Salah satu kegiatan
yang masih dijaga dalam tradisi Yahudi adalah Orang tua melafalkan hukum Taurat
dan pribadi Allah. Ini menjadi topik utama dalam proses pendidikan Orang tua
kepada anak. Dengan kata lain, Kitab Suci dari Agama Yahudi yakni Taurat menjai
sumber utama pengetahuan mereka dalam menjalani kehidupan dan mengenal Tuhannya.
Sehingga, anak-anak Yahudi sangat tahu identitasnya, keyakinannya dan sangat
militan dengan imannya kepada Allah.
Apakah ini menjadi
jaminan? Tidak! Terlebih lagi, bila kita tidak melakukannya!
Sejak bergabung dalam
komunitas Anakku Buah Baraku, yakni komunitas yang bergerak pada pendidikan dari
orang-orang karo diaspora. Saya menemukan perubahan tanggung jawab besar yang diberikan
kepada orang tua bagi Guru di Sekolah dan Guru di Sekolah Minggu, daripada mereka
sendiri. Bahkan, tidak jarang orang tua melemparkan tanggung jawab ini
dikarenakan mereka telah membayar mahal untuk pendidikan.
Bagi banyak orang,
mendidik anak itu adalah memasukkan mereka ke sekolah. Pendidikan yang baik artinya
memasukkan anak-anak ke sekolah yang baik, atau dikenal dengan sekolah favorit.
Maka, orangtua rela menitipkan anaknya ke tempat lain, agar mereka mendapat
pendidikan yang baik, alias mendapat sekolah yang baik.
Apakah itu sebuah
pilihan yang buruk? Tidak. Hanya saja menimbulkan pertanyaan soal tanggung
jawab pendidikan anak. Ketika anak kita titipkan pada orang lain, lantas apa
peran kita sebagai orangtua dalam pendidikannya? Pendidikan anak itu tanggung
jawab orangtua. Saya kira tidak ada yang menyangkal pandangan ini. Lalu, apa
peran sekolah? Sekolah, bagi saya, hanyalah institusi yang membantu setiap
orangtua dalam mendidik anak. Peran orangtua tetap yang utama. Jangan sampai
terbalik, seolah sekolah memegang peran utama, sehingga orangtua bisa lepas
tangan kalau sudah memasukkan anak ke sekolah.
Porsi terbesar dalam
pendidikan anak termasuk agama, sebenarnya tidak melalui proses pengajaran,
tapi melalui interaksi. Kita berinteraksi dengan anak setiap hari, dari situ
kita menanamkan nilai-nilai. Interaksi itu dimulai dari sapaan, sentuhan, dan
berbagai aktivitas yang kita lakukan bersama. Pembangunan karakter tadi tidak
bisa hanya melalui nasihat verbal saja. Karena itu, interaksi adalah pusat
dalam pendidikan anak kita.
Saat anak sudah hadir
di kandungan, pasangan orang tua harus tahu bagaimana ia harus diperlakukan.
Salah perlakuan bisa membuat bayi tadi terancam jiwanya, atau lahir cacat. Saat
bayi sudah lahir, maka orangtua harus tahu bagaimana cara merawatnya. Perawatan
diperlukan tidak hanya untuk fisik saja, tapi juga untuk kebutuhan psikisnya.
Demikian pula seterusnya. Orangtua tidak boleh berhenti belajar, guna memenuhi
kebutuhan untuk mendidik anak-anaknya.
Karena itu, menarik
dalam perjanjian antara orang tua dan Gereja ketika membawa anak-anaknya untuk
dibaptiskan. Orangtua berjanji untuk mendidik mereka sampai mereka secara
mandiri mengakui dan menyaksikan imannya kepada banyak orang.
Dari sisi anak-anak
masa kini (Gen Z), pendidikan sekolah maupun pendidikan dalam Gereja sedang
dipertanyakan. Bahkan tidak jarang, diantara anak-anak masa kini beranggapan
bahwa Pendidikan dalam sekolah itu tidak penting atas dasar tokoh tokoh besar
yang berhasil tanpa melewati pendidikan sekolah. Adapula yang mempertanyakan
pendidikan dalam Gereja, karena penyelewangan dan persoalan-persoalan yang
mereka dengar terjadi pada Guru Sekolah Minggu ataupun para pelayan Gereja
lainnya.
