REFRENSI TAMBAHAN KHOTBAH MINGGU GBKP 10 NOVEMBER 2024 "Memuliakan Allah Dengan Tubuh 1 Korintus 6:12-20"
Invocatio :
Saudaraku yang kekasih,
aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala
sesuatu , sama seperti jiwamu baik-baik saja. (3
Yoh 1:2 )
Bacaan Pertama : Kel.
23 : 25 – 26 (T)
Di era ini, gagasan
“Tubuh saya, hak saya” sering kita dengar. Dunia modern memberi kita kebebasan
yang nyaris tak terbatas, menawarkan berbagai pilihan untuk mengekspresikan
diri—mulai dari cara kita berpakaian, memilih gaya hidup, hingga bagaimana kita
menampilkan tubuh kita di media sosial. Tapi mari kita berhenti sejenak dan
merenungkan. Apakah tubuh ini benar-benar milik kita sepenuhnya? Apakah kita
bisa melakukan apa pun yang kita inginkan tanpa mempertimbangkan Tuhan yang
menciptakan tubuh ini dengan kasih dan tujuan yang mulia?
Paulus dalam 1 Korintus
6:12-20 membawa kita pada sebuah pemahaman yang dalam dan menantang. Ia
menyampaikan bahwa tubuh kita bukanlah milik kita, melainkan tempat kediaman
Roh Allah. Bayangkan itu: Roh Kudus yang suci, penuh kasih, dan kudus, memilih
untuk tinggal dalam tubuh kita! Ini lebih dari sekadar tanggung jawab
pribadi—ini adalah undangan dari Tuhan untuk mempersembahkan tubuh kita dengan
rasa hormat dan penuh syukur. Tuhan ingin kita memandang tubuh kita sebagai
sesuatu yang sakral, layak dijaga dan dipelihara.
Kita mungkin berpikir,
“Tetapi bukankah saya bebas? Apakah Tuhan menginginkan saya hidup dengan
batasan?” Kebebasan sejati dalam Kristus bukan berarti bebas melakukan apa pun
tanpa batas, tetapi kebebasan untuk hidup sesuai dengan tujuan ilahi yang membawa
kita pada hidup yang bermakna dan damai. Tubuh kita bukan sekadar
"mesin" atau "benda"—tubuh ini adalah anugerah yang menjadi
bagian dari rencana Tuhan. Setiap kali kita menjaga tubuh kita, kita bukan
hanya berlatih untuk kesehatan, tetapi juga sedang menghidupkan ibadah yang
nyata kepada Sang Pencipta.
Ketika kita melihat
kota Korintus pada zaman Paulus, kita bisa memahami tantangan jemaat saat itu.
Mereka tinggal di tengah-tengah budaya yang menjadikan tubuh sebagai objek
kepuasan instan dan ekspresi sensual. Tubuh dianggap terpisah dari roh,
seolah-olah apa yang kita lakukan dengan tubuh tidak akan mempengaruhi jiwa
kita. Namun, Paulus tegas dalam pesannya: tubuh kita adalah anggota tubuh
Kristus, satu kesatuan dengan-Nya. Artinya, saat kita menyerahkan tubuh kita
pada penyalahgunaan atau eksploitasi, kita sedang mengingkari kehormatan yang
Tuhan berikan kepada kita.
Apakah hal ini
terdengar kuno di tengah masyarakat posmodern yang mengagungkan kebebasan tanpa
batas? Mungkin ya. Namun, kebenaran ini sangat relevan, bahkan lebih penting,
di masa ketika kita tergoda untuk menganggap tubuh kita sebagai objek
komoditas. Setiap kali kita melihat tubuh hanya sebagai benda, kita kehilangan
esensinya yang kudus. Dunia sering kali mengarahkan kita untuk mencari tubuh
yang “sempurna”—simbol kesuksesan, kebahagiaan, atau kebanggaan diri. Namun,
saat kita memperlakukan tubuh sebagai alat pemenuhan ego, kita sedang
mengkhianati misi kudus yang Allah percayakan kepada kita.
Paulus ingin kita
memahami bahwa tubuh kita adalah hadiah, tidak boleh disalahgunakan atau
diserahkan pada nilai duniawi yang semu. Kita sering kali terjebak dalam
keinginan untuk diakui dan dihargai secara fisik. Dari sinilah lahirnya
berbagai praktik yang menempatkan tubuh sebagai sesuatu yang bisa diubah atau
dieksploitasi sesuka hati. Fenomena operasi plastik, perubahan jenis kelamin,
atau bahkan “kejar target” fisik demi eksistensi di media sosial adalah bentuk
penyalahgunaan tubuh. Di satu sisi, ini mungkin tampak sebagai bentuk
kebebasan, namun apakah kita benar-benar merdeka ketika terus mengejar standar
yang ditetapkan oleh dunia?
Begitu pula dengan
kebiasaan bekerja yang tanpa batas, menguras tubuh hingga kelelahan tanpa
memedulikan kesehatan. Atau sebaliknya, tidak bekerja sama sekali dan
menggunakan tubuh untuk mencari jalan pintas. Dalam perspektif Alkitab, kita
diajak untuk menjaga keseimbangan dan melihat pekerjaan sebagai bentuk ibadah
kepada Tuhan, seperti pepatah "Laborare est orare" yang berarti
"Bekerja adalah doa." Pekerjaan yang dilakukan dengan hati tulus
adalah ibadah, dan menjaga tubuh tetap sehat adalah tanggung jawab rohani yang
memungkinkan kita melayani Tuhan dan sesama dengan maksimal.
Ketika kita menyadari
bahwa tubuh ini bukan milik kita semata, tetapi milik Tuhan, kita mendapatkan
perspektif yang baru tentang kebebasan dan tanggung jawab. Kebebasan sejati
adalah menjalani hidup dalam keselarasan dengan kehendak Tuhan, menghormati tubuh
ini sebagai tempat tinggal-Nya yang kudus. Tuhan berjanji dalam Keluaran
23:25-26 bahwa Ia akan memberikan kesehatan bagi mereka yang setia
melayani-Nya. Dan di 3 Yohanes 1:2, kita diingatkan bahwa Tuhan menghendaki
kita sejahtera dalam tubuh dan jiwa. Ini menunjukkan bahwa menjaga tubuh adalah
kewajiban spiritual, bukan hanya pilihan pribadi.
Pada akhirnya, tubuh
kita adalah bagian dari misi besar Kristiani. Menghormati tubuh dalam
kekudusan, keseimbangan, dan ketaatan adalah salah satu cara untuk memuliakan
Tuhan dan menghargai identitas sejati kita. Kita bukanlah milik dunia yang
terus mengejar kesempurnaan fisik, kita adalah milik Kristus yang hidup untuk
menyatakan kasih dan kekudusan-Nya. Mari kita menjaga tubuh ini, bukan hanya
demi kesehatan jasmani, tetapi sebagai ibadah sejati.
Dengan menjaga tubuh
kita sebagai tempat tinggal Roh Kudus, kita menjadi saksi hidup bagi orang
lain. Dunia perlu melihat bahwa tubuh ini adalah anugerah, bukan sekadar objek
yang dipamerkan atau dieksploitasi. Mari kita berkomitmen untuk hidup dengan tubuh
yang sehat, kudus, dan bermakna, sehingga setiap tindakan kita menjadi bukti
bahwa kita hidup untuk memuliakan Tuhan, bukan untuk memuaskan hasrat dunia.
Komentar
Posting Komentar