Jesus Dicobai – Menghadapi Kerapuhan dalam Terang Tuhan (Refrensi Khotbah Minggu GBKP 16 Feb 2025)

 


Minggu Septuagesima menandai peralihan dari masa Epifania menuju persiapan Prapaskah. Ini adalah momen bagi kita untuk merenungkan perjalanan iman, mempersiapkan diri dalam pelayanan, dan mengakui kerapuhan kita di hadapan Tuhan. Bacaan dari Lukas 4:1-13 membawa kita kepada pencobaan Yesus di padang gurun, suatu peristiwa yang bukan sekadar pergumulan rohani, tetapi juga pengajaran mendalam tentang sifat manusia dan cara menghadapi godaan dengan iman.

Pencobaan Yesus dan Kerapuhan Manusia

Pencobaan yang Yesus alami menunjukkan tiga aspek mendasar dari kerapuhan manusia: kebutuhan jasmani (persoalan perut), keinginan akan kekuasaan, dan ujian terhadap kepercayaan kepada Tuhan. Iblis tidak hanya mencoba menggoda Yesus dengan hal-hal duniawi, tetapi juga mempertanyakan identitas-Nya sebagai Anak Allah. Begitu pula dengan kita—kita sering diuji dalam hal-hal yang menyentuh kebutuhan dasar, ambisi pribadi, dan rasa percaya kita kepada Tuhan.

Dari perspektif psikologi, pencobaan ini mencerminkan teori kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Iblis menggoda Yesus dengan kebutuhan primer (roti untuk mengatasi lapar), kebutuhan akan kekuasaan dan kontrol (mendapatkan dunia dengan cara yang instan), serta kebutuhan spiritual tertinggi (mempertanyakan perlindungan Tuhan). Dalam perjalanan iman, kita juga kerap diperhadapkan pada hal yang sama—bagaimana kita merespons kebutuhan mendesak tanpa mengorbankan integritas iman kita.

Filsafat eksistensialisme juga memberi wawasan tentang pencobaan ini. Søren Kierkegaard, seorang filsuf Kristen, berbicara tentang lompatan iman, di mana seseorang harus memilih percaya kepada Tuhan meskipun ada ketidakpastian. Dalam pencobaan Yesus, kita melihat bagaimana Dia menolak untuk mengandalkan hal-hal duniawi dan memilih untuk tetap setia melakukan kehendakNya. Ini mengajarkan kita bahwa iman yang sejati bukanlah tentang mencari kepastian di dunia ini, tetapi tentang mempercayakan diri kepada Tuhan yang memelihara kita.

Janji Pemeliharaan Tuhan – Wahyu 3:10

Namun, dalam menghadapi pencobaan ini, kita tidak berjalan sendirian. Tuhan sendiri telah memberi janji pemeliharaan-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Wahyu 3:10: "Karena engkau menuruti firman-Ku untuk tekun menantikan Aku, maka Aku pun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi." Ayat ini menjadi penguatan bagi kita bahwa di tengah kesulitan, Tuhan tetap setia. Sebagaimana Yesus yang adalah Firman Tuhan itu, kita juga diajak untuk berpegang pada janji-Nya.

Kita sering kali meragukan apakah Tuhan sungguh memelihara kita, terutama dalam masa-masa sulit. Kita melihat dunia yang penuh penderitaan dan bertanya, "Di manakah Tuhan?" Namun, Wahyu 3:10 menegaskan bahwa ketekunan dalam iman membawa kita pada perlindungan Tuhan. Perlindungan ini bukan berarti kita bebas dari penderitaan, tetapi bahwa dalam setiap pencobaan, ada rahmat yang menopang kita. Tuhan tidak menjanjikan jalan yang mudah, tetapi Dia berjanji untuk berjalan bersama kita.

