Pengantar
Dalam dunia tenaga kerja
konstruksi, mereka memiliki aturan baru dengan harus memiliki SKK. SKK adalah
singkatan dari Sertifikat Kompetensi Kerja, yang merupakan bukti kompetensi dan
kemampuan tenaga kerja di sektor konstruksi. Tapi kita tidak sedang
berbicara tentang hal ini, kita bicara tentang SUKARELA, KETULUSAN DAN
KETELADANAN sebagai hal yang harus terus diperbaharui dalam kehidupan para
pelayan Gereja
Dalam teologi John
Calvin, konsep Ecclesia Semper Reformanda—Gereja yang selalu
diperbaharui—menggarisbawahi bahwa gereja, bersama dengan para pelayannya,
dipanggil untuk terus-menerus memperbaharui dan memurnikan diri. Calvin melihat
pembaruan ini bukan sekadar pembaharuan struktur atau tradisi, tetapi perubahan
dalam diri setiap pribadi yang melayani, sebuah pertobatan yang berlanjut.
Dalam pelayanan, kita sering kali mengira bahwa satu keputusan untuk melayani
adalah akhir dari perjalanan rohani. Namun, justru perjalanan itu dimulai di
sana—panggilan untuk terus menerus diperbaharui oleh Roh Kudus. Ketika kita
merasa nyaman dalam pelayanan, apakah kita juga masih tergerak untuk
memperbarui hati dan motivasi kita? Pertanyaannya bukan hanya apakah kita melayani,
tetapi bagaimana kita melayani—apakah dengan sukacita, ketulusan, dan
keteladanan sebagaimana 1 Petrus 5:2-3 ajarkan?
1. Sukacita: Merawat
Api Pelayanan dengan Syukur
Sukacita dalam
pelayanan bukan sekadar perasaan yang mudah datang dan pergi, melainkan sikap
hati yang lahir dari pengenalan akan Tuhan. Namun, banyak pelayan Tuhan
mendapati diri terjebak dalam rutinitas, konflik, atau masalah yang berulang
sehingga kehilangan sukacita dalam melayani. Ini adalah undangan untuk
berefleksi: Apakah kita masih mendapati sukacita dalam pelayanan ini, atau
sudah tenggelam dalam persoalan-persoalan yang membuat kita semakin lelah?
Ketika sukacita hilang, mudah bagi pelayanan untuk berubah menjadi beban. Kita
mengingat kembali pertanyaan Yesus kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi
Aku?” Di balik setiap tugas, Yesus menginginkan hati yang sungguh bersukacita
dalam panggilan ini, bukan sekadar rutinitas. Di tengah kesibukan, apakah kita
masih memiliki hati yang merayakan kebaikan Tuhan, atau sukacita kita tenggelam
dalam keluhan? Sukacita adalah api yang membakar semangat pelayanan kita, yang
membuat segala jerih lelah kita menjadi ringan. Jika api itu padam, mungkin ini
waktunya kita kembali kepada Tuhan, meminta Dia memulihkan sukacita kita.
2. Ketulusan:
Pengabdian Tanpa Pencarian Balas Jasa
Ketulusan adalah
fondasi yang tak tergantikan dalam pelayanan. Kita dipanggil bukan untuk
mencari penghargaan atau keuntungan, tetapi untuk melayani dengan hati yang
bebas dari pamrih. Petrus menegaskan bahwa ketulusan adalah dasar dari
pelayanan sejati, karena pelayanan yang tidak tulus akan mudah goyah ketika
tidak dihargai atau menghadapi tantangan. Di dunia yang penuh dengan apresiasi
dan pengakuan, bagaimana kita menjaga hati agar tetap tulus dalam melayani?
Ketika pujian tidak datang, atau bahkan muncul kritik yang tidak adil, apakah
kita masih bisa melayani dengan hati yang sama?
Ini adalah momen
reflektif: Apakah kita tetap setia melayani ketika upaya kita tampak tidak
dihargai, atau apakah kita mulai kecewa dan mempertanyakan panggilan kita?
Pelayanan yang tulus memandang kepada Tuhan, bukan kepada manusia. Kristus
memberi teladan ini dengan melayani hingga akhir, bahkan di saat orang-orang
yang Dia layani meninggalkan-Nya. Bagi seorang pelayan Tuhan, pengakuan
bukanlah tujuan akhir, karena pelayanan yang sejati adalah cermin kasih Allah
yang tidak bersyarat. Ketika kita melayani dengan ketulusan, kita mengalami
persekutuan yang lebih dalam dengan Tuhan yang telah terlebih dahulu melayani
kita.
3. Keteladanan: Menjadi
Cermin Hidup Kasih Kristus
Sebagai pelayan Tuhan,
Petrus mengingatkan bahwa panggilan kita bukan untuk menguasai, tetapi untuk
menjadi teladan bagi jemaat. Keteladanan berbicara lebih kuat daripada
kata-kata yang kita ucapkan; jemaat tidak hanya melihat apa yang kita
sampaikan, tetapi juga bagaimana kita hidup. Pertanyaannya: Apakah kita
telah menjadi teladan yang menginspirasi mereka, ataukah kita malah menjadi
batu sandungan?
Keteladanan bukan
berarti kita sempurna, tetapi berarti kita bersedia dibentuk dan terus menerus
diperbaharui oleh Tuhan. Pelayan Tuhan dipanggil untuk mencerminkan kasih
Kristus melalui cara hidup yang menginspirasi jemaat, bukan dengan paksaan
tetapi dengan cinta kasih yang murni. Di sini, kita diundang untuk merenungkan
apakah perkataan, sikap, dan perbuatan kita mencerminkan Kristus dalam segala
hal. Ketika jemaat melihat kita, apakah mereka terdorong untuk semakin mengenal
Tuhan atau malah menjauh? Keteladanan itu ditunjukkan dalam kesabaran
menghadapi konflik, integritas dalam menjalani tugas, dan keikhlasan dalam
setiap tindakan.
Ketika kita merenungkan makna keteladanan, kita menyadari bahwa pelayanan bukan tentang seberapa banyak kita dapat mengubah orang lain, tetapi seberapa kita dapat mencerminkan kasih dan kerendahan hati Kristus dalam hidup kita. Sebuah pelayanan yang dilakukan dengan teladan akan mendorong jemaat untuk mengikutinya dengan sukarela, bukan karena kewajiban atau paksaan.
Penutup: Terus Melayani
dengan Hati yang Diperbaharui
Melayani dengan
SKK—Sukacita, Ketulusan, Keteladanan—adalah perjalanan panjang yang membutuhkan
pengorbanan, tetapi sekaligus membawa berkat yang tak terukur. Ketika kita
merasa lelah, kecewa, atau bahkan ragu, ingatlah bahwa Tuhan yang memanggil
kita juga akan terus membaharui hati dan semangat kita. Di dalam Yesus, kita
menemukan kekuatan untuk melayani dengan sepenuh hati, karena kita tidak
melayani untuk penghargaan manusia, tetapi untuk kemuliaan Allah. Seperti yang
diungkapkan John Calvin, pembaruan dalam pelayanan adalah perjalanan tanpa
akhir. Marilah kita mengizinkan Roh Kudus untuk terus membaharui hati kita agar
menjadi pelayan-pelayan yang setia, yang memancarkan sukacita, ketulusan, dan
keteladanan dalam setiap langkah kita.
Komentar
Posting Komentar