Tentu hal ini dikarenakan
keberlimpahan informasi yang mereka terima, tanpa penyaring apapun. Mereka
melihat banyaknya orang-orang yang berhasil tanpa melewati pendidikan formal.
Padahal bila kita telusuri kembali; Mark Zuckerberg dan Bill Gates di Drop Out
dari Harvard University. Kampus yang untuk berkuliah di tempat tersebut sangat kecil
peluangnya. Bahkan membandingkan mereka dengan jutaan manusia tidak mengmban
pendidikan formal yang menjadi penggangguran dan bahkan menjadi pelaku
kriminal. Tentu sangatlah tidak relevan.
Benar, bahwa banyak sarjana
yang pengangguran. Tentu itu bukan kesalahan dari Sekolah! Sebaliknya, pendidikan
formal hanya memperbesar peluang kita untuk menjadi sukses dengan ukuran kita
masing-masing. Dengan kata lain, mereka yang berhenti dari pendidikan formal
akan memperkecil peluang untuk menjadi sukses.
Tidak jauh berbeda
dengan pendidikan dalam Gereja. Hal ini juga dipertanyakan, karena keberlimpahan
informasi dari Dunia Digital maupun orang tua mereka masing-masing. Mereka
menerima tanpa menyaring sama sekali. Tidak heran, banyak anak-anak masa kini menerima
paham relativisme yang beranggapan bahwa kebenaran setiap agama adalah benar
menurut setiap pemeluknya. Tidak ada lagi sikap militan pada kekristenan.
JADI, KITA AKAN KEMANA?
Seorang pelaut tua
berulangkali tersesat di laut, sehingga teman-temannya memberikan sebuah kompas
kepadanya dan mendesaknya untuk menggunakannya. Saat berlayar dengan kapalnya,
ia mengikuti petunjuk mereka dan membawa kompas itu. Tetapi seperti biasanya,
ia menjadi bingung dan tidak dapat menemukan jalan pulang. Akhirnya, ia
ditolong oleh teman-temannya.
Muak dan tidak sabar
dengannya, mereka bertanya, "Mengapa kamu tidak menggunakan kompas yang
kami berikan? Kamu dapat menghindarkan kami dari banyak masalah!"
Pelaut itu menjawab,
"Saya tidak berani! Saya ingin pergi ke Utara, tetapi walaupun saya telah
mencoba sekuat tenaga untuk membuat jarum itu menunjuk ke utara, tetap saja
jarum itu menunjuk ke arah Tenggara." Ia begitu yakin bahwa ia tahu ke
arah mana utara itu sehingga dengan keras kepala ia mencoba memaksakan
keyakinannya terhadap kompas tersebut.
Apa yang terjadi pada
pelaut tidak jauh berbeda dengan yang terjadi dalam kehidupan kita sekarang
ini. Kita berpikir hikmat Allah adalah hikmat kita. Kita lupa, segala sesuatu
ada dasarnya dan segala sesuatu ada aturannya. Sebagai seorang Kristen, dasar
kita adalah Firman Tuhan dan aturan kita adalah kehidupan Yesus dan
pengajarannya. Itulah mengapa kita orang Kristen disebut, pengikut Yesus.
Karena hikmatNya yang menuntun dan mengajarkan kita. Tetapi, bagaimana
faktanya? Firman Tuhan bukan lagi menjadi petunjuk, melainkan alat untuk
meluruskan kepentingan kita. Sedang kehidupan Yesus dan pengajaranNya hanya
menjadi pilihan bukan tuntunan. Sehingga kita memilih sesuai dengan yang kita
inginkan tidak membiarkannya menjadi tuntunan dalam kehidupan.
Saudaraku, percayalah
akan hal ini; apakah saudara orangtua ataupun anak-anak. Percayalah, bahwa mereka
yang mengikuti instruksi dari Allah dan peringatan-Nya dihindarkan dari
pengembaraan yang tak perlu dan dari sakit hati karena kekaraman dan kehancuran.
Kita harus bertanya kepada Allah untuk menunjukkan jalan. Kemudian marilah
mempercayai petunjuk arah melalui Firman-Nya
Komentar
Takut akan Tuhan adlh permulaan pengetahuan. 🙏😊
Posting Komentar