Refrensi Tambahan Khotbah Minggu GBKP 01 Desember 2024 - Menjaga Kemenangan dalam Masa Advent Pertama di Tengah Iklim Ekstrem

 

Created By AGM

Masa Advent adalah waktu penuh harapan, ketika kita menanti kedatangan Kristus sambil merenungkan panggilan untuk menjaga iman. Namun, bagaimana kita menjalani masa ini ketika dunia di sekitar kita terasa begitu tidak pasti? Dalam konteks iklim ekstrem yang melanda, dengan beberapa daerah mengalami longsor, banjir, dan bencana lainnya, pesan Wahyu 3:7-13 berbicara dengan kekuatan baru.

Pesan kepada jemaat Filadelfia, yang setia meskipun menghadapi banyak tantangan, memberi kita gambaran tentang bagaimana menjaga kemenangan iman bahkan di tengah ketidakstabilan dunia. Janji keselamatan bukanlah kebebasan dari penderitaan, melainkan kekuatan untuk tetap berdiri di atas dasar iman.

 

1. Pintu yang Dibuka di Tengah Krisis

Yesus, yang memegang “kunci Daud” (Wahyu 3:7), memberikan jaminan kepada jemaat Filadelfia: "Aku telah membuka pintu bagimu yang tidak dapat ditutup oleh seorang pun" (ayat 8). Dalam konteks bencana alam dan ketidakpastian hidup, pintu ini adalah gambaran pengharapan di tengah kehancuran.

Bencana seperti longsor dan banjir mengingatkan kita akan keterbatasan manusia. Rumah yang kokoh dapat runtuh, dan rencana yang matang bisa berantakan oleh kekuatan alam. Namun, Yesus membuka pintu kepada kehidupan kekal—sebuah kepastian yang tak tergoyahkan oleh kehancuran dunia ini.

John Stott dalam What Christ Thinks of the Church menjelaskan bahwa jemaat Filadelfia bukanlah jemaat yang kuat dalam hal kekayaan atau pengaruh, tetapi mereka kuat dalam iman. Demikian pula, di tengah iklim ekstrem ini, iman kita kepada Allah adalah jangkar yang menopang kita.

 

2. Pengharapan di Tengah Ketidakpastian

Wahyu 22:12 mengingatkan bahwa Kristus akan datang dengan upah-Nya untuk membalas setiap orang menurut perbuatannya. Ini adalah janji yang membawa pengharapan, terutama bagi mereka yang menderita dan menghadapi kehilangan akibat bencana. Namun, ini juga peringatan untuk menjaga hati kita tetap terarah pada-Nya.

Yesaya 51:1-5 menantang kita untuk "melihat batu karang dari mana kamu terpahat." Dalam masa krisis, penting bagi kita untuk mengingat karya Allah yang besar dalam sejarah. Jika Ia setia kepada Abraham dan Sara, yang menanti janji dengan penuh kesabaran, Ia juga setia kepada kita dalam keadaan apa pun.

Teolog R.C. Sproul dalam The Holiness of God menegaskan bahwa dalam kekacauan dunia, umat Allah dipanggil untuk fokus pada kekudusan-Nya. Kita diundang untuk melihat melampaui apa yang terlihat, menuju karya penyelamatan Allah yang kekal.

 

3. Menang Melawan Ketakutan dan Ketidakpastian

Wahyu 3:10 memberikan janji kepada jemaat Filadelfia: "Engkau telah memelihara firman-Ku untuk tekun, karena itu Aku akan melindungi engkau dari pencobaan yang akan datang." Pencobaan itu mungkin berupa ketakutan akan masa depan, kehilangan yang dialami, atau rasa putus asa di tengah bencana.

Saat kita menghadapi iklim ekstrem dan dampaknya, seperti longsor dan banjir, kita mudah terjebak dalam rasa takut. Namun, masa Advent mengingatkan kita bahwa Tuhan memanggil kita untuk tetap berdiri teguh. Dietrich Bonhoeffer dalam The Cost of Discipleship menulis, "Kasih karunia yang sejati adalah kasih karunia yang menguatkan kita untuk hidup di tengah badai dunia ini, bukan untuk melarikan diri darinya."

Bencana alam adalah pengingat bahwa dunia ini sementara, tetapi janji Kristus adalah kekal. Dalam setiap penderitaan, kita dipanggil untuk mengatasi ketakutan dengan pengharapan kepada Tuhan yang memegang masa depan.

 

4. Refleksi di Tengah Krisis

Dalam Wahyu 3:11, Yesus berkata, "Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorang pun mengambil mahkotamu." Kata-kata ini menjadi relevan ketika kita melihat rumah-rumah yang rusak atau kehilangan yang dialami akibat bencana. Harta duniawi dapat hilang, tetapi mahkota kehidupan yang dijanjikan kepada kita adalah sesuatu yang tidak dapat dirampas oleh siapa pun.

Pertanyaan reflektif ini penting untuk direnungkan:

  • Bagaimana saya menjaga iman ketika segala sesuatu di sekitar saya terasa tidak pasti?
  • Apakah saya memandang masa krisis ini sebagai kesempatan untuk bersaksi tentang pengharapan dalam Kristus?
  • Bagaimana saya bisa menjadi terang bagi mereka yang menderita di sekitar saya?

 

5. Menjadi Pilar di Tengah Dunia yang Rapuh

Wahyu 3:12 menggambarkan mereka yang menang sebagai “pilar di dalam Bait Allah.” Pilar adalah simbol kekuatan dan stabilitas, bahkan di tengah badai. Dalam konteks iklim ekstrem, ini adalah panggilan bagi kita untuk menjadi pilar pengharapan bagi komunitas kita, memberikan kekuatan rohani bagi mereka yang terguncang oleh kehilangan.

Karl Barth dalam Church Dogmatics mengingatkan bahwa iman sejati adalah tentang membiarkan diri kita dipegang oleh Allah. Kita tidak dipanggil untuk menjadi kuat dalam diri kita sendiri, tetapi untuk menjadi saluran kekuatan-Nya di tengah dunia yang rapuh.

 

Penutup: Advent di Tengah Ketidakpastian

Masa Advent adalah pengingat bahwa Kristus, Raja Damai, datang membawa pengharapan di tengah dunia yang penuh kekacauan. Ketika kita menghadapi bencana alam dan dampaknya, pesan Wahyu 3:7-13 menjadi undangan untuk tetap berakar dalam iman.

Seperti jemaat Filadelfia, kita dipanggil untuk menjaga mahkota kehidupan, berpegang pada pengharapan bahwa Kristus akan datang kembali dengan upah-Nya (Wahyu 22:12). Dalam setiap tantangan, mari kita menjadi saksi yang hidup bagi kasih dan anugerah Allah, dengan keyakinan bahwa Dialah Batu Karang yang tidak tergoyahkan.

Kiranya masa Advent ini menguatkan kita untuk menjadi terang di tengah dunia yang gelap, mengingat bahwa kemenangan kita ada dalam Kristus, yang memegang kunci segala sesuatu.

Referensi

  1. Stott, John. What Christ Thinks of the Church. Zondervan, 1990.
  2. Sproul, R.C. The Holiness of God. Tyndale House, 1985.
  3. Bonhoeffer, Dietrich. The Cost of Discipleship. SCM Press, 1937.
  4. Barth, Karl. Church Dogmatics. T&T Clark, 1956.

Komentar