Mampu Melihat dan Menerima Secara Positif –Lukas 10:38-42 Refrensi Tambahan PJJ GBKP 23 Februari – 01 Maret 2025

 


Pendahuluan

Dalam Lukas 10:38-42, kita menemukan kisah Maria dan Marta yang menggambarkan dua cara berbeda dalam merespons kehadiran Yesus. Marta sibuk dengan pelayanan praktis, sementara Maria memilih untuk duduk dan mendengarkan ajaran-Nya. Yesus kemudian menegaskan bahwa Maria telah memilih bagian yang terbaik. Kisah ini sering diinterpretasikan sebagai perbedaan antara kehidupan aktif dan kontemplatif, tetapi lebih dalam lagi, ini adalah panggilan untuk melihat dan menerima segala sesuatu dengan perspektif yang lebih luas dan positif.

Menerima Perbedaan sebagai Kesempatan Bertumbuh

Psikologi modern mengajarkan bahwa manusia cenderung membentuk pemahaman dunia berdasarkan bias pribadi. Dalam konteks Marta dan Maria, Marta memiliki ekspektasi tertentu tentang bagaimana seorang tuan rumah seharusnya bertindak, sedangkan Maria melihat kesempatan untuk belajar langsung dari Sang Guru. Dari sudut pandang psikologi kognitif, Marta mengalami "cognitive rigidity," di mana ia terjebak dalam satu pola berpikir yang menyebabkan kecemasan dan keluhan terhadap Maria. Sebaliknya, Maria memiliki "cognitive flexibility," yaitu kemampuan untuk melihat hal dari perspektif berbeda dan meresponsnya dengan terbuka.

Aplikasi dalam kehidupan pelayanan gerejawi menuntut kita untuk memiliki fleksibilitas kognitif seperti Maria. Tidak semua orang memiliki cara berpikir dan bertindak yang sama, dan sering kali perbedaan dapat menjadi sumber konflik. Namun, jika kita melihatnya sebagai kesempatan untuk bertumbuh, maka gereja menjadi wadah inklusif yang menghargai keragaman.

Keterbukaan terhadap Kebijaksanaan yang Beragam

Filsafat eksistensialisme, seperti yang dikemukakan oleh Martin Buber dalam konsep "I And Thou," menekankan pentingnya perjumpaan yang sejati dengan orang lain. Jika Marta dan Maria dapat melihat satu sama lain sebagai "Engkau (Subjek)," bukan sekadar objek penilaian, maka relasi mereka akan lebih harmonis. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak melihat perbedaan sebagai ancaman, tetapi sebagai sesuatu yang memperkaya.

Konsep ini sangat relevan bagi gereja yang berusaha untuk tidak alergi terhadap perbedaan. Ketika kita melihat orang lain sebagai subjek yang sama berharganya, kita lebih mudah menerima keberagaman dalam pemikiran, budaya, dan cara pelayanan. Ini juga mengingatkan kita pada prinsip-prinsip pluralisme Kristen, yang menekankan bahwa meskipun ada banyak perbedaan dalam interpretasi iman, semuanya dapat berkontribusi pada pemahaman yang lebih kaya tentang Tuhan.

Belajar dari Perbedaan untuk Kesatuan

Dalam sejarah Kekristenan, perbedaan sering kali menjadi batu sandungan tetapi juga sumber pembaruan iman. Reformasi Protestan, misalnya, muncul dari ketidaksepakatan terhadap doktrin dan praktik Gereja Katolik, tetapi kemudian membuka jalan bagi dialog teologis yang lebih luas. Begitu juga dengan gerakan oikumenis yang bertujuan untuk menyatukan berbagai denominasi dalam semangat kesatuan dalam Kristus.

Jika gereja di sepanjang sejarah bisa belajar dari perbedaan dan menggunakannya untuk membangun tubuh Kristus yang lebih kuat, maka kita pun harus demikian. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), dalam sasaran pelayanannya tahun 2025, mengajak umat untuk tidak alergi terhadap perbedaan. Ini adalah panggilan untuk menghargai, mendengar, dan belajar dari sudut pandang yang berbeda, baik dalam pelayanan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Aplikasi dalam Pelayanan GBKP Tahun 2025

Marta dan Maria mengajarkan kita bahwa ada banyak cara untuk melayani Tuhan, dan kita tidak boleh terjebak dalam pola pikir eksklusif yang menganggap hanya satu cara yang benar. Dalam pelayanan GBKP, ini berarti:

1.      Menerima perbedaan dalam cara beribadah dan melayani – Setiap jemaat mungkin memiliki ekspresi iman yang berbeda, tetapi semua bertujuan untuk memuliakan Tuhan.

2.      Bersikap terbuka terhadap ide-ide baru dalam pelayanan – Tidak semua inovasi harus ditolak hanya karena berbeda dari tradisi lama.

3.      Menjalin dialog yang membangun antaranggota gereja – Alih-alih melihat perbedaan sebagai pemisah, kita harus menjadikannya sebagai peluang untuk lebih memahami satu sama lain.

Kesimpulan

Yesus tidak menolak pelayanan Marta, tetapi Ia mengajak Marta untuk melihat sesuatu dengan lebih positif dan luas. Sikap ini adalah kunci bagi gereja masa kini yang ingin bertumbuh dalam keberagaman. Dengan ini kita diajak untuk tidak alergi pada perbedaan, tetapi justru melihatnya sebagai anugerah. Dengan demikian, kita bukan hanya menjadi gereja yang inklusif, tetapi juga semakin mencerminkan kasih Kristus dalam dunia yang beragam ini.

 

Komentar