Berbicara tentang kasih
sayang, tentu apa yang telah Orangtua berikan dalam hidup kita tidak dapat
terbalaskan. Sebagaimanapun materi dan waktu yang kita miliki, sangatlah tidak
mungkin membalas kebaikan orangtua dalam hidup kita. Karena itu, sering kali
saya mendengar orang-orang berkata, bahwa tanggung jawab seorang anak ada pada
keluarganya.
Matius 19:5-6 TB
Dan firman-Nya: Sebab
itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia.”
Sebab, mereka hidup dan
tumbuh bersama orangtua sampai ia memiliki keluarganya yang baru dan kemudian
meninggalkan orangtuanya; sampai hidup lebih lama dengan pasangannya serta
anak-anaknya. Demikianlah landasan seorang anak untuk memisahkan diri dari orangtuanya.
Apakah, hal ini salah? Etika dan Moral, tidak dapat dilihat dari salah dan benarnya. Tapi dari
kondisi, situasi dan dampak yang dihasilkan dari setiap hal yang dilakukannya.
Mengapa?
Selama saya melayani di
Pusat Pelayanan Orangtua Sejahtera, begitu banyak cerita-cerita sedih yang saya
dengar dari keluarga orangtua disini. Bagaimana mereka dihina dan diklaim
sebagai anak yang tidak tahu berterima kasih kepada orangtua saat mereka membawa
orangtuanya ke Pusat Pelayanan Orangtua Sejahtera (PPOS) di Sukamakmur,
Sibolangit.
Kisah seperti seorang
Ibu dapat mengasihi 5 anak, sedang 5 anak dapat mengasihi seorang Ibu menjadi
cerita yang sering menghakimi pribadi mereka. Padahal, bila mendengar
kesaksiannya; bukan karena mereka tidak menyayangi dan mampu berterima kasih
kepada orangtua mereka. Tapi situasi dan kondisi untuk memenuhi tanggung jawab
bagi keluarganya, bukanlah hal yang mudah. Bahkan tak jarang mereka seperti
memakan buah simalakama, memilih untuk memberikan waktu bagi orangtua atau
mencari makanan untuk anak-anaknya. Tentu, saudara bisa mengatakan bahwa ini
hanyalah alasan belaka dan menjadi pembenaran bagi keluarga yang menitipkan
orangtuanya di Pusat Pelayanan Orangtua Sejahtera.
Tapi, bagaimana dengan
kebutuhan orangtua lainnya? Apakah kita yakin bahwa yang dibutuhkan para lansia
hanya sekedar anak-anaknya menemani, merawat kebutuhan pangan dan diam di rumah?
Atau setelah manusia menjadi lansia, kita justru melihat mereka tidak lagi
sebagai manusia, dan mendiamkan mereka hanya di rumah begitu saja?
Matius 25:35-40 TB
Sebab ketika Aku lapar,
kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku
seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi
Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara,
kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya:
Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan,
atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau
sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami
memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam
penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah
seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk
Aku.
Dalam berbagai
pengalaman pelayanan, saya sering melihat para lansia dikurung di dalam kamar
bersama dengan kotorannya. Bahkan tidak jarang kulit mereka berubah karena
kurangnya paparan sinar matahari untuk mereka. Bagaimana dengan orangtua yang
mobilitasnya sudah terhambat, apakah kondisi rumah sudah aman untuk mereka? Apakah
perlakuan kita yang membiarkan orangtua berdiam di dalam kamar dan membuat
mereka seperti terpenjara disebut sebagai “KASIH SAYANG”?
Seorang Bayi dapat
menjadi bosan, lalu menangis dan meronta-ronta. Seorang Anak Remaja dapat
memberontak kepada orangtua, ketika dia tidak diberikan waktu untuk keluar
rumah dan fokus hanya pada pembelajaran di sekolah saja. Bahkan Orang-Orang
Dewasa dapat meninggalkan pekerjaannya ketika hal itu, membuat dirinya seperti
terpenjara dan tidak berkembang sama sekali. Lalu, mengapa Para Lansia
dibiarkan untuk diam, terkurung dalam Kamarnya? Apakah Para Lansia tidak lagi
dapat merasakan bosan? Apakah Para Lansia tidak lagi dapat merasakan Sosial
mereka bersama lingkungannya? Terlepas dari penyakitnya yang pikun dan
mobilitas mereka yang semakin berkurang, apakah “KASIH SAYANG” namanya ketika
PARA LANSIA dikurung dalam kamar dengan semua kebutuhan emosional mereka yang
tidak terpenuhi?
Saya tidak mengerti apa
itu “KASIH SAYANG” dan cara mengaplikasikannya kepada orangtua saya dengan
tepat. Hanya saja, ketika saya mendengar seorang Kakek yang dikurung dalam
Kandang Besi bagaikan seekor ANJING di siang hari dan kemudian dikunci pada
malam hari di KAMAR dengan alasan “TAKUT HILANG” dan “SUDAH PIKUN”. Itu tidak
lebih dari pembunuhan yang paling sadis dari seorang anak yang psikopat kepada
orangtuanya.
Jadi, apa itu “KASIH
SAYANG” kepada orangtua?
Saya tidak mampu
memberikan jawaban apapun kepada kita. Hanya saja, pengalaman di Pusat
Pelayanan Orangtua Sejahtera memperlihatkan saya tentang Para Lansia yang
bahagia saat berkumpul pagi-pagi dengan teman seusianya, sembari menikmati
hangatnya sinar matahari di pagi hari. Lalu mereka disuguhi nutrisi yang cukup,
bersama perawatan yang baik di pagi hari dan sore hari. Sehingga mereka dapat
beraktivitas dengan keadaan yang bersih dan tidur dengan nyaman tanpa kotoran
yang melekat ditubuh mereka.
Saya juga melihat
mereka bisa tertawa gembira dalam pelayanan spiritualitas yang diberikan oleh
GBKP di Unit Pusat Pelayanan Orangtua Sejahtera. Termasuk, pula emosional
ketika para pengasuh menemani mereka bercerita dan mendengar setiap cerita
mereka.
Ini cerita “KASIH
SAYANG” di PUSAT PELAYANAN ORANG TUA SEJAHTERA (PPOS) GBKP Sukamakmur.
Bagaimana dengan ceritamu?
Komentar
Mantap buk,
Senang hati membacanya.
Posting Komentar