Di zaman yang serba
materialistis ini, loyalitas sering kali dipertanyakan. Kita hidup di dunia di
mana nilai seseorang sering kali diukur berdasarkan apa yang mereka miliki,
bukan siapa mereka atau bagaimana mereka melayani. Fenomena ini bukanlah hal yang
baru, tetapi ia mencerminkan pergeseran dalam cara manusia memandang pengabdian
dan nilai kehidupan. Dalam konteks gereja dan iman, hal ini memunculkan
tantangan besar: Apakah pengabdian kita kepada Tuhan didasarkan pada ketulusan,
atau adakah unsur kepentingan di dalamnya?
Ketidakmurnian di Masa
Lalu: Penolakan terhadap Indulgensia
Salah satu penyebab
utama Reformasi Gereja yang dipelopori oleh Martin Luther dan reformator
lainnya adalah praktik penjualan indulgensia. Indulgensia pada dasarnya
menawarkan pengampunan dosa atau pengurangan hukuman dosa dengan cara
memberikan sumbangan material kepada gereja. Praktik ini dianggap oleh para
reformator sebagai bentuk korupsi spiritual, karena mengajarkan bahwa
keselamatan dan pengampunan dosa bisa dibeli dengan uang. Hal ini jauh dari
ketulusan, dan mereka melihat bahwa gereja saat itu lebih menekankan materi
daripada pertobatan sejati.
Martin Luther, dalam 95
Tesisnya, secara tegas menolak konsep ini. Ia menyatakan bahwa surga tidak bisa
dibayar dengan materi, dan bahwa keselamatan bukanlah sesuatu yang dapat
diperdagangkan. Reformator seperti Luther menegaskan bahwa keselamatan adalah
anugerah dari Tuhan, bukan sesuatu yang dapat diperoleh melalui perbuatan baik
atau kekayaan materi. Sebagaimana tertulis dalam Efesus 2:8-9, "Sebab
karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu,
tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri."
Surga Tak Bisa Dibeli:
Keselamatan adalah Hak Perogratif Tuhan
Keselamatan adalah hak
prerogatif Tuhan. Manusia tidak memiliki kuasa atau kendali untuk menentukan
siapa yang berhak masuk surga. Belas kasihan Tuhan adalah jalan satu-satunya
menuju keselamatan. Hal ini berarti bahwa manusia tidak dapat mengandalkan kekayaan,
status sosial, atau perbuatan baik mereka sendiri untuk mencapai keselamatan.
Semuanya adalah karya Tuhan semata melalui anugerah-Nya yang tidak ternilai.
Yesus sendiri
mengajarkan pentingnya kerendahan hati dalam menghadap Tuhan. Dalam Markus
10:25, Yesus berkata, "Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum
dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Ini bukan
berarti orang kaya tidak dapat diselamatkan, tetapi ini mengajarkan bahwa
kekayaan materi tidak memberi keistimewaan atau akses khusus kepada Tuhan.
Hanya belas kasihan-Nya yang memungkinkan kita mendapatkan keselamatan.
Belas Kasihan Tuhan:
Jalan Menuju Keselamatan
Reformator menyadari
bahwa hanya belas kasihan Tuhan yang membuka jalan menuju keselamatan. Mereka
menekankan bahwa iman dan pengabdian sejati tidak dapat dicapai melalui ritual
kosong atau sumbangan materi, melainkan melalui hati yang tulus. Tuhan melihat
jauh ke dalam hati manusia, bukan pada apa yang mereka bawa atau berikan secara
material. Mazmur 51:17 berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah
jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya
Allah."
Belas kasihan Tuhan
melampaui apa yang dapat dilakukan manusia. Dalam kasih karunia-Nya, Tuhan
menolong kita untuk berbalik dari dosa dan menerima keselamatan yang ditawarkan
oleh Kristus. Kebenaran ini yang menjadi landasan bagi setiap reformator, dan hingga
hari ini, gereja dipanggil untuk menghidupi dan menyebarkan kebenaran yang
sama.
Pengabdian yang Tulus:
Menghargai Keselamatan dan Kehidupan
Pengabdian yang tulus
kepada Tuhan adalah lebih dari sekadar kata-kata atau ritual. Itu adalah
kehidupan yang menghargai keselamatan sebagai anugerah termahal yang tak bisa
dibeli dengan apa pun. Seorang Kristen yang hidup dalam pengabdian yang tulus
menghargai keselamatan yang diberikan oleh Tuhan dengan menghidupi kehidupan
yang mencerminkan kasih-Nya. Ini berarti kita juga menghargai kehidupan lebih
dari sekadar materi—menghormati sesama, menjaga ciptaan Tuhan, dan hidup dengan
keadilan, kasih, serta belas kasihan.
Pengabdian yang tulus
juga berarti kita tidak mengandalkan diri sendiri atau berusaha mendapatkan
pengakuan dari manusia. Kita melayani Tuhan bukan untuk menerima imbalan atau
pujian, tetapi karena kita dipanggil untuk hidup dalam kehendak-Nya. Seperti yang
diajarkan oleh Yesus dalam Matius 6:19-20, "Janganlah kamu mengumpulkan
harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar
serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga."
Para reformator
memahami hal ini dengan baik. Mereka menolak godaan materi dan kekuasaan
duniawi, dan memilih untuk hidup dalam kebenaran yang datang dari iman kepada
Tuhan. Martin Luther, John Calvin, Ulrich Zwingli, dan yang lainnya tidak
memperjuangkan reformasi untuk mendapatkan penghargaan atau posisi di gereja,
tetapi untuk memulihkan integritas gereja dan membawa umat kembali kepada kasih
karunia Tuhan.
Loyalitas dan Ketulusan
dalam Pengabdian di Masa Kini
Fenomena loyalitas yang
dipertanyakan di dunia modern membuat kita merenungkan kembali apa yang
mendasari pengabdian kita. Apakah kita mengabdi karena kita berharap menerima
sesuatu sebagai imbalan? Atau apakah kita mengabdi karena kita benar-benar
tulus dalam iman dan kasih kita kepada Tuhan?
Di tengah dunia yang
serba instan dan penuh godaan material, gereja dan setiap pengikut Kristus
harus kembali kepada ketulusan pengabdian yang ditunjukkan oleh para
reformator. Mereka mengajarkan bahwa kekayaan dan status duniawi tidaklah
penting dalam hal keselamatan. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghidupi
iman kita setiap hari, dengan rendah hati dan tulus melayani Tuhan dan sesama.
Keselamatan adalah
anugerah yang diberikan oleh belas kasihan Tuhan, dan pengabdian yang tulus
kepada Tuhan adalah kehidupan yang memancarkan kasih dan keadilan. Sebagai
gereja yang hidup dalam era modern, mari kita mengikuti jejak para reformator,
menolak segala bentuk korupsi spiritual, dan hidup dalam kebenaran serta
ketulusan, menghargai keselamatan sebagai anugerah yang tak ternilai harganya.
Komentar
Posting Komentar