Minggu Septuagesima
menandai peralihan dari masa Epifania menuju persiapan Prapaskah. Ini adalah
momen bagi kita untuk merenungkan perjalanan iman, mempersiapkan diri dalam
pelayanan, dan mengakui kerapuhan kita di hadapan Tuhan. Bacaan dari Lukas
4:1-13 membawa kita kepada pencobaan Yesus di padang gurun, suatu peristiwa
yang bukan sekadar pergumulan rohani, tetapi juga pengajaran mendalam tentang
sifat manusia dan cara menghadapi godaan dengan iman.
Pencobaan Yesus dan Kerapuhan
Manusia
Pencobaan yang Yesus alami
menunjukkan tiga aspek mendasar dari kerapuhan manusia: kebutuhan jasmani (persoalan
perut), keinginan akan kekuasaan, dan ujian terhadap kepercayaan kepada
Tuhan. Iblis tidak hanya mencoba menggoda Yesus dengan hal-hal duniawi, tetapi
juga mempertanyakan identitas-Nya sebagai Anak Allah. Begitu pula dengan
kita—kita sering diuji dalam hal-hal yang menyentuh kebutuhan dasar, ambisi
pribadi, dan rasa percaya kita kepada Tuhan.
Dari perspektif psikologi,
pencobaan ini mencerminkan teori kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh
Abraham Maslow. Iblis menggoda Yesus dengan kebutuhan primer (roti untuk
mengatasi lapar), kebutuhan akan kekuasaan dan kontrol (mendapatkan dunia
dengan cara yang instan), serta kebutuhan spiritual tertinggi (mempertanyakan
perlindungan Tuhan). Dalam perjalanan iman, kita juga kerap diperhadapkan pada
hal yang sama—bagaimana kita merespons kebutuhan mendesak tanpa mengorbankan
integritas iman kita.
Filsafat eksistensialisme juga
memberi wawasan tentang pencobaan ini. Søren Kierkegaard, seorang filsuf
Kristen, berbicara tentang lompatan iman, di mana seseorang harus
memilih percaya kepada Tuhan meskipun ada ketidakpastian. Dalam pencobaan
Yesus, kita melihat bagaimana Dia menolak untuk mengandalkan hal-hal duniawi
dan memilih untuk tetap setia melakukan kehendakNya. Ini mengajarkan kita bahwa
iman yang sejati bukanlah tentang mencari kepastian di dunia ini, tetapi
tentang mempercayakan diri kepada Tuhan yang memelihara kita.
Janji Pemeliharaan Tuhan –
Wahyu 3:10
Namun, dalam menghadapi pencobaan
ini, kita tidak berjalan sendirian. Tuhan sendiri telah memberi janji
pemeliharaan-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Wahyu 3:10: "Karena
engkau menuruti firman-Ku untuk tekun menantikan Aku, maka Aku pun akan
melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk
mencobai mereka yang diam di bumi." Ayat ini menjadi penguatan bagi
kita bahwa di tengah kesulitan, Tuhan tetap setia. Sebagaimana Yesus
yang adalah Firman Tuhan itu, kita juga diajak untuk
berpegang pada janji-Nya.
Kita sering kali meragukan apakah
Tuhan sungguh memelihara kita, terutama dalam masa-masa sulit. Kita melihat
dunia yang penuh penderitaan dan bertanya, "Di manakah Tuhan?" Namun,
Wahyu 3:10 menegaskan bahwa ketekunan dalam iman membawa kita pada perlindungan
Tuhan. Perlindungan ini bukan berarti kita bebas dari penderitaan, tetapi bahwa
dalam setiap pencobaan, ada rahmat yang menopang kita. Tuhan tidak menjanjikan
jalan yang mudah, tetapi Dia berjanji untuk berjalan bersama kita.
Pelayanan yang Bertumpu pada
Terang Tuhan – Mazmur 27:1-6
Ketika kita melangkah dalam
pelayanan, sering kali kita merasa tidak cukup kuat atau layak. Namun, seperti
yang dinyatakan dalam Mazmur 27:1, "Tuhan adalah terangku dan
keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut?" Pelayanan bukanlah
tentang kehebatan kita, melainkan tentang berjalan dalam terang yang Tuhan
berikan. Kita dipanggil bukan karena kita sempurna, tetapi karena Tuhan
menyempurnakan kita dalam proses pelayanan itu sendiri.
