru membuat anak dijauhi teman-temannya.
5. Menyembunyikan topik sensitif seperti
seks
Kebanyakan orangtua takut membicarakan
soal seks dan percaya bahwa menghindari diskusi ini dengan anak-anak mereka
bisa membuat anak terhindar dari perilaku seksual tidak pantas. Padahal, topik
tentang pendidikan seks bisa dimulai sejak dini, disesuaikan dengan pemahaman
anak.
6. Terlalu sering mengkritik
Anak yang orangtuanya terlalu sering
mengritik akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri atau menuntut
kesempurnaan dalam segala hal. Saat ia melakukan kesalahan, mereka merasa tidak
berguna dan marah.
7. Membebaskan anak nonton tv atau main
gadget
Batasi waktu Anda menatap layar
elektronik, entah itu televisi, ponsel, atau gadget lain. Bahkan, seharusnya
anak tidak diperkenalkan dengan gadget sebelum mereka berusia di atas dua
tahun.
8. Terlalu melindungi anak
Naluri orangtua adalah melindungi anak,
tetapi bukan berarti anak harus “dipagari” dari kesusahan. Pola asuh seperti
ini dapat membuat anak kurang bersyukur dan menghargai sesuatu. Terkadang anak
juga perlu belajar menghadapi kehilangan atau masalah.
Beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua untuk dapat
memberikan pola pengasuhan yang baik pada anak adalah:
1. Memberikan pujian atas usaha yang sudah
dilakukan anak.
Hal ini bisa membangun rasa percaya
diri anak.
2. Hindari anak dari trauma fisik dan
psikis.
Marah kepada anak atas kesalahan yang
mereka lakukan adalah hal yang wajar, sebatas tujuannya adalah untuk
mengajarkan anak.
3. Penuh kasih sayang.
Dukung perkembangan anak dengan
memberikan kasih sayang dan kehangatan. Sikap hangat dari orangtua akan
membantu mengembangkan sel saraf dan kecerdasan anak.
4. Tidak membandingkan anak dengan anak lain.
Setiap anak memiliki keunikannya
masing-masing, sehingga tiap anak akan memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Yang perlu dilakukan orangtua adalah fokus mengembangkan kelebihannya.
5. Tidak otoriter.
Jangan memaksakan kehendak orangtua
kepada anak. Sebaliknya, orangtua harus menjadi fasilitator yang dapat
mengembangkan bakat anak.
6. Berikan tanggungjawab.
Mengajarkan tanggung jawab kepada anak
dapat dilakukan sedini mungkin agar anak dapat perduli terhadap sekitarnya.
7. Penuhi kebutuhan gizi
Makanan merupakan faktor penting yang
menentukan kecerdasan anak.
8. Menciptakan lingkungan yang positif.
Lingkungan yang mendukung terhadap
bakat dan kreativitas anak, orangtua yang selalu memberikan pandangan positif
pada anak, akan dapat membentuk anak menjadi individu yang lebih mandiri dan
tidak mudah putus asa.
9. Aktif berkomunikasi dengan anak.
Ada baiknya bila anak dan orangtua
saling terbuka, sehingga anak akan lebih nyaman untuk bercerita kepada
orangtua.
BAGAIMANA DETAILNYA? Percayalah, bahwa para teolog (Pendeta,Vikaris,
Detaser) tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan untukmu. Datanglah kepada
para dokter ataupun ahli yang membidanginya.
Komentar
Posting Komentar