Menuju Peringatan Reformasi Gereja Bagian Kelima : Ketulusan dalam Pengabdian

 


Di zaman yang serba materialistis ini, loyalitas sering kali dipertanyakan. Kita hidup di dunia di mana nilai seseorang sering kali diukur berdasarkan apa yang mereka miliki, bukan siapa mereka atau bagaimana mereka melayani. Fenomena ini bukanlah hal yang baru, tetapi ia mencerminkan pergeseran dalam cara manusia memandang pengabdian dan nilai kehidupan. Dalam konteks gereja dan iman, hal ini memunculkan tantangan besar: Apakah pengabdian kita kepada Tuhan didasarkan pada ketulusan, atau adakah unsur kepentingan di dalamnya?

Ketidakmurnian di Masa Lalu: Penolakan terhadap Indulgensia

Salah satu penyebab utama Reformasi Gereja yang dipelopori oleh Martin Luther dan reformator lainnya adalah praktik penjualan indulgensia. Indulgensia pada dasarnya menawarkan pengampunan dosa atau pengurangan hukuman dosa dengan cara memberikan sumbangan material kepada gereja. Praktik ini dianggap oleh para reformator sebagai bentuk korupsi spiritual, karena mengajarkan bahwa keselamatan dan pengampunan dosa bisa dibeli dengan uang. Hal ini jauh dari ketulusan, dan mereka melihat bahwa gereja saat itu lebih menekankan materi daripada pertobatan sejati.

Martin Luther, dalam 95 Tesisnya, secara tegas menolak konsep ini. Ia menyatakan bahwa surga tidak bisa dibayar dengan materi, dan bahwa keselamatan bukanlah sesuatu yang dapat diperdagangkan. Reformator seperti Luther menegaskan bahwa keselamatan adalah anugerah dari Tuhan, bukan sesuatu yang dapat diperoleh melalui perbuatan baik atau kekayaan materi. Sebagaimana tertulis dalam Efesus 2:8-9, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri."

Surga Tak Bisa Dibeli: Keselamatan adalah Hak Perogratif Tuhan

Keselamatan adalah hak prerogatif Tuhan. Manusia tidak memiliki kuasa atau kendali untuk menentukan siapa yang berhak masuk surga. Belas kasihan Tuhan adalah jalan satu-satunya menuju keselamatan. Hal ini berarti bahwa manusia tidak dapat mengandalkan kekayaan, status sosial, atau perbuatan baik mereka sendiri untuk mencapai keselamatan. Semuanya adalah karya Tuhan semata melalui anugerah-Nya yang tidak ternilai.

Yesus sendiri mengajarkan pentingnya kerendahan hati dalam menghadap Tuhan. Dalam Markus 10:25, Yesus berkata, "Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Ini bukan berarti orang kaya tidak dapat diselamatkan, tetapi ini mengajarkan bahwa kekayaan materi tidak memberi keistimewaan atau akses khusus kepada Tuhan. Hanya belas kasihan-Nya yang memungkinkan kita mendapatkan keselamatan.

Belas Kasihan Tuhan: Jalan Menuju Keselamatan

Reformator menyadari bahwa hanya belas kasihan Tuhan yang membuka jalan menuju keselamatan. Mereka menekankan bahwa iman dan pengabdian sejati tidak dapat dicapai melalui ritual kosong atau sumbangan materi, melainkan melalui hati yang tulus. Tuhan melihat jauh ke dalam hati manusia, bukan pada apa yang mereka bawa atau berikan secara material. Mazmur 51:17 berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."

Belas kasihan Tuhan melampaui apa yang dapat dilakukan manusia. Dalam kasih karunia-Nya, Tuhan menolong kita untuk berbalik dari dosa dan menerima keselamatan yang ditawarkan oleh Kristus. Kebenaran ini yang menjadi landasan bagi setiap reformator, dan hingga hari ini, gereja dipanggil untuk menghidupi dan menyebarkan kebenaran yang sama.

Pengabdian yang Tulus: Menghargai Keselamatan dan Kehidupan

Pengabdian yang tulus kepada Tuhan adalah lebih dari sekadar kata-kata atau ritual. Itu adalah kehidupan yang menghargai keselamatan sebagai anugerah termahal yang tak bisa dibeli dengan apa pun. Seorang Kristen yang hidup dalam pengabdian yang tulus menghargai keselamatan yang diberikan oleh Tuhan dengan menghidupi kehidupan yang mencerminkan kasih-Nya. Ini berarti kita juga menghargai kehidupan lebih dari sekadar materi—menghormati sesama, menjaga ciptaan Tuhan, dan hidup dengan keadilan, kasih, serta belas kasihan.

Pengabdian yang tulus juga berarti kita tidak mengandalkan diri sendiri atau berusaha mendapatkan pengakuan dari manusia. Kita melayani Tuhan bukan untuk menerima imbalan atau pujian, tetapi karena kita dipanggil untuk hidup dalam kehendak-Nya. Seperti yang diajarkan oleh Yesus dalam Matius 6:19-20, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga."

Para reformator memahami hal ini dengan baik. Mereka menolak godaan materi dan kekuasaan duniawi, dan memilih untuk hidup dalam kebenaran yang datang dari iman kepada Tuhan. Martin Luther, John Calvin, Ulrich Zwingli, dan yang lainnya tidak memperjuangkan reformasi untuk mendapatkan penghargaan atau posisi di gereja, tetapi untuk memulihkan integritas gereja dan membawa umat kembali kepada kasih karunia Tuhan.

Loyalitas dan Ketulusan dalam Pengabdian di Masa Kini

Fenomena loyalitas yang dipertanyakan di dunia modern membuat kita merenungkan kembali apa yang mendasari pengabdian kita. Apakah kita mengabdi karena kita berharap menerima sesuatu sebagai imbalan? Atau apakah kita mengabdi karena kita benar-benar tulus dalam iman dan kasih kita kepada Tuhan?

Di tengah dunia yang serba instan dan penuh godaan material, gereja dan setiap pengikut Kristus harus kembali kepada ketulusan pengabdian yang ditunjukkan oleh para reformator. Mereka mengajarkan bahwa kekayaan dan status duniawi tidaklah penting dalam hal keselamatan. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghidupi iman kita setiap hari, dengan rendah hati dan tulus melayani Tuhan dan sesama.

Keselamatan adalah anugerah yang diberikan oleh belas kasihan Tuhan, dan pengabdian yang tulus kepada Tuhan adalah kehidupan yang memancarkan kasih dan keadilan. Sebagai gereja yang hidup dalam era modern, mari kita mengikuti jejak para reformator, menolak segala bentuk korupsi spiritual, dan hidup dalam kebenaran serta ketulusan, menghargai keselamatan sebagai anugerah yang tak ternilai harganya.

Komentar