Pelayanan yang Bertumpu pada Terang Tuhan – Mazmur 27:1-6

Ketika kita melangkah dalam pelayanan, sering kali kita merasa tidak cukup kuat atau layak. Namun, seperti yang dinyatakan dalam Mazmur 27:1, "Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut?" Pelayanan bukanlah tentang kehebatan kita, melainkan tentang berjalan dalam terang yang Tuhan berikan. Kita dipanggil bukan karena kita sempurna, tetapi karena Tuhan menyempurnakan kita dalam proses pelayanan itu sendiri.

Mazmur 27 juga mengajarkan bahwa di tengah tantangan, kita dapat bersandar kepada Tuhan. Bait-Nya menjadi tempat perlindungan, dan kasih-Nya memberikan kekuatan. Ini mengingatkan kita bahwa pelayanan bukanlah upaya manusiawi semata, melainkan sebuah perjalanan yang dibimbing oleh kasih karunia. Setiap langkah dalam pelayanan adalah sebuah latihan iman, di mana kita belajar untuk menyerahkan kendali kepada Tuhan dan membiarkan Dia bekerja melalui kita.

Ketika kita melayani, sering kali kita dihadapkan pada pencobaan—apakah kita melayani untuk kemuliaan Tuhan atau untuk pengakuan manusia? Apakah kita bersandar pada kekuatan Tuhan atau pada kemampuan kita sendiri? Mazmur 27 mengingatkan kita bahwa sumber kekuatan sejati bukanlah diri kita sendiri, tetapi Tuhan yang menerangi jalan kita. Ketika kita melangkah dalam terang-Nya, kita tidak akan mudah goyah.

Merenungkan Kerapuhan dan Berjalan dalam Kasih Karunia

Saat ini, mungkin kita tidak lagi menghadapi godaan Iblis dalam bentuk yang Yesus alami. Namun, persoalan terbesar kita adalah bagaimana kita mengenali kerapuhan diri dan menyerahkannya kepada Tuhan. Dunia sering menuntut kita untuk menunjukkan kekuatan, menyembunyikan kelemahan, dan mengandalkan diri sendiri. Namun, iman mengajarkan hal yang berbeda: kita diajak untuk mengakui kerapuhan kita di hadapan Tuhan yang berbelas kasih.

Yesus sendiri tidak menghindari penderitaan dunia. Dia merasakan kelaparan, kesepian, bahkan penolakan. Namun, dalam semuanya itu, Dia tetap setia pada panggilan-Nya. Inilah teladan bagi kita: bahwa menghadapi kerapuhan bukanlah kelemahan, melainkan langkah pertama menuju kehidupan yang berakar dalam kasih dan kekuatan Tuhan.

Pencobaan yang kita alami hari ini mungkin tidak berupa godaan secara langsung dari Iblis, tetapi dalam bentuk keraguan, kecemasan, dan keinginan untuk mengendalikan segalanya sendiri. Namun, kita diingatkan bahwa kuasa Iblis telah dihancurkan melalui karya penebusan Kristus. Pergumulan kita hari ini adalah tentang bagaimana kita merespons godaan dunia ini dengan hati yang terbuka terhadap kasih karunia Tuhan.

Kesimpulan: Melangkah dengan Iman

Minggu Septuagesima menjadi pengingat bahwa kita sedang dalam perjalanan iman—bukan sekadar menuju Prapaskah, tetapi juga menuju kedewasaan rohani. Seperti Yesus mempersiapkan diri dengan berpuasa di padang gurun, kita juga dipanggil untuk bersiap dalam pelayanan dengan memperdalam hubungan kita dengan Tuhan. Tidak dengan kekuatan kita sendiri, tetapi dengan terang yang Tuhan berikan, sebagaimana Mazmur 27:1-6 tegaskan.

Di tengah pencobaan dan pergumulan, kita memiliki janji dalam Wahyu 3:10—bahwa Tuhan sendiri akan memelihara kita. Oleh karena itu, marilah kita melangkah dengan iman, bukan dengan ketakutan, dan mempersembahkan seluruh keberadaan kita bagi kemuliaan-Nya. Dalam segala kerapuhan kita, Tuhan tetap setia. Dia adalah terang dan keselamatan kita, dan kepada-Nya kita dapat bersandar dalam segala hal.

 

Komentar