Mazmur 27 juga mengajarkan bahwa
di tengah tantangan, kita dapat bersandar kepada Tuhan. Bait-Nya menjadi tempat
perlindungan, dan kasih-Nya memberikan kekuatan. Ini mengingatkan kita bahwa
pelayanan bukanlah upaya manusiawi semata, melainkan sebuah perjalanan yang
dibimbing oleh kasih karunia. Setiap langkah dalam pelayanan adalah sebuah
latihan iman, di mana kita belajar untuk menyerahkan kendali kepada Tuhan dan
membiarkan Dia bekerja melalui kita.
Ketika kita melayani, sering kali
kita dihadapkan pada pencobaan—apakah kita melayani untuk kemuliaan Tuhan atau
untuk pengakuan manusia? Apakah kita bersandar pada kekuatan Tuhan atau pada
kemampuan kita sendiri? Mazmur 27 mengingatkan kita bahwa sumber kekuatan
sejati bukanlah diri kita sendiri, tetapi Tuhan yang menerangi jalan kita.
Ketika kita melangkah dalam terang-Nya, kita tidak akan mudah goyah.
Merenungkan Kerapuhan dan
Berjalan dalam Kasih Karunia
Saat ini, mungkin kita tidak lagi
menghadapi godaan Iblis dalam bentuk yang Yesus alami. Namun, persoalan
terbesar kita adalah bagaimana kita mengenali kerapuhan diri dan menyerahkannya
kepada Tuhan. Dunia sering menuntut kita untuk menunjukkan kekuatan,
menyembunyikan kelemahan, dan mengandalkan diri sendiri. Namun, iman
mengajarkan hal yang berbeda: kita diajak untuk mengakui kerapuhan kita di
hadapan Tuhan yang berbelas kasih.
Yesus sendiri tidak menghindari
penderitaan dunia. Dia merasakan kelaparan, kesepian, bahkan penolakan. Namun,
dalam semuanya itu, Dia tetap setia pada panggilan-Nya. Inilah teladan bagi
kita: bahwa menghadapi kerapuhan bukanlah kelemahan, melainkan langkah pertama
menuju kehidupan yang berakar dalam kasih dan kekuatan Tuhan.
Pencobaan yang kita alami hari
ini mungkin tidak berupa godaan secara langsung dari Iblis, tetapi dalam bentuk
keraguan, kecemasan, dan keinginan untuk mengendalikan segalanya sendiri.
Namun, kita diingatkan bahwa kuasa Iblis telah dihancurkan melalui karya
penebusan Kristus. Pergumulan kita hari ini adalah tentang bagaimana kita
merespons godaan dunia ini dengan hati yang terbuka terhadap kasih karunia
Tuhan.
Kesimpulan: Melangkah dengan
Iman
Minggu Septuagesima menjadi
pengingat bahwa kita sedang dalam perjalanan iman—bukan sekadar menuju
Prapaskah, tetapi juga menuju kedewasaan rohani. Seperti Yesus mempersiapkan
diri dengan berpuasa di padang gurun, kita juga dipanggil untuk bersiap dalam pelayanan
dengan memperdalam hubungan kita dengan Tuhan. Tidak dengan kekuatan kita
sendiri, tetapi dengan terang yang Tuhan berikan, sebagaimana Mazmur 27:1-6
tegaskan.
Di tengah pencobaan dan
pergumulan, kita memiliki janji dalam Wahyu 3:10—bahwa Tuhan sendiri
akan memelihara kita. Oleh karena itu, marilah kita melangkah dengan iman,
bukan dengan ketakutan, dan mempersembahkan seluruh keberadaan kita bagi
kemuliaan-Nya. Dalam segala kerapuhan kita, Tuhan tetap setia. Dia adalah
terang dan keselamatan kita, dan kepada-Nya kita dapat bersandar dalam segala
hal.
Komentar
Posting Komentar