Menuju Peringatan Reformasi Gereja Bagian Keempat : Kebenaran untuk Dihidupi

 


Dalam perjalanan Reformasi Gereja, kita melihat bahwa kebenaran bukan hanya tentang apa yang diperdebatkan atau dibuktikan melalui argumen, tetapi lebih dalam lagi, kebenaran adalah sesuatu yang dihidupi. Yesus Kristus, dalam Yohanes 14:6, berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup." Dia mengidentifikasi diri-Nya bukan hanya sebagai seseorang yang membawa kebenaran, tetapi sebagai kebenaran itu sendiri. Namun, di dunia ini, tidak semua "kebenaran" yang diklaim oleh manusia adalah Yesus. Kita sering menemui gagasan atau kepercayaan yang mengklaim sebagai kebenaran, tetapi tidak mencerminkan hikmat atau kasih Tuhan.

Yesus adalah Kebenaran, Tetapi Tidak Semua Kebenaran Adalah Yesus

Penting bagi kita untuk memahami bahwa tidak semua yang kita anggap benar berasal dari Tuhan. Ada banyak gagasan, ideologi, atau sistem kepercayaan di dunia yang mengklaim sebagai kebenaran, tetapi mereka tidak membawa kita lebih dekat kepada Yesus. Kebenaran yang sejati adalah yang datang dari hikmat Tuhan, dan ini tercermin dalam kehidupan kita melalui bagaimana kita mengasihi, memelihara hubungan, dan menjalani iman kita. Yakobus 3:17 mengatakan, "Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik." Kebenaran yang berasal dari Tuhan membawa damai, kerendahan hati, dan belas kasih.

Para reformator seperti Martin Luther, John Calvin, dan Ulrich Zwingli tidak hanya memperjuangkan kebenaran doktrinal yang abstrak. Mereka memahami bahwa kebenaran harus diterjemahkan ke dalam kehidupan nyata. Luther, dalam memperjuangkan kebebasan rohani melalui iman kepada Kristus, menghidupi kebenaran itu dengan penuh keberanian, menghadapi ancaman pengucilan dan penganiayaan. Calvin berjuang untuk membangun masyarakat Kristen yang mempraktikkan keadilan dan kasih, bukan hanya melalui pengajaran tetapi juga melalui komunitas yang dia ciptakan di Jenewa.

Kebenaran yang Kita Perjuangkan Harus Berasal dari Hikmat Tuhan

Kebenaran yang kita perjuangkan dalam gereja, dan sebagai orang percaya, haruslah kebenaran yang dilandasi oleh hikmat yang Tuhan berikan, bukan karena ambisi pribadi, kepentingan politik, atau keinginan untuk mendominasi orang lain. Para reformator sangat menyadari hal ini. Luther, misalnya, tidak memulai Reformasi karena keinginannya untuk kekuasaan, tetapi karena keyakinannya bahwa Gereja harus kembali kepada firman Tuhan dan memperbaiki penyimpangan yang terjadi.

Dalam 1 Korintus 2:4-5, Paulus berkata, "Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah." Kebenaran yang sejati tidak berasal dari kemampuan kita untuk berdebat atau memaksakan pendapat, melainkan dari kekuatan dan hikmat yang diberikan Tuhan.

Menghargai Mereka yang Tidak Menerima Kebenaran

Di dunia yang penuh perbedaan pendapat, ada banyak orang yang mungkin tidak menerima kebenaran yang kita yakini. Namun, sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menghargai mereka yang memiliki pandangan berbeda, bahkan jika mereka tidak setuju dengan apa yang kita perjuangkan. Kita tidak dipanggil untuk menjauhi mereka atau menghakimi, tetapi untuk melihat itu sebagai refleksi dari perjalanan hidup mereka sendiri.

Dalam Roma 14:1, Paulus menasihati kita, "Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya." Ini mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati dan terbuka dalam menghadapi perbedaan, memahami bahwa setiap orang memiliki alasan pribadi dalam memilih jalan hidup dan keyakinannya. Para reformator juga menghadapi banyak penolakan dan oposisi, namun mereka mengerti bahwa perjuangan mereka bukanlah untuk memaksa orang menerima kebenaran, melainkan untuk hidup dalam kebenaran itu sendiri dan membiarkan Tuhan bekerja dalam hati setiap individu.

Kebenaran Tidak untuk Diperdebatkan, tetapi Dihidupi

Kebenaran yang sejati tidak untuk diperdebatkan atau dibuktikan semata-mata melalui kata-kata, tetapi lebih dari itu, harus dihidupi dalam tindakan kita sehari-hari. Dalam 1 Yohanes 3:18, kita diingatkan, "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." Kebenaran yang dihidupi adalah kebenaran yang terlihat dalam kasih, pengampunan, dan kerendahan hati. Ini adalah panggilan bagi setiap orang Kristen, seperti yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri—menghidupi kebenaran melalui cinta kasih dan pengorbanan-Nya di kayu salib.

Para reformator seperti Luther dan Calvin tidak hanya berbicara tentang kebenaran. Mereka hidup dalam kebenaran yang mereka percayai. Luther tidak mundur dari keyakinannya meskipun diancam dengan ekskomunikasi. Ia terus menghidupi iman yang dipulihkan berdasarkan firman Tuhan, dengan tetap melayani orang-orang di sekitarnya, mengajarkan Injil, dan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa yang bisa dipahami oleh orang awam.

Refleksi Gereja Saat Ini: Menghidupi Kebenaran di Dunia Relatif

Dalam konteks gereja saat ini, kita harus bertanya kepada diri sendiri, Apakah kita menghidupi kebenaran yang kita yakini? Di dunia yang semakin menonjolkan relativitas, di mana kebenaran dianggap tergantung pada sudut pandang pribadi, kita dipanggil untuk menjadi saksi dari kebenaran Tuhan dengan cara kita hidup, bukan sekadar dalam kata-kata.

Kebenaran Kristus bukanlah untuk diperdebatkan dalam forum atau dibuktikan melalui argumen logis, tetapi untuk dilihat dalam kehidupan sehari-hari kita—bagaimana kita mengasihi, melayani, dan berbagi dengan orang lain. Seperti para reformator yang menghidupi kebenaran dengan integritas dan keberanian, kita juga dipanggil untuk hidup dalam kebenaran yang memancarkan kasih dan hikmat Tuhan, meskipun dunia di sekitar kita mungkin tidak selalu sepakat.

Kesimpulan

Reformasi bukan hanya tentang mengubah struktur gereja atau doktrin, tetapi tentang menghidupi kebenaran Yesus dalam setiap aspek kehidupan kita. Kebenaran yang sejati tidak perlu dibuktikan melalui debat, tetapi harus dilihat dalam cara kita menjalani hidup kita. Seperti biji gandum yang harus mati untuk menghasilkan buah (Yohanes 12:24), begitu pula kebenaran harus dihidupi dengan pengorbanan, keberanian, dan kasih. Mari kita, seperti para reformator, menjadi saksi dari kebenaran yang hidup di dalam diri kita dan yang membawa transformasi sejati kepada dunia.

Komentar